Cari

Thaifah Al Manshurah

Website Pribadi – Kumpulan Risalah Ilmiyyah Abu Fairuz Abdurrahman Al-Jawiy Hafidzahullah

Tag

Ahlul bid’ah

Mematahkan Taring Muhammad Al Wushobiy Yang Menyembul Di Balik Cadar Hizbiy (bagian pertama)

BERIBADAH MEMBONGKAR KEBATHILAN JANGAN DINILAI MENCARI CARI KESALAHAN

 

HIZBIYYAH LUQMAN BA ‘ABDUH 2

 (Seri Dua)

 

(Terjemahan baru untuk seri dua)

 

Telah Mengidzinkan Penyebarannya:

Syaikhunal ‘Allamah Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- 

 

Telah diperiksa Oleh:

Syaikhunal Fadhil Abu ‘Amr Abdul Karim Al Hajury,

Syaikhunal Fadhil Abu Bilal Kholid Al Hadhromy,

Syaikhunal Fadhil Abu Abdillah Thoriq Al Khoyyath Al Ba’daniy

Dan Syaikhunal Mufid Abu Hamzah Muhammad Al Amudy,

-hafizhohumulloh-

 

 

 

Ditulis dan diterjemahkan Oleh:

Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsi Al Indonesiy ‘afallohu ‘anhu

Di Darul Hadits Dammaj Yaman

PENDAHULUAN

          Segala pujian yang sempurna bagi Alloh. Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Alloh limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian daripada itu:

Seri yang kedua untuk terjemahan kitab “Inbi’atsut Tanabbuh Bi Inkisyafi Hizbiyyati Luqman Ba Abduh” sudah ana tulis dan ana sebarkan sekitar dua tahun yang lalu, akan tetapi belum ana masukkan ke situs Al Ulum As Salafiyyah. Berhubung file yang ada pada ana telah rusak, dan beberapa teman yang ana kirimi file juga tidak mengirimkan salinannya pada ana setelah diminta, maka ana dengan taufiq Alloh ta’ala memulai lagi penerjemahan seri kedua, berdasarkan naskah yang telah diperiksa oleh Syaikhuna Abu Abdillah Thoriq Al Khoyyath Al Ba’daniy -hafizhohulloh-.

Dammaj, tanggal  25 Robi’ul Awwal 1431 H.

Selamat menyimak.

Bab Keenam: Pujian Luqman Terhadap Sebagian Hizbiyyin

 

          Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Asy Syaikh Abdurrohman Al ‘Adniy min afadhilil ulama di Yaman sudah dijelek-jelekkan yang tadi sudah saya ceritakan sebelumnya sedikit tentang beliau –hafizhohullohu ta’ala- sudah divonis sebagai hizbiy([1]). Bagaimana sikap masyayikh? Asy Syaikh Abdulloh dinyatakan sebagai maling… padahal kedua syaikh ini luar biasa pembelaannya terhadap manhaj dakwah Ahlussunnah, menentang ahlul batil, memiliki musuh-musuh Islam: sufi, sururiy dan yang lainnya.”

          Jawaban pertama: Kami katakan padamu sebagaimana firman Alloh ta’ala:

(ö@è%(#qè?$ydöNà6uZ»ydöç/bÎ)óOçGZà2šúüÏ%ω»|¹ÇÊÊÊÈ  

“Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (QS. Al Baqoroh: 111).

Manakah kaset-kaset dan tulisan-tulisan kedua orang itu dalam membantah tokoh-tokoh shufiyyah, sururiyyah, Abul Hasan, Sholih Al Bakriy, dan yang lainnya? Tidak mustahil kedua punya sedikit desah bantahan terhadap mereka. Akan tetapi jika dikatakan bahwa keduanya mencapai kedudukan “Pembelaan terhadap manhaj Ahlussunnah yang luar biasa” harus diteliti kembali. Barangkali itu cuma ada dalam igauan Luqman Ba Abduh yang akan didustakan oleh orang yang mengenal dekat kedua anak Mar’i tersebut dan menyertainya. Kalau Alloh menghendaki niscaya aku sebutkan ucapan-ucapan sebagian ucapan tokoh-tokoh utama Yaman yang menyebutkan lemahnya kecemburuan kedua anak Mar’i tersebut dalam memerangi hizbiyyin.

          Jawaban kedua: Sungguh Syaikhmu Abdulloh Mar’i itu maling atau koruptor, sama saja, kamu menyetujui ucapan ini atau menolaknya. Dan di antara contohnya adalah bahwasanya Abdulloh bin Mar’i telah meminta kepala Jam’iyyah Shoyyadil Khowar (jam’iyyah nelayan yang ada di Khowar) di Syihr agar Jam’iyyah ini ikut ambil bagian menyumbang pembangunan atap yang tinggi dari masjid “At Taqwa”, maka sang kepala memberinya seratus ribu real (sekitar lima juta rupiah). Namun setelah serah terima uang mestinya mereka ambil untuk membangun atap menara masjid “At Taqwa”, ternyata mereka tidak juga melaksanakan pembangunannya sedikitpun sampai sekarang (sekitar tahun 1428 H([2])) padahal sudah lewat hampir tiga tahun. (lihat risalah “At Tajawwul” karya Akhunal fadhil Muhammad Ba Roidiy Al Hadhromiy -hafizhohulloh- hal. 6-7).

Luqman berkata: “Sudah sampai marhalah (tahapan) tahdzir pada para ulama. Kasus Al Haddadiyyah pengikut Mahmud Al Haddad. Dia itu mujtahid, ada penyimpangan.”

Jawaban pertama: di sini ada semacam pujian([3]) terhadap Mahmud Al Haddad, padahal fadhilatusy Syaikh Robi’ bin hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- telah mengkritiknya di dalam kitab beliau “Tho’nul Haddad Fi ‘Ulamais Sunnah”/”Majmu’ Ba’dhir Rosail” dengan sebutan: “Al Haddad si tukang makar” (hal. 27), “Orang bodoh yang zholim yang tidak sanggup adu argumentasi dengan murjiah” (hal. 32), “Hal itu telah dilakukan oleh Al Haddad yang sangat zholim dan sangat bodoh” (hal. 35), “Kemudian kami dapati bahwasanya orang yang paling keras cercaannya di antara mereka terhadap beliau adalah orang yang bodoh tapi berlagak pintar ini, dan menampakkan diri sebagai salafiy padahal dia memerangi Salafiyyin, dan dia berusaha mengobarkan kejahatan terhadap mereka, dia adalah Mahmud Al Haddad” (Hal. 37), “Dan ini adalah bagian dari kezholimannya, dan kegelapan hati dan akalnya” (hal. 39), “Dan dia beserta para pengikutnya telah dituntut untuk menerangkan bencana-bencana ini tapi mereka tidak sanggup, dan syaikh mereka juga tak mampu menjelaskannya. Dan kelemahan ini merupakan salah satu dalil terbesar yang menunjukkan kedustaan Al Haddad…” dan seterusnya. (hal. 40)

Selesai penukilan dengan peringkasan.

Maka apakah pelaku kebatilan lagi sesat seperti orang ini dikatakan sebagai “Mujtahid yang punya ketergelinciran.”?

Jawaban kedua: Hak seorang ahlil bid’ah adalah untuk direndahkan dan dihinakan. Alloh ta’ala berfirman:

¨bÎ)tûïÏ%©!$#tbr–Š!$pt䆩!$#ÿ¼ã&s!qߙu‘ury7Í´¯»s9ré&’ÎûtûüÏj9sŒF{$#ÇËÉÈ  

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rosul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina”. (QS. Al Mujadilah: 20)

          Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- berkata: “Yang wajib bagi mereka semua adalah untuk menjadi satu tangan bersama pihak yang benar untuk menghadapi pihak yang batil, sehingga jadilah sesuatu yang diagungkan di sisi mereka adalah orang yang dinilai agung oleh Alloh dan Rosul-Nya, dan yang dikedepankan di sisi mereka adalah orang yang dikedepankan oleh Alloh dan Rosul-Nya, dan yang dicintai di sisi mereka adalah orang yang dicintai oleh Alloh dan Rosul-Nya, sementara yang terhina di sisi mereka adalah orang yang dihinakan oleh Alloh, sesuai dengan apa yang diridhoi oleh Alloh dan Rosul-Nya, bukan sesuai dengan hawa nafsu, karena barangsiapa taat pada Alloh dan Rosul-Nya maka sungguh dia telah terbimbing, tapi barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka tidaklah dia membahayakan kecuali dirinya sendiri. Maka inilah dia prinsip yang mereka harus bersandar padanya.” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 17).

          Adapun pujian terhadap ahlul batil maka hal itu merupakan penyelisihan terhadap ijma’. Al Imam Abu ‘Utsman Ash Shobuniy -rohimahulloh- menyebutkan madzhab Salaf ahlul hadits: “Bersamaan dengan itu mereka bersepakat untuk menundukkan Ahlul Bida`, menghinakan mereka, dan menjauhkan mereka, dan menjauh dari mereka, dan menghindari persahabatan dengan mereka dan pergaulan dengan mereka, dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara menjauhi mereka dan meninggalkan mereka.” (Aqidatis Salaf Ashabil Hadits” hal. 123).

Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi -rahimahulloh- berkata kepada Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya`bi –hizbi yang tersembunyi- : “Sesungguhnya pujianmu terhadap mereka, dan udzur yang kau berikan untuk mereka dan pengingkaranmu terhadap orang yang menerangkan penyelisihan mereka terhadap syari`ah Islamiyah pada umumnya, dan terhadap manhaj salaf pada khususnya, dan celaanmu terhadapnya, semua ini termasuk dalil terbesar bahwasanya engkau adalah hizbi besar.” (“Dahrul Hajmah” karya beliau hal.19).

Dan Samahatusy Syaikh Abdul Aziz Ibn Baaz -rahimahulloh- ditanya,”Apakah orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka, berarti juga mendapatkan hukuman seperti mereka?” Beliau menjawab,” Iya, tidak ada keraguan di dalamnya. Orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka maka dia itu adalah da`i (penyeru) mereka, menyeru orang untuk mengikuti mereka. Orang ini adalah termasuk da`i mereka. Kita mohon kepada Alloh keselamatan.” (“Syarh Fadhlil Islam”/dinukil oleh Kholid Adz Dzufairi -hafidhahulloh- dalam kitab “Ijma`ul Ulama” hal. 137).

 

Bab Tujuh: Berpura-pura Lembut Dan Akhlaq Yang Mulia

 

          Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata([4]): “Tentang hubungan zaujiyyah (suami istri) di depan anak-anak kecil, di depan murid-muridnya sampai ditegur oleh beberapa asatidz, kaif (bagaimana) berbicara seperti ini di depan anak-anak kecil? Dia berkata: “Di Dammaj asyaddu min hadza (lebih dahsyat daripada ini). Ana di sini mengajar “Shohih Muslim”, “Bulughul Marom”, begitu melewati masalah thoharoh pas mau melewati tentang haid nggak sanggp ana. “Bulughul Marom” juga begitu, begitu melewati babul ghusl (mandi) nggak kuat ana. Karena pembahasannya penting maka anak-anak yang masih di tahfizh tidak diikutkan baina (di antara) Maghrib wal (dan) ‘Isya. Itu hampir dua bulan, padahal itu ilmu, sayapun menyampaikannya dalam keadaan malu. Ketika menjelaskan hubungan antara suami istri, itupun ana punya haya’ (rasa malu). Tapi ini subhanalloh tanpa haya’.”

          Jawaban pertama: sejak zaman dulu anak-anak kecil dan orang besar hadir di majelis yang sama untuk mendengarkan pelajaran para syaikh. Dan sejak zaman dulu di dalam majelis-majelis ilmu dibacakan hadits “Di antara empat anggota badan wanita itu,” juga hadits tata cara mandi, juga hadits “Manakala aku duduk di antara kedua kaki wanita itu dia berkata: “Bertaqwalah engkau pada Alloh.” Juga hadits: “Kepunyaannya itu hanyalah seperti ujung kain baju ini,” dan juga hadits “Dan di kalangan mereka ada wanita dari Bani Fazaroh yang memiliki kantong dari kulit, dan bersamanya ada anak perempuannya yang termasuk wanita Arob yang paling cantik.” Dan dalil-dalil tentang hal itu banyak. Maka atas dasar apa engkau mengingkari Syaikh kami?

Jawaban kedua: tunjukkanlah pada kami dalil bahwasanya Salaf dulu pada saat menyampaikan hadits-hadits beserta penjelasannya di atas mereka melarang anak-anak kecil untuk menghadiri majelis-majelis tersebut.

Jawaban ketiga: anak-anak di dalam majelis-majelis tadi disibukkan dengan imla’ (dikte), hisab (hitung-menghitung) dan semisalnya.

Jawaban keempat: kalaupun anak-anak tadi mendengarkan pelajaran tadi yang kamu malu dengannya, maka sungguh ilmu-ilmu tadi merupakan bagian dari ilmu-ilmu syari’ah. Ilmu itu juga disampaikan kepada orang-orang dengan memperhatikan adab-adab dan akhlaq. Dan sampai sekarang kamu tidak sanggup menampilkan satu dalilpun untuk melarangnya.

Jawaban kelima: apakah telah sampai padamu kabar yang pasti bahwasanya ada satu saja dari anak-anak Muslimin yang terjatuh ke dalam kekejian dengan sebab mendengarkan penjelasan dari hadits-hadits tadi dari salah seorang imam kaum Muslimin?

Dan Luqman –hadahulloh- berkata: “Di Dammaj Al Hajuriy dia berbicara ana hadirs di majelisnya. Syaikh Kholid baca sebuh tulisan transkrip dia menceritakan rihlahnya ke Eropa tahun itu, mungkin tahun 1995, waktu dia pulang disuruh menceritakan. Syaikh Kholid menunjukkan tulisan ini ke Syaikh Robi’, Syaikh Robi’ mengatakan: “Na’udzubillah, qola man? (kita berlindung pada Alloh, siapa yang berbicara ini?)” Yahya Al Hajuriy. Syaikh Robi’ mengatakan: “La ilaha  Illalloh.” Syaikh Kholid ini menyampaikan di waktu dauroh. Maka ana bilang ke Syaikh Kholid: “Ya Syaikh, majelis ini ana hadir.” O ya? Ana dan ikhwah waktu mendengar subhanalloh bagaimana ini diceritakan? Bagaimana cara kamu bercerita? Dia (Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy) menceritakan bahwa dia di Inggris berjalan-jalan yang di sana dipenuhi dengan orang homo. Ana melewati jalan-jalan penuh dengan wanita yang ‘uryanin (telanjang), subhanalloh, yang satu dengan pacarnya, wa perempuan dengan anjingnya. Ana mau pergi tapi ini di masjid, ndak ada malu sama sekali. Thoyyib, ente ya akhi, keluar dakwah ke sana mau dakwah atau cerita syawari’ (jalan-jalan) London. Ente mau cerita jalan-jalan di sana atau cerita tentang dakwah? Atau bagaimana? Atau pelajaran? Atau masalah dakwah Ahlussunnah? Ini yang diceritakan, subhanalloh, maka tidak heran melahirkan murid yang kayak begini (Abu Hazim).”

Jawaban pertama: seluruh perselisihan itu harus dikembalikan kepada dalil, bukan kepada pendapatmu atapun pendapat orang lain. Maka datangkanlah kepada kami dalil yang melarang pemberitaan kekejian suatu kaum di dalam suatu majelis ilmu jika tujuannya tadi adalah sebagai I’tibar (mengambil pelajaran), dan menjauhkan orang dari kaum yang busuk tadi, serta bersyukur pada Alloh atas karunia-Nya pada kita yang berbentuk keterjagaan dari kerendahan, juga berbentuk kelurusan dan keselamatan.

Jawaban kedua: Kami punya dalil –dan segala pujian yang sempurna hanyalah bagi Alloh- atas bolehnya menyebutkan kebatilan orang-orang kafir. Di antaranya adalah:

1- Dari ‘Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya beliau mengabarkan:

أَنَّ النِّكَاحَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْحَاءٍ إلى قولها: – وَنِكَاحٌ آخَرُ كَانَ الرَّجُلُ يَقُولُ لاِمْرَأَتِهِ إِذَا طَهُرَتْ مِنْ طَمْثِهَا أَرْسِلِى إِلَى فُلاَنٍ فَاسْتَبْضِعِى مِنْهُ .

“Bahwasanya pernikahan pada masa Jahiliyyah memiliki empat bentuk –sampai dengan ucapannya:- dan nikah yang lain adalah: ada seseorang yang berkata pada istrinya jika dirinya telah bersih: “Pergilah engkau ke si fulan dan mintalah dia untuk menggaulimu.” Al hadits (HR. Al Bukhoriy (5127)).

2- dari Abdulloh bin ‘Amr -rodhiyallohu ‘anhuma- yang berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تقوم الساعة حتى تتسافدوا في الطريق تسافد الحمير قلت إن ذاك لكائن قال نعم ليكونن.

Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Tidak akan terjadi hari Kiamat sampai kalian berzina di jalanan seperti berzinanya keledai.”

Kukatakan: “Apakah hal itu benar-benar akan terjadi?” Beliau menjawab: “Benar, hal itu pasti akan terjadi.” (HR. Ibnu Hibban (15/hal. 162) dan dishohihkan oleh Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh-).

3- Dari ‘Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya Ummu Salamah menceritakan pada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- tentang gereja yang dilihatnya di negri Habasyah yang dinamakan sebagai “Mariyah”. Dia menyebutkan gambar-gambar yang dilihatnya di dalam gereja tadi. Maka Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ الله».

“Mereka itu adalah suatu kaum yang jika ada hamba yang sholih –atau orang yang sholih- di kalangan mereka mati mereka membangun di atas kuburannya suatu masjid, dan membikin di dalamnya gambar-gambar. Mereka itu adalah makhluk yang paling jelek di sisi Alloh.” (HR. Al Bukhoriy (434) dan Muslim (528)).

Bid’ah dan kesyirikan itu lebih buruk daripada perzinaan dan keumuman dosa besar yang lain.

Jawaban ketiga: Sesungguhnya Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- hadir pada saat Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy menyebutkan kisah tadi, tapi beliau tidak mengingkarinya. Demikian pula para hadirin yang lain. (Dan Syaikhuna Abu Bilal Al Hadhromiy -hafizhohulloh- memberikan tambahan: “Bahkan Syaikhunal Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- memuji penjelasan Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- tentang perjalanan beliau ke Brithonia.”) (Dan Syaikhuna Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- memberikan tambahan: “Bahkan Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- mendorong beliau untuk menyebarluaskannya.”). maka atas dasar apa kamu mengkhususkan serangan kepada Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh-, bukan kepada Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- dan para hadirin yang meridhoi penjelasan itu tadi? Ada apa di balik makar ini?

Jawaban keempat: Sesungguhnya penyampaian kisah safari dakwah ketika pulang sudah menjadi kebiasaan di markiz induk ini, sejak zaman Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh-. Silakan lihat -sebagai contoh- kitab beliau “Al ba’its ‘Ala Syarhil Hawadits” dan yang lainnya. Dan para ulama yang lain tidak mengingkari Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- pada zaman beliau.

Bahkan seperti ini pula yang dilakukan oleh syaikh kamu yang hizbiy yang dibanggakan: Salim Ba Muhriz Al Hadhromiy, yang mana dia menceritakan kepada kami di depan seluruh masyayikh dan pelajar Dammaj tentang apa yang dia saksikan di Indonesia –semoga Alloh memperbaikinya- yang berupa jalan-jalan, gedung-gedung, perempuan telanjang, dan dia berkata: “Seakan-akan aku ada di negri Barat.” Dan yang demikian itu –yaitu menyampaikan kisah ketika tiba dari perjalanan- juga dilakukan oleh sebagian anak buahmu para asatidzah, sebagaimana telah diketahui bersama olehku dan yang lain.

Jawaban kelima: aku tidak berdalil dengan perbuatan para tokoh, akan tetapi aku hanya ingin berkata padamu: “Sesuatu yang punya dalil di dalam syariat, dan telah menjadi kebiasaan syaikhmu Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- tanpa ada pengingkaran dari para ulama di masanya, bahkan juga dilakukan oleh syaikh kamu yang hizbiy: Salim Ba Muhriz Al Hadhromiy. Maka apa maumu menyerang Syaikhunas Salafiy Yahya -hafizhohulloh- dengan perkara tadi?

Jawaban keenam: Luqman Ba Abduh telah menampilkan diri dengan gaya akhlaq yang mulia, sebagai upaya untuk merendahkan Syaikh kita yang mulia -hafizhohulloh- dan juga orang yang berpandangan sama dengan beliau. Maka harus ada peringatan kepada manusia dari bahaya sikap berpura-puranya hizbiyyun, mubtadi’ah dan orang-orang yang lemah.

Sekedar penampilan yang baik tidaklah menunjukkan istiqomahnya seseorang. Abu Bakr Ibnu ‘Ayyasy -rohimahulloh- berkata: “Dulu aku, Sufyan Ats Tsauriy, dan Syarik pernah berjalan bersama di antara daerah Hiroh dan Kufah. Lalu kami melihat seorang tua yang rambut dan jenggotnya sudah putih, dan gayanya bagus. Maka kami mengira bahwasanya dia memiliki beberapa hadits, dan bahwasanya dirinya telah menjumpai beberapa ahlul hadits. Dan Sufyan Ats Tsauriy adalah orang yang paling gemar mencari hadits di antara kami. Maka Ats Tsauriypun menuju ke arahnya seraya berkata: “Wahai Bapak, apakah Anda memiliki barang sedikit hadits?” Maka diapun menjawab,”Kalau hadits maka aku tidak punya. Tapi aku punya tuak yang umurnya tahunan.” Maka kami perhatikan dirinya, ternyata dia itu pemabuk.” (“Al Jami’Li Akhlaqir Rowiy”/Al Khothib/4/hal. 424).

          Ja’far Ath Thoyalisiy menceritakan dari Yahya bin Ma’in yang berkata: Aku pada suatu hari mendengar dari Abdurrozzaq suatu ucapan, lalu aku gunakan ucapan tadi untuk mengetahui madzhab yang dinisbatkan kepadanya (yaitu: tasyayu’). Maka kukatakan padanya: Sesungguhnya kedua ustadzmu yang engkau mengambil ilmu dari mereka adalah para tsiqot, semuanya adalah Ahlussunnah. Maka dari mana engkau mengambil madzhab ini?” Dia menjawab: “Ja’far bin Sulaiman datang kepada kami, lalu aku lihat dia itu orang yang utama, gaya hidupnya baik, maka aku ambil madzhab ini darinya. Muhammad bin Ayyub ibnudh Dhurois berkata: Aku bertanya pada Muhammad bin Abi Bakr Al Muqoddamiy tentang suatu hadits dari Ja’far bin Sulaiman, kukatakan padanya: meriwayatkan darinya Abdurrozzaq. Maka beliau berkata: “Aku kehilangan Abdurrozzaq. Tidak ada yang merusak Ja’far selain dia –yaitu dalam tasyayyu’-“. Aku katakan: “Justru tidaklah ada yang merusak Abdurrozzaq selain Ja’far bin Sulaiman.” (“Siyar A’lamin Nubala”/9/hal. 570).

          Sekedar ketenangan, kekhusyu’an dan adanya ilmu pada seseorang tidaklah menunjukkan bagusnya aqidahnya. Ali bin Abi Kholid berkata: Saya katakan kepada Ahmad (Al Imam Ahmad bin Hanbal -rohimahulloh-): “Sesungguhnya orang tua ini (yang saat itu bersama kami) adalah seorang yang terlalu berani, aku telah menasehatinya agar menjauhi seseorang tapi dia ingin mendengar dari perkataan anda tentang orang itu (yaitu) Harits Al-Qoshir -maksudnya Harits Al-Muhasibiy- anda pernah melihatku bersamanya bertahun-tahun lamanya, kemudian anda mengatakan kepadaku: “Janganlah kamu duduk-duduk dengannya dan jangan berbicara dengannya!!” Maka sejak itu aku tidak berbicara dengannya sampai saat ini, tapi orang tua ini duduk-duduk dengannya, apa pendapatmu tentang orang ini?” Maka aku lihat Ahmad merah padam mukanya, urat leher dan matanya membesar. Aku tidak pernah melihat dia seperti itu sama sekali. Kemudian dia mengibaskan tangannya seraya berkata: “Orang itu (Harits Al-Muhasibiy) semoga Alloh memperlakukannya dengan seperti ini dan itu. Tidak ada yang mengenalnya kecuali orang yang telah bergaul dan mengenalnya dengan baik. Uwaih, uwaih, uwaih([5]), orang itu tidak ada yang mengenalnya kecuali orang yang pernah bergaul dengannya dan mengenalnya dengan baik. Orang itu berteman dengan Al-Mughoziliy, Ya’qub dan juga fulan kemudian menjerumuskan mereka ke dalam pemikiran Jahm (bin Sofwan, pencetus paham jahmiyyah), mereka binasa karena ulahnya.” Kemudian orang tua itu berkata: “Wahai Abu Abdillah, dia (Harits Al-Muhasibiy) meriwayatkan hadits, pembawaannya tenang, khusyu’ dan seperti ini dan seperti itu. Maka Abu Abdillah marah kemudian berkata: “Janganlah kamu tertipu dengan kekhusyu’an dan kelembutannya!!” dan berkata: “Janganlah tertipu karena dia menundukkan kepala, dia itu adalah seorang yang jahat, tidak ada yang mengenalnya kecuali orang yang telah bergaul dengannya. Janganlah kamu berbicara dengannya, tidak ada kemuliaan baginya. Apakah setiap orang yang membawakan hadits dari Rosululloh r tapi dia adalah seorang ahlul bid’ah kamu duduk dengannya?!! Tidak, tidak ada kemuliaan baginya” Kemudian dia terus mengatakan dia itu begini dan begitu. (kitab “Thobaqot Al-Hanabilah”/ (1/234)/ Ibnu Abi Ya’la).

Al Imam Malik -rohimahulloh- berkata tentang Abdul Karim bin Abil Mukhoriq: “Aku tertipu dengan banyaknya tangisannya di masjid.” Atau seperti itu. (“Mizanul I’tidal”/2/hal. 647).

Maka tidak pantas untuk tertipu dengan ini semua. Bahkan wajib bagi semuanya untuk memperhatikan keshohihan manhaj seseorang dan bagusnya agamanya. Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: Asy Sya’biy -rohimahulloh- berkata: “Aku menyaksikan Syuroih dalam keadaan ada seorang wanita mendatanginya sambil menangis untuk menuntut seorang pria. Maka kukatakan padanya: “Wahai Aba Umayyah, tidaklah kukira wanita ini yang malang ini kecuali dia itu terzholimi.” Maka beliau berkata: “Wahai Sya’biy, sesungguhnya saudara-saudara Yusuf mendatangi ayah mereka pada waktu ‘Isya dalam keadaan mereka menangis.”.” (“Ath Thuruqul Hukmiyyah”/1/hal. 38).

Asy Syaikh Hamud At Tuwaijiriy -rohimahulloh- berkata tentang firqoh Tabligh: “…Mereka adalah orang-orang yang mengkhianati diri sendiri, maka mereka menampakkan penampilan yang bagus di hadapan manusia, menyembunyikan dari mereka bid’ah-bid’ah, kesesatan, dan berbagai jenis penyelisihan.” (“Al Qoulul Baligh” hal. 326).

Dan Asy Syaikh Saifurrohman -rohimahulloh- berkata tentang Tablighiyyin,”Dan di antara perkara yang dikenal tentang mereka adalah bahwasanya mereka bertawadhu’ (merendahkan diri) dan menampakkan tawadhu’ yang melampaui kebiasaan, namun tawadhu’ mereka ini tiada lain kecuali bergaya semata, karena mereka hanyalah melakukannya untuk menyenangkan sesama mereka dan yang bersama mereka saja.” (“Al Qoulul Baligh” hal. 19).

Syaikhuna Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohulloh- berkata tentang keadaan hizbiyyin,”Maka mereka sekarang melancarkan makar baru yaitu mendekati ulama sunnah dan berdiam di telapak kaki mereka serta mempergunakan akhlaq palsu yang mana hal itu adalah ibarat untuk mencabut dan menyedot kemarahan si alim terhadap mereka.” (“Adhrorul Hizbiyyah”/hal. 21).

Beliau -hafizhohulloh- juga berkata: “Akhlaq itu dituntut untuk ada. Dan akhlaq yang baik itu dituntut untuk ada. Tapi bukanlah dia itu akhlaq dengan tebusan aqidahmu, dan bukan pula dengan tebusan dakwah Salafiyyah. Dia memberimu akhlaq yang baik, tapi menipu orang dengan dirimu dan menjauhkanmu dari ilmu dan sunnah.” (“Adhrorul Hizbiyyah”/hal. 42-43).

 

Bab Delapan: Tuduhan Luqman Ba Abduh Terhadap Syaikhuna -hafizhohulloh- Bahwasanya Beliau Mutasyaddid

 

          Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Muncul kelompok Al Haddadiyyah sangat keras dalam bersikap, tidak mau mengikuti petuah para ulama, para ulama disikat satu per satu. Sekarangpun mulai muncul ini, muncul kalau dulu di Saudi, sekarang di Yaman.”

          Jawaban pertama: (Tambahan dari Syaikhuna Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh-): sebagian mubtadi’ah itu munafiqun, dan Alloh ta’ala telah memerintahkan kita untuk bersikap keras kepada mereka. Alloh ta’ala berfirman:

$pkš‰r¯»tƒÓÉ<¨Z9$#ωÎg»y_u‘$¤ÿà6ø9$#tûüÉ)Ïÿ»oYßJø9$#urõáè=øñ$#uröNÍköŽn=tã4öNßg1urùtBurÞO¨Yygy_(}§ø©Î/ur玍ÅÁyJø9$#ÇÐÌÈ  

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS. At Taubah: 73)

          Jawaban kedua: ini sudah menjadi syi’ar para musuh Ahlussunnah([6]). Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Jika Muhammad Al Ghozaliy atau Al Ikhwanul Muflisun menuduh Ahlussunnah sebagai kelompok yang mutasyaddid (garis keras) karena Ahlussunnah berkata: “Kita tidak menggambar, dan kita tidak melakukan apa yang diharomkan Alloh, tidak masuk ke majelis parlemen, tidak bekerja di perpajakan, tidak melakukan perkara yang di situ ada keharoman, dan kita bersabar terhadap kemiskinan. Maka ini bukanlah termasuk sikap keras, bahkan ini merupakan sikap berpegang teguh dengan agama. Dan agama inilah yang mewajibkan kita untuk ini… dst. (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 191).

          Demikianlah orang-orang masa kini([7]), sebagaimana perkataan Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh-: “Setiap orang ini menyeretmu kepada pemikirannya, tapi jika engkau tidak terseret kepada pemikirannya diapun mencelamu dan berkata: “Mereka adalah orang-orang yang keras, yang tidak mengenal kecuali haddatsana dan akhbarona.” Dst. (Lihat “Tuhfatul Mujib”/hal. 115).

Demikian pula yang yang dilakukan oleh Abdul Majid Az Zindaniy dan yang lainnya dari Ikhwanul Muslimin, juga Abdulloh bin Gholib As Sururiy, Abul Hasan Al Mishriy, Al Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya’biy al hizbiy, Abdul Hafizh bin Malik Al Makkiy Ash Shufiy, dan Hasan Al Malikiy.

            Ketika Ibrohim bin Hasan Asy Sya’biy mencerca sebagian salafiyyin dan mengangkat syiar “Harus punya kelembutan”, Asy Syaikh Ahmad An Najmiy -rohimahulloh- berkata: “Apa yang dilakukan oleh Salafiyyun selain bahwasanya mereka itu mengingkari kebatilan, mengingkari kesyirikan dan kebid’ahan di ceramah-ceramah mereka, tulisan-tuliasn mereka dan pertemuan mereka?” (lihat Ar Roddul Muhabbir”/hal. 110).

          Jawaban ketiga: orang-orang yang bermudah-mudah dalam agama akan menuduh kita sebagai garis keras. Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Orang-orang yang berkata bahwasanya “Ini boleh, fulan itu mutasyaddid” maka wajib bagimu untuk menghindar dari mereka dan menjauh dari mereka, dan tuntutlah dalil dari mereka (atas setiap apa yang mereka dakwakan). Alloh ta’ala berfirman:

tPöqtƒurÙyètƒãNÏ9$©à9$#4’n?tãÏm÷ƒy‰tƒãAqà)tƒÓÍ_tFø‹n=»tƒßNõ‹sƒªB$#yìtBÉAqߙ§9$#Wx‹Î6y™ÇËÐÈ   4ÓtLn=÷ƒuq»tƒÓÍ_tFø‹s9óOs9õ‹ÏƒªBr&$ºRŸxèùWxŠÎ=yzÇËÑÈ   ô‰s)©9ÓÍ_¯=|Êr&Ç`tã̍ò2Ïe%!$#y‰÷èt/øŒÎ)’ÎTuä!$y_3šc%Ÿ2urß`»sÜø‹¤±9$#Ç`»|¡SM~Ï9Zwrä‹s{ÇËÒÈ  

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al Furqon: 27-29). (selesai dari “Tuhfatul Mujib”/hal. 115).    Beliau -rohimahulloh- juga berkata: “Andaikata kita mengikuti orang-orang yang hilang atau telantar tadi niscaya kita tak akan bisa merealisasikan Islam sedikitpun. Maka engkau tidak rugi jika disifati sebagai mutasyaddid (orang yang keras). Keras menurut siapa? Menurut orang yang telantar dan lembek. Pada kenyataannya sesungguhnya tasyaddud (sikap keras) itu adalah yang mengharomkan apa yang dihalalkan oleh Alloh, atau naik dengan perkara yang mustahab atau mubah kepada pengharoman. Demikian pula dengan yang mustahab dibawa ke hukum wajib, maka ini dia yang dinamakan tasyaddud.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 99).

          Jawaban keempat: Kami tidak membebaskan diri kami dari terjatuh kepada sikap keras yang terkadang bukan pada tempatnya. Akan tetapi hizbiyyun menjadikan ketergelinciran Ahlussunnah sebagai syiar untuk memperburuk citra mereka dan menjauhkan manusia dari mereka. Al Imam Al Albaniy -rohimahulloh- ditanya: “Wahai Syaikhuna, didapatkan pada sebagian Salafiyyin yang memiliki sifat keras dan tidak terbimbing. Apakah menurut Anda ciri-ciri ini adalah ciri-ciri mayoritas generasi Thoifah Manshuroh ini insya Alloh, atau Ghuroba, ataukah hal itu merupakan ciri khas sebagian individu saja? Apa nasihat Anda seputar masalah ini?

Beliau -rohimahulloh- menjawab: “Wahai saudaraku, aku berkeyakinan bahwasanya tuduhan ini ada asalnya, akan tetapi tidak sepatutnya dibesar-besarkan([8]). Kita tidak bisa membebaskan diri kita sendiri dari kekurangan ini, tetapi aku juga berkeyakinan dengan pasti bahwasanya para musuh dakwah berlebihan dalam mengukurnya. Yang demikian itu ada sebabnya: sebagiannya adalah tabiat dari jamaah ini, dan sebagiannya adalah dari pihak musuh. Adapun tabiat jama’ah ini: jika ada jama’ah yang memerintahkan perkara yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran dari kalangan Muslimin secara umum, maka jama’ah tadi adalah Thoifah Manshuroh ini. Karena itulah ketika mereka berkali-kali berbicara tentang beberapa perkara dengan amar ma’ruf nahi mungkar jadilah perkara ini menurut kelompok lain yang menyepelekan kewajiban ini sebagai suatu sikap keras, berlebihan, begini dan begitu([9]). –sampai pada ucapan beliau:- bisa jadi hal itu sebagai suatu aib bagi mereka atau sebagian dari mereka. Dan tiada satu kelompokpun atau jama’ahpun yang kosong dari sikap keras. Terkadang muncul dari mereka kekerasan, misalnya dalam perkara yang tidak sepantasnya di situ engkau marah. Akan tetapi kasus ini memang dibesar-besarkan, mencakup setiap orang yang menisbatkan diri kepada manhaj yang shohih ini…dst. (“Al fatawal Manhajiyyah”/Asilah Haulas Salafiyyah/Al Imam Al Albaniy/’Amr bin Abdul Mun’im Salim/hal. 37-38).

Jawaban kelima: Ketika Abul Hasan menyindir Salafiyyun bahwasanya mereka memakai metode cercaan keras, berkatalah Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh-:

“Dan para Salaf telah mencerca keras ahlul bida’, dan kitab-kitab mereka penuh dengan cercaan keras terhadap individu-individu dan jamaah-jamaah. Terkadang tak bisa kejahatan ahlul bida’ ditolak kecuali dengan senjata ini. Dan Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- telah memerintahkan Hassan untuk menyerang musuh-musuh Alloh dengan syairnya, dan beliau bersabda:“Sesungguhnya syair tersebut lebih keras bagi mereka daripada tusukan panah-panah.” Dan bukannya aku melarang orang untuk bersikap lembut dan hikmah, sebagaimana aku tidak melarang untuk menggunakan kekerasan secara mutlak. Dan pada setiap tempat ada perkataan yang sesuai dengannya. Maka kekerasan kepada ahlil batil terkadang bisa sampai pada cambukan, dan terkadang bisa mencapai tingkatan pembunuhan. Dan terkadang hukuman itu bisa dengan ucapan. Dan Syaikhul Islam dalam bab ini ada perincian yang bagus.” (“Intiqod Manhajiy” /Mamu’ur Rudud/hal. 310-311).

 

Bab Sembilan: Luqman Ba Abduh Tak Mau Menerima nasihat

 

Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Maka kalau anta melihat, hat (bawa kemari) ana insya Alloh sebagai seorang salafiy kalau ada penyimpangan, bid’ah, ana salah ada hizbiyyah, hat ya akhi, ana muslim butuh nasihat. Ente ya Luqman ente salah dalam hal ini, sampaikan au qolallohu kadza, qola Rosululloh kadza. Ana nggak masalah, ana yang ditahdzir. Umat kok dididik seperti ini.”

Jawaban pertama: demikianlah Luqman menampakkan gaya menerima nasihat. Demikian pulalah perbuatan sebagian hizbiyyin jika tidak sanggup mematahkan hujjah (argumentasi) dengan hujjah mereka kembali kepada syiar: “Kenapa mereka tidak menasihati diriku sebelumnya?” sebagaimana yang diperbuat oleh Abul Hasan Al Mishriy manakala mendakwakan bahwasanya Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- tidak menasihati dirinya, padahal sebenarnya Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- itu telah mencurahkan nasihat buat dirinya sejak tujuh tahun sebelumnya. Demikian disebutkan oleh Syaikhuna Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh-([10]).

          Jawaban kedua: ketahuilah bahwasanya nasihat-nasihat telah sampai kepada Luqman Ba Abduh. Malzamah-malzamah dan kaset-kaset yang dikeluarkan merupakan nasihat kepada umat. Syaikhuna Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- juga telah menasihatinya sebagaimana yang beliau katakan sendiri -hafizhohulloh-. Suratku yang kukirimkan kepada Muhaimin juga telah sampai kepadanya, di dalamnya ada penjelasan tentang kebatilan Abu Taubah dan sedikit penjelasan tentang hizbiyyah kedua anak Mar’i. Dan ternyata Luqman tidak mengambil manfaat darinya.

          Jawaban ketiga: Berpaling dari nasihat-nasihat yang benar merupakan bagian dari warisan musuh para Nabi –‘alaihimus salam-. Alloh ta’ala berfirman:

#sŒÎ)urŸ@ŠÏ%ã&s!È,¨?$#©!$#çmø?x‹s{r&äo¨“Ïèø9$#ÉOøOM}$$Î/  ÇËÉÏÈ  

“Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa.” (QS. Al Baqoroh: 206)

Al Imam Ibnu Baththoh -rohimahulloh- berkata:

إعجاب صاحب الرأي برأيه للانفصال والتفريق مع عدم قبول الحق هذا سبب تولد الأحزاب

“Kekaguman pemilik suatu pendapat dengan pendapatnya untuk melepaskan diri dan memecah-belah tanpa mau menerima kebenaran, inilah sebab lahirnya hizb-hizb (kelompok-kelompok).” (“Al Ibanatul Kubro”/1/hal. 26-27).

Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Hizbiyyun itu meskipun kebenaran itu jelas bagaikan matahari, dia tetap harus mendebat dan enggan untuk mengakui kebenaran.” (“Ghorotul Asyrithoh” 1/hal. 199)

Beliau -rohimahulloh- juga berkata: “Ada sebagian orang yang sudah kerasukan hizbiyyah, dan ada juga yang didorong dari arah hizbiyyah, andaikata engkau mendatangkan padanya seluruh ayat dan seluruh kitab dia tak mau kembali dari pendapat dan ucapannya.” (“Ghorotul Asyrithoh” 2/hal. 443).

Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata: “Mubtadi’ itu sekarang wahai saudaraku, sama saja dia itu dari pemberontak, atau dari karakter manapun dia itu tak mau kembali pada kebenaran. Engkau menegakkan belasan dalil dalam suatu kasus, dan kau datangkan ucapan ulama, mereka tak mau kembali kepada kebenaran. Inilah sifat pengekor hawa nafsu.” (“Syarh Ushulil Imam Ahmad”/hal. 87-88).

 

 

Bab Kesepuluh: Para Hizbiyyun Rakus Pada Dunia dengan Nama Dakwah

 

Luqman Ba Abduh tidak tahu bahwasanya meminta-minta dengan nama dakwah merupakan ciri-ciri hizbiyyin, dan bahwasanya barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka, sesuai dengan kadar penyerupaan tadi.

Ketahuilah juga bahwasanya sikap rakus terhadap kehidupan dunia merupakan ciri-ciri Yahudi, sebagaimana firman Alloh ta’ala:

öNåk¨Xy‰ÉftGs9uršÝtômr&Ĩ$¨Y9$#4’n?tã;o4quŠymz`ÏBuršúïÏ%©!$#(#qä.uŽõ°r&4–ŠuqtƒöNèd߉tnr&öqs9㍣Jyèãƒy#ø9r&7puZy™$tBuruqèd¾ÏmÏn̓ômt“ßJÎ/z`ÏBÉ>#x‹yèø9$#br&t£Jyèãƒ3ª!$#ur7ŽÅÁt/$yJÎ/šcqè=yJ÷ètƒÇÒÏÈ  

“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, Padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqoroh: 96)

          Dan ini merupakan sebab binasanya sebagian orang yang diberi ilmu dari kalangan umat-umat terdahulu, sebagaimana firman Alloh ta’ala:

﴿وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ﴾ [الأعراف: 175، 176]

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (ilmu), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (menggodanya), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami mau sungguh Kami akan tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, jadilah perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” [Al-A’raf: 175-176].

          Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- telah memperingatkan umatnya dari kerusakan ini. Telah shohih dari Ka’b bin Malik Al Anshoriy -rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِه».

“Tidaklah dua ekor serigala yang kelaparan diutus ke sekelompok kambing itu lebih merusak kambing-kambing tadi daripada merusaknya sikap rakus seseorang kepada harta dan kemuliaan terhadap agamanya.” (HR. At Tirmidziy (2550), hadits shohih sebagaimana dalam “Ash Shohihul Musnad”).

Penyakit ini telah menjalari hizbiyyin. Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Kita telah tertimpa musibah juga dengan adanya Jam’iyyatul Hikmah, Jam’iyyatul Ishlah, dan Jam’iyyatul Ihsan, mereka tak punya keinginan selain mengumpulkan harta untuk menopang hizbiyyah mereka.” (“Al Ba’its ‘Ala Syarhil Hawadits”/hal. 9).

Beliau -rohimahulloh- berkata: “Sesungguhnya engkau jika melihat kepada hizbiyyah-hizbiyyah ini engkau akan mendapatinya tidak menginginkan kecuali kehidupan dunia. Demikian pula jika engkau melihat kepada para pelaku hizbiyyah yang terselubung yang mencopet harta manusia, lalu mereka mempergunakan harta tadi untuk memerangi Sunnah Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- niscaya engkau akan mendapati mereka condong kepada dunia.” (“Tuhfatul Mujib”/hal. 353).

Beliau -rohimahulloh- berkata: “Jama’atul Hikmah yang di antara anggotanya dulunya adalah seorang penulis, ada juga yang dulunya adalah seorang muhaqqiq (korektor dan peneliti keabsahan naskah), di antara mereka ada yang dulunya sudah ahli. Lalu mereka menyibukkan diri mereka sendiri dengan pengumpulan uang. Aku menyesalkan seorang penuntut ilmu yang sibuk dengan mengemis, sama saja apakah dia itu dari Ikhwanul Muslimin ataukah dari Jama’ah Mar’iy (Shufiy Hubaidah), ataukah dari Jama’atul Hikmah. Alloh ta’ala berfirman:

Æìsùötƒª!$#tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäöNä3ZÏBtûïÏ%©!$#ur(#qè?ré&zOù=Ïèø9$#;M»y_u‘yŠÇÊÊÈ  

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)

Lalu dirinya menghapal ayat ini:

$tBur(#qà)ÏÿZè?ô`ÏB9Žöyz¤$uqãƒöNà6ö‹s9Î)ÇËÐËÈ  

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup.” (QS. Al Baqoroh: 272).

Juga menghapal firman Alloh ta’ala:

$tBur(#qãBÏd‰s)è?/ä3Å¡àÿRL{ô`ÏiB9Žöyzçnr߉ÅgrBy‰ZÏã«!$#uqèd#ZŽöyzzNsàôãr&ur#\ô_r&4  ÇËÉÈ  

“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. Al Muzzammil: 20).

Dia menghapal ayat ini dan memantapkan hapalannya, lalu berdiri di masjid-masjid.

Hendaknya kalian merasa malu, muliakanlah ilmu. Semoga Alloh membalas saudara kita Sa’d Al Hushoin dengan kebaikan manakala berkata dalam buku kecilnya: “Al Ikhwanul Muflisin memanfaatkan kesempatan untuk mengumpulkan harta –sampai ucapan beliau:- maka dihasilkanlah untuk mereka ghonimah (harta rampasan perang)([11]) ketika terjadi jihad di Bosnia dan Herzeg demi memperbaharui acara mengemis mereka.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 536).

Beliau -rohimahulloh- berkata: “Ambil saja oleh kalian pengeras suara dan keluarlah ke jalan-jalan. Adapun rumah-rumah Alloh, maka dia itu dibangun untuk dzikrulloh, dan bukan dibangun untuk mengemis. Dan aku katakan: Orang ini harus dikeluarkan dari masjid, yaitu orang yang berdiri di masjid untuk mengemis. Lalu setelah mereka mengumpulkan uang mereka memakainya untuk menghisap ganja([12]). Bisa jadi mereka mengirimkan sedikit dari dana tadi.

Sebagian orang yang hadir bercerita kepadaku bahwasanya setelah terjadi pengumpulan dana untuk membantu para pekerja asing, tiba-tiba saja masing-masing dari mereka tadi berkata (والعاملين عليها) “(Shodaqoh itu diberikan kepada …) dan para petugas yang mengurusinya”.

Jika kalian berkata: “Kalian sendiri punya ma’had yang mengumpulkan lebih dari seratus keluarga dan sekitar limaratus pelajar. Bukankah kalian berinfaq kepada mereka kecuali dari shodaqoh-shodaqoh?” Jawabnya adalah: ini benar, akan tetapi Alloh subhanahu wata’ala –dan hanya milik-Nya sajalah pujian dan karunia- mendatangkannya ke rumah. Kami tidak berdiri di masjid dan tidak pula menulis kepada seorangpun pada hari-hari ini bahwasanya kami kehabisan dana, Alhamdulillah. Akan tetapi Alloh itulah yang mendatangkan kebaikan ke rumah kami. Karunia dalam ini semua hanyalah milik Alloh saja. Masalah yang ada adalah pencurian. Al Mar’iy([13]) adalah pencuri di Hudaidah. Pencuri dakwah itu banyak…” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/536-537).

Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata: “Para musuh Salafiyyah pada hari ini –dan mereka adalah musuh Ibnu Taimiyyah kemarin-bertambah dengan memiliki organisasi-organisasi rahasia dengan metode Bathiniyyah dan Masoniyyah, dan juga organisasi yang bersifat terang-terangan, punya pena-pena dan lidah yang bohong, penyebarluasan berita jahat, harta yang banyak, dan tipu daya untuk mengeruk harta.” (“Jama’atun Wahidah”/hal. 76).

Beliau -hafizhohulloh- juga berkata: “Andaikata Salman –Al ‘Audah- mengetahui ini semua, niscaya dia akan tahu bahwasanya Ath Thoifatul Manshuroh An Najiyyah adalah para penyeru kepada tauhid dan sunnah, dan mereka itulah yang berhak untuk mendapatkan pertolongan yang terpuji yang dijanjikan, bukannya orang-orang yang berebut kursi pemerintahan, yang bersembunyi di balik slogan-slogan Islamiyyah. Maka mereka tadi pewaris Nabi, sementara yang ini adalah pemberontak kepada ‘Utsman -rodhiyallohu ‘anhu-, juga Al Mukhtar bin Abu ‘Ubaid, Abu Muslim Al Khurosaniy, dan Abu Abdillah Asy Syi’iy, Ali ibnul Fadhl dan semisal mereka dari kalangan orang yang bersembunyi di balik Islam tapi sasarannya adalah kerajaan dan kekuasaan, dan perkara yang ada di balik itu yang berupa harta dan syahawat duniawiyyah serta hasrat yang rusak.” (“Ahlul Hadits Humuth Thoifatul Manshuroh”/masalah kesepuluh/sisi kelima).

Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Lebih jelek dari ini adalah apa yang terjadi pada sebagian pelajar yang membuang waktunya dan menghinakan ilmu dan dakwah dengan berkeliling ke Haromain, lalu ke Kuwait, lalu ke Qothr, lalu ke Abu Dhobi, saat ditanya: “Ada apa denganmu wahai Fulan?” Dia menjawab,”Aku punya utang” atau “Aku ingin membangun masjid dan tempat tinggal untuk imam” -padahal dia itu imamnya- “Dan aku ingin punya mobil untuk dakwah, dan ingin menikah”. Sungguh disayangkan. Dan sesungguhnya pencarian ilmu yang berakhir dengan mengemis itu tidaklah ada kebaikan padanya.

Andaikata ahlul ilmi menjaga ilmu mereka, niscaya ilmu itu akan menjaga mereka.

Andaikata mereka mengagungkannya di dalam jiwa-jiwa mereka, jadi agunglah jiwa mereka.

Akan tetapi mereka menjulurkannya secara terang-terangan dan mengotori kehidupannya dengan ketamakan sehingga menjadi kasar dan jelek([14]).

Dan aku tidak melihat ada orang yang paling pintar dalam mencuri untuk mengeluarkan uang([15]) selain Ikhwanul Muslimin. Mereka menggambarkan pada manusia bahwasanya kasus yang mereka menyeru manusia kepadanya adalah Islam, dan jika dana tidak dicurahkan untuk mendukung kasus ini maka orang kafir akan mengalahkan Islam. Dan demikianlah kasus disusul oleh kasus yang lain.” (“Dzammul Mas’alah”/hal. 216).

 

Bab Kesebelas: Upaya Luqman Ba Abduh Melarikan Orang Dan Menghalangi Mereka Dari Darul Hadits Dammaj

 

Upaya Luqman untuk melarikan dan menghalangi manusia dari Darul Hadits di Dammaj markiz Dakwah Salafiyyah merupakan perkara yang telah tetap tanpa diragukan lagi, dan tak mungkin dirinya untuk mengelak. Banyak dari perbuatannya yang menunjukkan usahanya untuk membikin manusia merasa tidak butuh kepada Syaikhuna Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh-.

Yang demikian itu adalah keadaan musuh para Rosul. Alloh ta’ala berfirman:

tûïÏ%©!$#(#ÿrãxÿx.÷bÎ)!#x‹»ydHwÎ)玍ÏÜ»y™r&tû,Î!¨rF{$#ÇËÎÈ   öNèdurtböqyg÷Ytƒçm÷Ytãšcöqt«÷Ztƒurçm÷Ztã(bÎ)urtbqä3Î=ôgãƒHwÎ)öNåk|¦àÿRr&$tBurtbrããèô±o„ÇËÏÈ  

“Orang-orang kafir itu([16]) berkata: “Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu.” Dan mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Quran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari.” (QS. Al An’am: 25-26).

Alloh ta’ala berfirman tentang para munafiqun:

ãNèdtûïÏ%©!$#tbqä9qà)tƒŸw(#qà)ÏÿZè?4’n?tãô`tBy‰YÏãÉAqߙu‘«!$#4_®Lym(#q‘ÒxÿZtƒ3¬!urßûÉî!#t“yzÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚö‘F{$#ur£`Å3»s9urtûüÉ)Ïÿ»uZãKø9$#Ÿwtbqßgs)øÿtƒÇÐÈ  

“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” (QS. Al Munafiqun: 7)

Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Kami tidak mengharapkan dari ulama ilmu kalam dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang punya penyimpangan untuk mengagungkan sunnah Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam-, bahkan kebiasaan mereka adalah melarikan orang dari sunnah tadi, dan menggelari para pembawanya dengan gelar-gelar yang membikin orang lari. Ibnu Qutaibah telah menyebutkan di dalam kitabnya “Ta’wil Mukhtalaful Hadits” banyak gambaran tentang ejekan mereka terhadap Ahlussunnah, akan tetapi Alloh tidak mau kecuali menolong Ahlussunnah dan menghinakan ahlul bida’, Walhamdulillah.” (“Rudud Ahlil ‘Ilmi”/hal. 27).

          Beliau -rohimahulloh- juga berkata: “Dan hizbiyyah yang merusak para pemuda ini wajib bagi seorang Muslim untuk lari darinya bagaikan dirinya lari dari singa. Terkadang hizbiyyah tadi membawa pelakunya kepada titik puncak berupa peperangan terhadap Islam. Lihat Al Ikhwanul Muflisun itu bagaimana mereka memerangi dakwah Ahlussunnah, melarikan orang darinya, dan menggelari mereka dengan gelar-gelar yang yang membikin orang lari darinya lebih besar daripada dulunya Mu’tazilah menggelari Ahlussunnah –sampai pada ucapan beliau:- mereka tidak meninggalkan satu gelar yang bisa melarikan orang dan mereka bisa mengucapkannya kecuali mereka lemparkan kepada Ahlussunnah. Semoga Alloh memerangi hizbiyyah.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 197).

          Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata: “Demi Alloh sungguh aku mengkhawatirkan kebanyakan dari sekte-sekte, kelompok-kelompok dan orang-orang akan terjatuh ke dalam kekufuran dari sisi mereka tidak berpegang dengan kehakiman Alloh dalam pokok-pokok agama, dan bahkan dalam perkara cabangnya. Aku mengkhawatirkan banyak dari mereka jika telah tegak hujjah kepadanya, dan jelas baginya kebenaran lalu dia tetap bersikeras untuk menentang dakwah kepada tauhid dan dakwah yang memerangi syirik dan bid’ah, dan dia juga bersikeras untuk menentang para pembawanya, memerangi mereka, dan menghasung manusia untuk memerangi mereka, serta melarikan manusia dari mereka dan dari dakwah mereka, padahal itu adalah dakwah para Nabi, Rosul, orang-orang yang melakukan perbaikan, yang ikhlas dan jujur. Maka orang tadi jika telah tegak padanya hujjah dan tetap seperti itu akan terjatuh ke dalam lubang kekufuran.” (“Manhajul Anbiya fid Da’wati Ilalloh”/hal. 5).

Beliau -hafizhohulloh- juga berkata tentang sururiyyun: “Sungguh mereka telah menyelisihi Salaf di dalam pokok-pokok manhaj yang banyak dan berbahaya, di antaranya adalah: mereka memerangi Ahlussunnah, melarikan orang dari mereka, kitab-kitab dan kaset-kaset mereka, dan kebencian terhadap mereka, memusuhi mereka, serta dendam yang hebat terhadap mereka.” (kitab beliau “As Sururiyyah Khorijiyyah `Ashriyyah” hal. 2).

Beliau juga berkata tentang keadaan ahlul bida’: “Karena itulah engkau melihat mereka itu menempuh berbagai metode untuk menghalangi ahlul haq, terutama para pemuda, dari manhaj Alloh yang benar ini. Mereka punya jalan-jalan yang mereka telah ahli dalam mempergunakannya. Merka juga punya cara-cara yang mereka telah pintar memakainya, dan mereka mendidik para pemuda mereka di atasnya. Engkau dapati dirinya tidak tahu bagaimana berwudhu, tapi dia pandai untuk menyodorkan syubuhat dan membikin keraguan, merusak reputasi orang, melarikan orang dari kebenaran dan pembela kebenaran. Terkadang engkau dapati dia sangat pintar melakukan ini semua. Kita berlindung pada Alloh.” (“Al Mauqifush Shohih”/hal. 3).

          Beliau -hafizhohulloh- berkata: “telah diketahui juga bahwasanya ahlul bida’ melontarkan sifat “keras” kepada orang yang tidak demikian dengan tujuan melarikan orang darinya dan dari kebenaran yang dia menyeru kepadanya dan membela kebenaran tadi.” (pengantar beliau untuk kitab “Ijma’ul ‘Ulama ‘Alal Hajr” karya Kholid Azh Zhufairiy).

          Syaikh kami, sang bapak yang mulia, Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- berkata tentang sarana hizbiyyin dalam memerangi dakwah Salafiyyah: “Sarana kesembilan: melarikan secara langsung dari dakwah Salafiyah dengan ucapan mereka: “Orang-orang itu suka men-jarh orang, mereka itu mencela ulama, mereka itu menggunjing, mereka itu menyibukkan diri mereka dengan membicarakan manusia.” Ini merupakan upaya melarikan manusia secara langsung. Ada juga upaya yang tidak secara langsung, dan sarana ini lebih luas dan keras serta lebih berbahaya daripada yang pertama, dan dia itu satu jenis dari upaya untuk menjadikan manusia merasa tidak butuh kepada ulama sunnah dan pengambilan ilmu dari mereka, dan ceraan terhadap kemampuan ilmiyah mereka.” (“Adhrorul Hizbiyyah”/hal. 43).

Akan kunukilkan apa yang ditulis oleh sebagian pelajar di situs “Al Ulumus Salafiyyah”:

Al Akh Abul Fida As Sudaniy -hafizhohulloh- berkata bahwasanya mereka berjumpa dengan Asy Syaikhul Muhadditsul ‘Allamah Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- pada awal hari dari hari-hari ‘Idul Fithr yang diberkahi pada tahun 1429 H, lalu mereka bertanya pada beliau tentang orang yang memperingatkan manusia dari Dammaj, maka beliau berkata: “Orang ini adalah pengekor hawa nafsu.” Inilah yang dikabarkan kepadaku oleh saudara kita tersebut lewat telpon kurang lebih dua hari yang lalu.

Lalu pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan kita ini (Romadhon 1429 H) saudara kita yang mulia Aiman Asy Syiwafiy -hafizhohulloh- berkata pada Asy Syaikhul Mujahid Robi’ bin Hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- tentang orang yang memperingatkan manusia dari belajar di Dammaj, maka beliau menjawab dengan marah: “Aib, aib, aib pertanyaan seperti ini. Apakah ada orang di sana yang memperingatkan manusia dari belajar di Dammaj?” sampai di sini ucapan Asy Syaikh Robi’, dan saat itu dialog berlangsung di rumah beliau. Demikianlah saudara kita Sa’id Ad Daubahiy Al Abyaniy -hafizhohulloh-.

Al ‘Allamah al Mujahid Robi’ul khoir -hafizhohulloh- berkata tentang orang yang melemahkan semangat para pelajar yang hendak berangkat ke markiz yang agung ini: “Mereka itu sebagaimana perkataan sang penanya adalah (quththo’ thuruq) para perampok. Kenapa mereka memperingatkan manusia dari belajar di Dammaj? Dammaj adalah markiz yang di situ seluruh ilmu (agama) dipelajari. Demi Alloh tidaklah memperingatkan manusia dari belajar di situ kecuali orang yang ingin menghalangi orang dari jalan Alloh. Dan demikian pula saudara-saudaranya: Darul hadits yang lain.”

Selesai penukilan.

          Saudara kita Ghozi As Sulamiy As Sa’udiy –salah seorang murid Asy Syaikh Robi’ hafizhohumalloh- mengabari kami bahwasanya dia mendengar dari saudara kita Muhammad As Samidiy -hafizhohulloh- bahwasanya saudara kita Yunus Al Hudaidiy –salah seorang murid Asy Syaikh Robi’ hafizhohumalloh- mengunjungi Dammaj pada akhir Syawwal 1429 H dan mengabarkan bahwasanya Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- menyampaikan salam pada Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy dan menyampaikan padanya bahwasanya barangsiapa mencela Dammaj maka celalah dirinya, baik dia itu besar ataupun kecil.

 

Bab Kedua Belas: Kebencian Luqman Terhadap Penyebaran Kebenaran Yang Membongkar Jati Dirinya

 

Perkara ini merupakan perbuatan orang-orang kafir dan munafiq. Alloh ta’ala berfirman:

#sŒÎ)ur4’n?÷Gè?öNÎgøŠn=tæ$uZçF»tƒ#uä;M»oYÉit/ڒ͍÷ès?’ÎûÍnqã_ãršúïÏ%©!$#(#rãxÿx.tx6ZßJø9$#(šcrߊ%s3tƒšcqäÜó¡o„šúïÏ%©!$$Î/šcqè=÷GtƒöNÎgøŠn=tæ$uZÏG»tƒ#uä3ö@è%Nä3ã¥Îm;tRésùr&9ht±Î0`ÏiBâ/ä3Ï9ºsŒ3â‘$¨Y9$#$ydy‰tãurª!$#šúïÏ%©!$#(#rãxÿx.(}§ø©Î/ur玍ÅÁyJø9$#ÇÐËÈ  

“Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah: “Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, Yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. Al Hajj: 72).

Dari ‘Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- yang berkata: “… mereka berkata Ibnud Dughunnah: “Perintahkan Abu Bakr untuk menyembah Robbnya di rumahnya, silakan sholat dan membaca apa yang dia mau, dan jangan mengganggu kita dengan ibadahnya itu, dan jangan melakukannya terang-terangan karena kami sungguh khawatir anak-anak dan istri kita akan terfitnah.” (HR. Al Bukhoriy (2296)).

Dan dari Usamah bin Zaid -rodhiyallohu ‘anhuma-, di dalamnya: Maka Abdulloh bin Ubayy Ibnu Salul berkata pada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-: “Wahai kamu, tidak ada yang lebih baik daripada apa yang kamu ucapkan. Jika yang kamu bacakan tadi adalah benar, maka janganlah kamu mengganggu kami dengannya di majelis kami. Pulanglah ke rumahmu, barangsiapa mendatangimu maka bacakanlah padanya.” Al hadits. (HR. Al Bukhoriy (4588) dan Muslim (1798)).

Syaikhul Islam -rohimahulloh- berbicara tentang hizb setan: “Mereka dulunya sudah berupaya untuk tidak muncul dari hizb Alloh dan Rosul-Nya suatu perkataan ataupun kitab. Lalu mereka merasa resah dengan munculnya kitab “Al Akhnaiyyah”([17]) lalu Alloh ta’ala mempekerjakan mereka hingga merekalah yang menampakkan kitab itu berlipat-lipat dari yang demikian tadi dan lebih besar, dan mengharuskan mereka untuk menelitinya dan menelaahnya, yang mana maksud mereka adalah untuk menampakkan kekurangan kitab tadi.” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 58).

          Upaya menghalangi penyebaran kebenaran juga dilakukan oleh Syi’ah, firqotut Tabligh, Sururiyyun, dan kebanyakan dari hizbiyyin. Asy Syaikh Ahmad An Najmiy -rohimahulloh- menyebutkan sebagian dari kebatilan Ikhwaniyyun: “Upaya mereka untuk membungkam setiap orang yang berbicara tentang hizbiyyah mereka dan menerangkan kejelekan dan kekurangan mereka, dan mereka menjadikannya sebagai musuh bagi mereka.” (“Ar Roddusy Syar’iy”/hal. 254).

 

Bab Ketiga Belas: Teror Pemikiran dan Upaya Membikin Takut

 

Luqman berkata: “Ana bilang kepada yang baru pulang dari Yaman itu satu di antara dua kemungkinan, imma komitmen dan akan mengalami kesulitan dalam berdakwah, atau mereka akhirnya hizbiy kayak kita([18]), tasawwul pondoknya kurang dana akhirnya kirm ke muhsinin, telpon kepada muhsinin, inikan sudah hizbiy, ini tasawwul. Imma jadi hizbiy kayak kita, wa imam sulit berdakwah. Pilih salah satu.”

Jawaban pertama: Ini merupakan perkara yang mengherankan dari Luqman dan anak buahnya. Apakah mereka tidak tahu bahwasanya dakwah Nabawiyyah Salafiyyah itu pasti akan mengalami kesusahan dan rintangan? Alloh ta’ala berfirman:

y7Ï9ºx‹x.ur$uZù=yèy_Èe@ä3Ï9@cÓÉ<tR#xr߉tãz`ÏiBtûüÏB̍ôfßJø9$#34’sx.ury7În/tÎ/$ZƒÏŠ$yd#ZŽÅÁtRurÇÌÊÈ  

“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS. Al Furqon: 31)

Alloh Jalla dzikruhu juga berfirman:

÷Pr&óOçFö6Å¡ymbr&(#qè=äzô‰s?sp¨Yyfø9$#$£Js9urNä3Ï?ùtƒã@sW¨BtûïÏ%©!$#(#öqn=yz`ÏBNä3Î=ö6s%(ãNåk÷J¡¡¨Bâä!$y™ùt7ø9$#âä!#§ŽœØ9$#ur(#qä9̓ø9ã—ur4Ó®LymtAqà)tƒãAqߙ§9$#tûïÏ%©!$#ur(#qãZtB#uä¼çmyètB4ÓtLtBçŽóÇnS«!$#3Iwr&¨bÎ)uŽóÇnS«!$#Ò=ƒÌs%ÇËÊÍÈ  

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqoroh: 214).

Adapun dakwah yang tiada kesulitan padanya maka akan timbul keraguan tentang kebenaran jalannya. Maka yang manakah yang akan kamu pilih wahai Luqman?

Jawaban kedua: di manakah tawakkalmu kepada Alloh sampai engkau mengira bahwasanya orang yang tidak mengemis di dalam dakwahnya itu akan tertimpa kesukaran dan kesulitan? Ataukah engkau berkata bahwasanya penghinaan diri dan dakwah Salafiyyah dengan dengan menyodorkan diri kepada kehinaan mengemis itulah yang akan menghilangkan kesukaran dan kesusahan dakwah? Apakah demikian sifat orang yang bertaqwa dan bertawakkal?

Robbmu telah berfirman:

`tBurÈ,­Gtƒ©!$#@yèøgs†¼ã&©!%[`tøƒxCÇËÈ   çmø%ã—ötƒurô`ÏBß]ø‹ymŸwÜ=Å¡tFøts†4`tBurö@©.uqtGtƒ’n?tã«!$#uqßgsùÿ¼çmç7ó¡ym4¨bÎ)©!$#à÷Î=»t/¾Ín̍øBr&4ô‰s%Ÿ@yèy_ª!$#Èe@ä3Ï9&äóÓx«#Y‘ô‰s%ÇÌÈ  

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

Alloh juga berfirman:

4`tBurÈ,­Gtƒ©!$#@yèøgs†¼ã&©!ô`ÏB¾Ín͐öDr&#ZŽô£ç„ÇÍÈ  

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath Tholaq:4)

Umar ibnul Khoththob -rodhiyallohu ‘anhu- berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

«لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى الله حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا».

“Andaikata kalian bertawakkal pada Alloh dengan sebenar-benar tawakkal pada-Nya pastilah Dia akan memberikan rizqi pada kalian sebagaimana memberikan rizqi pada burung-burung, mereka berangkat waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. At Tirmidziy (9/hal. 47), hasan dengan kumpulan sanad-sanadnya sebagaimana dalam “Ash Shohihul Musnad” (986 )).

          Jawaban ketiga: Apakah engkau mengira bahwasanya Alloh akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang beriman dan kokoh di atas jalan-Nya yang lurus dengan bertawakkal pada-Nya? Alloh ta’ala berfirman:

ûÉiïr(Ÿ2ur`ÏiB7p­/!#yŠžwã@ÏJøtrB$ygs%ø—Í‘ª!$#$ygè%ã—ötƒöNä.$­ƒÎ)ur4uqèdurßì‹ÏJ¡¡9$#ãLìÎ=yèø9$#ÇÏÉÈ  

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al ‘Ankabut: 60).

          Sesungguhnya Alloh memberikan rizqi pada seluruh makhluk melata –yang baik ataupun yang jahat- bahkan Alloh juga memberikan rizqi pada para setan, maka bagaimana mungkin Dia tidak memberikan rizqi pada para tentara-Nya yang beriman? Yang demikian itu benar-benar merupakan buruk sangka kepada Robbul ‘alamin.

          Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: “Maka barangsiapa mengira bahwasanya Alloh tidak menolong Rosul-Nya dan tidak menyempurnakan agama-Nya, dan tidak memperkuatnya dan tentara-Nya dan tidak meninggikan mereka dan tidak menjadikan mereka mengalahkan musuh-musuh-Nya, dan bahwasanya Dia tidak menolong agama-Nya dan kitab-Nya, dan bahwasanya Dia akan mempergilirkan kemenangan buat kesyirikan terhadap tauhid, dan kebatilan terhadap kebenaran dengan pergiliran yang terus-menerus sehingga menyebabkan tauhid dan kebenaran pupus dan tak akan tegak lagi selamanya, maka sungguh dia telah berprasangka kepada Alloh dengan persangkaan yang buruk, dan menisbatkannya kepada perkara yang menyelisihi sifat yang layak bagi kesempurnaan dan keagungan-Nya serta sifat-sifat-Nya.” Dst. (“Zadul Ma’ad”/3/hal. 204).

          Jawaban keempat: Alloh ta’ala berfirman:

!$tBz>$|¹r&`ÏB7pt6ŠÅÁ•B’ÎûÇÚö‘F{$#Ÿwurþ’ÎûöNä3Å¡àÿRr&žwÎ)’Îû5=»tGÅ2`ÏiBÈ@ö6s%br&!$ydr&uŽö9¯R4¨bÎ)šÏ9ºsŒ’n?tã«!$#׎Å¡o„ÇËËÈ  

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid: 22)

          Dari Abud Darda’ -rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

«لكل شيء حقيقة وما بلغ عبد حقيقة الإيمان حتى يعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وما أخطأه لم يكن ليصيبه».

“Segala sesuatu itu punya hakikat, dan tidaklah seorang hamba mencapai hakikat keimanan sampai dia mengetahui bahwasanya apa yang menimpanya tak akan meleset darinya, dan bahwasanya apa yang meleset darinya tak akan menimpanya.” (HR. Ahmad/6/hal. 411) dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- dalam “Ash Shohihul Musnad” (1046)).

          Maka untuk apa engkau dan para pengikutmu melakukan kehinaan demi mendapatkan rizqi yang telah ditetapkan setelah pena taqdir diangkat dan lembaran-lembaran taqdir telah kering? Mencari penghasilan itu harus dengan memperhatikan rizqi yang baik.

          Dari Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu- yang berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ: }يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ{ وَقَالَ: }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ{». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ».(أخرجه مسلم (1015))

“Wahai manusia, sesungguhnya Alloh itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Alloh itu memerintahkan kepada para Mukminin dengan apa yang diperintahkan-Nya kepada para Rosul. Alloh berfirman: “Wahai para Rosul, makanlah dari yang baik-baik dan beramallah yang sholih, sesungguhnya Aku Mahatahu apa yang kalian amalkan.” Dan juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang Kami rizqikan pada kalian.”

Lalu Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- menyebutkan seseorang yang panjang safarnya, rambutnya kusut dan berdebu, dia menjulurkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: “Wahai Robb, wahai Robb”, sementara makanannya itu harom, minumannya harom, dan pakaiannya itu juga harom, dia juga diberi gizi dari yang harom, maka bagaimana permintaannya akan dikabulkan?” (HR. Muslim (1015)).

 

Dari Jabir bin Abdillah -rodhiyallohu ‘anhuma- yang berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ ».

“Wahai manusia, bertaqwalah kalian pada Alloh, dan perbaguslah pada pencarian, karena sesungguhnya suatu jiwa itu tak akan mati sampai dicukupi rizqinya sekalian terasa lambat. Maka bertaqwalah kalian pada Alloh, dan perbaguslah pada pencarian, ambillah apa yang halal, dan tinggalkanlah apa yang harom.” (HR. Ibnu Majah (6/hal. 452) dan yang lainnya, hadits hasan. Dan dihasankan dengan gabungan sanadnya oleh Al Imam Al Albaniy -rohimahulloh- dalam “Ash Shohihah” (6/hal. 865)).

          Jawaban kelima: Alangkah jauhnya dirimu wahai Luqman dari kekokohan syaikhmu Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- yang berkata: “Maka dakwah itu di sisi kami lebih mulia daripada jiwa, keluarga dan harta kami. Kami siap meskipun harus makan tanah dalam keadaan kami tidak mengkhianati agama dan negri kami, dan tidak bersikap “talawwun” (muka ganda). “Talawwun” bukanlah karakter Ahlussunnah.” dst (“Al Ba’its ‘ala Syarhil Hawadits” hal. 57).

Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata pada Ibnu Abdil Kholiq: “Kebenaran itu -wahai Abdurrohman- lebih besar daripada langit dan bumi dan lebih besar daripada kelompok-kelompok yang kau bela. Dan dia itu lebih kami cintai daripada anak-anak dan kerabat. Maka tak mungkin bagi kita untuk mendiamkan kelompok ataupun partai yang menyelewengkan agama Alloh. Bahkan kami akan menampakkan kebenaran –dengan seidzin Alloh-. Dan kami mohon pada Alloh agar mencatat hal itu di dalam lembaran-lembaran kebaikan kami. Dan tak akan membahayakan kami orang ini dan itu berkata,”Ini adalah cercaan dan makian”. Ini adalah termasuk teror psikologis dan propaganda batil yang dimurkai oleh Alloh, malaikat-Nya dan para mukminin.” (“Jama’ah Wahidah”/ Syaikh Robi’/hal.  92).

Maka dakwah Salafiyyah itu sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh-: “… beban manhaj Salafiy yang berat yang tidak dipikul kecuali oleh orang-orang jujur dari para pria. Alloh ta’ala berfirman:

|=Å¡ymr&â¨$¨Z9$#br&(#þqä.uŽøIãƒbr&(#þqä9qà)tƒ$¨YtB#uäöNèdurŸwtbqãZtFøÿãƒÇËÈ  

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al ‘Ankabut: 2)

(“Jinayatu Abil Hasan”/hal. 93).

Alangkah pemberaninya Syaikhuna Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- ketika berkata: “Sungguh kami telah menghibahkan jiwa kami untuk dakwah salafiyyah dan kami tidak mencari dengannya pengganti.

}فماذا بعد الحق إلا الضلال فأنى تصرفون{

 “maka tidak ada setelah kebenaran selain kesesatan. Maka ke manakah kalian dipalingkan?”” (kitab “Adhrorul Hizbiyyah”/Syaikh Yahya -hafidhahulloh-/hal. 37-38)

          Jawaban keenam: upaya Luqman Ba Abduh untuk menakut-nakuti para Salafiyyin bukanlah perkara yang baru. Dulu dia, Muhaimin, dan Nur Wahid mengancam sebagian Salafiyyin di kota Semarang di bulan Romadhon 1429 H agar tidak menerima saudara kita Abu Hazim -hafizhohulloh- untuk mengajarkan tajwid, sebagaimana mengabarkan kepada kami saudara kita Abu Hazim, Abu Yahya dan yang lainnya -hafizhohumulloh-.

Muhaimin dan sebagian orang yang bersamanya juga mengirimkan SMS-SMS teror yang berulang-ulang dengan nomor yang berbeda-beda, akan tetapi Alloh enggan kecuali tetap berlangsungnya pelajaran tajwid tadi, walhamdulillah.

          Jawaban keenam: Perkataanmu: “Atau mereka akhirnya hizbiy kayak kita dengan tasawwul.”

Kami katakan: segala puji bagi Alloh yang menjadikan dirimu mengucapkan kebenaran sehingga engkau mengakui bahwasanya dirimu adalah hizbiy setelah engkau bersembunyi bertahun-tahun, dan setelah upaya kerasmu untuk melemahkan firasat Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy bahwasanya beliau merasa khawatir bahwasanya engkau adalah hizbiy yang disusupkan. Penyair berkata:

إذا لم يكن من الله عون للفتى

 

فأول ما يجني عليه اجتهاده

“Jika anak muda tidak mendapatkan pertolongan dari Alloh, maka yang pertama kali akan menjahatinya adalah ijtihadnya sendiri.”

          Jawaban ketujuh: Teror pemikiran merupakan perbuatan musuh para Nabi dan Rosul untuk menggoncangkan tapak-tapak kaki tentara Alloh. Dan tidaklah makar yang jelek itu menimpa kecuali kepada pelakunya sendiri. Para peneror yang ada sekarang merupakan keturunan (pewaris) dari para pendahulu yang mana Alloh ta’ala berfirman tentang mereka:

*ûÈõ©9óO©9ÏmtG^tƒtbqà)Ïÿ»oYßJø9$#tûïÏ%©!$#ur’ÎûNÎgÎ/qè=è%ÖÚt¨BšcqàÿÅ_ößJø9$#ur’ÎûÏpuZƒÏ‰yJø9$#š¨ZtƒÎøóãZs9öNÎgÎ/¢OèOŸwštRrâ‘Îr$pgä†!$pkŽÏùžwÎ)Wx‹Î=s%ÇÏÉÈ   šúüÏRqãèù=¨B($yJuZ÷ƒr&(#þqàÿÉ)èO(#rä‹Ï{é&(#qè=ÏnFè%urWx‹ÏFø)s?ÇÏÊÈ

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.” (QS. Al Ahzab: 60-61).

Dan teror psikologi macam ini juga merupakan perbuatan Salman Al ‘Audah dan Ikhwaniyyun, juga Abul Hasan Al Mishriy, Hasan bin Farhan Al Malikiy, Hamzah bin Muhammad Al Millibariy, Abdul Hafizh bin Malik Ash Shufiy, demikian pula Quthbiyyun dan ‘Adnan ‘Ar’ur.

(Syaikhunal fadhilul Mufid Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- menambahkan: terakhir, wahai Luqman, kukatakan padamu bahwasanya ini adalah dakwah para Nabi dan Rosul -shollallohu ‘alaihim wasallam-, tegak di atas kejujuran, kelurusan, keterjagaan dari kerendahan, mereka tidak meminta upah kepada manusia, bahkan masing-masing dari mereka berkata:

!$tBuröNä3è=t«ó™r&Ïmø‹n=tãô`ÏB@ô_r&(÷bÎ)y“̍ô_r&žwÎ)4’n?tãÉb>u‘tûüÏJn=»yèø9$#ÇÊÉÒÈ  

“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS. Asy Syu’aro: 109).

 

Bab Keempat Belas: Menampakkan Sikap Rujuk Atau Menyebarkan Berita Rujuk

 

Di antara kebatilan Luqman Ba Abduh adalah: manakala upayanya untuk memalingkan perhatian manusia dari Darul Hadits di Dammaj ke Darul Bathoth([19]) di Syihr tersingkap maka diapun menampakkan sikap rujuk dan berhenti. Tapi manakala dia mendapati kesempatan pada kali yang lain dan mengira bahwasanya otot-ototnya menguat kembalilah dirinya melancarkan serangan -dengan bentuk yang lebih jelas- kepada pemimpin dakwah Salafiyyah yang bersih Asy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohulloh-, dan kepada Darul Hadits yang menjadi sumber Dakwah Salafiyyah.

          Sumber dari metode rujuk politis ini adalah dari setan, lalu diambil oleh Fir’aun dan kaumnya, dan kuffar Quroisy, dan sebagian Yahudi, sebagian Nashoro, dan juga makar dari Susan Al Qodariy di Iroq, juga Ghoilan Al Qodariy, salah seorang Jahmiyyah, juga Al Hallaj, sekte Bathoihiyyah, juga Muhammad Taufiq Al ‘Aqlaniy, Abdurrohman Abdil Kholiq, dan Abul Hasan Al Mishriy.

          Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata tentang Abul Hasan Al Mishriy: “Dan aku hampir bisa memastikan dengan alamat-alamat yang ada padaku dan dari ucapan-ucapannya, dan keadaannya serta keadaan orang yang seperti dirinya yang aku pelajari selama ini bahwasanya tidaklah dirinya itu melakukan koreksi terhadap kitabnya itu kecuali sekedar makar untuk bisa meneruskan peperangan terhadap Ahlussunnah dalam bentuk orang yang bertobat dan bersih. Maka sikap rujuk seperti ini menyerupai sikap rujuknya ‘Adnan ‘Ar’ur dan yang semisal dengannya dari orang-orang yang sengaja berbuat salah dan bersikeras menentang kebenaran. Orang ini walaupun menampakkan sikap rujuk dalam perkara ini akan tetapi dia tidak rujuk dari manhajnya yang rusak itu.” (“Jinayat Abil Hasan”/hal. 93-95).

Dan ini juga merupakan bagian dari siasat Sholih Al Bakri dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang menyerang Dakwah Salafiyyah dan menyerang para penjaga bentengnya.

 

Bab Kelima Belas: Pengkaburan dan Rusaknya Timbangan Kebenaran

 

          Barangsiapa mendengar perkataan Luqman Ba Abduh –hadahulloh- di dalam kaset tersebut dia akan tahu bahwasanya orang ini pandai dalam melontarkan syubuhat (pengkaburan). Di antara pengkaburan yang dilontarkannya adalah:

Perkataan dia: “Hadza Al Imamul Barbahariy dikatakan: hadza Imam indahu naz’ah takfiriyyah, indahu syathohat, Alloh akbar. Al Imamul Barbahariy penulis kitab Syarhus Sunnah yang kitab ini turn-temurun di syaroh oleh para ulama dinyatakan punya pemikiran takfir, dia punya penyimpangan-penyimpangan. Buktikan! Kita ini para tholabul ilmi bukan orang pasar. Ada takfir hat buktinya?! Siapa pendahulu ente (Asy Syaikh Yahya)?”

            Jawaban pertama: tunjukkan dulu bukti yang menetapkan bahwasanya Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- berkata demikian tentang Al Imam Al Barbahariy.

Jawaban kedua: jika memang Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- mengucapkan itu, maka ketahuilah bahwasanya beliau itu mujtahid, memperhatikan perkataan para tokoh lalu memaparkannya kepada Al Qur’an dan As Sunnah serta manhaj Salaf, lalu beliau menghukuminya sesuai dengan apa yang nampak bagi beliau sebagai bagian dari ibadah pada Alloh dan nasihat bagi umat Islam. Jika penilaian beliau itu benar, maka beliau mendapatkan dua pahala, dan jika salah beliau mendapatkan satu pahala. Maka untuk apa engkau membantahnya demi menjatuhkannya dengan metode ini?

Jawaban ketiga: Jika benar bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- mengucapkan itu, engkau telah tahu bahwasanya para masyayikh hafizhohumulloh –bahkan Al Imam Al Wadi’iy rohimahulloh- mengakui bahwasanya beliau itu tidak berbicara atas dasar hawa nafsunya([20]). Kita tidak mengangkat beliau sampai ke derajat ma’shum (terjaga dari kesalahan), akan tetapi kenyataan dan para tokoh di zamannya bersaksi atas apa yang kami sebutkan tadi. Beliau itu berbicara dengan ilmu dan hujjah. Jika engkau mau melihat kembali pada “Syarhus Sunnah” Al Imam Al Barbahariy engkau akan dapati dalil yang menunjukkan adanya perkara-perkara yang butuh pada penakwilan agar tidak ada orang yang menyangka bahwasanya beliau ini –Al Barbahariy rohimahulloh- mudah mengkafirkan orang. Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- juga mendoakan rohmat bagi beliau, dan kitab ini masih terus-menerus diajarkan di markiz ini. Maka mengapa engkau membantah beliau dengan cara ini dalam upayamu untuk menjatuhkannya dan menjatuhkan kerja keras beliau dalam membela sunnah yang murni?

(Syaikhunal fadhil Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh-: Bahkan Syaikh kami mengajarkan kitab tadi, memberikan catatan kaki dengan catatan-catatan yang berharga, dan saat itu ada di zaman Syaikhunal Imam Al Mujaddid Al Wadi’iy -rohimahulloh-. Demikian pula Asy Syaikh Al Mujahid Ahmad An Najmiy -rohimahulloh- punya catatan kaki dan kritikan terhadap kitab “Syarhus Sunnah” tersebut, maka waspadalah. Demikian pula Syaikhunal Wadi’iy -rohimahulloh- punya perkataan yang mendekati perkataan Syaikhuna Yahya –ro’ahulloh-. Maka apa lagi wahai Ruwaibidhoh?([21])).

Jawaban keempat: Tiada seorangpun dari para imam –selain para Nabi- yang terjaga dari ketergelinciran. Ibnu Hajm telah terjatuh ke dalam pemikiran Jahmiyyah, Abul Hasan Al Asy’ariy terpengaruh oleh ilmu kalam. Al Qodhi ‘Iyadh, Al Maziriy, Al Qurthubiy penulis “Al Jami’” dan Al Qurthubiy penulis “Al Mufhim”, An Nawawiy, Ibnu Hajr dan Ibnul Atsir terjatuh dalam pengaruh As’ariyyah. Fairuz Abadiy (pengarang “Al Qomusul Muhith”) dan Al Alusiy pengarang “Ruhul Ma’aniy” terjatuh ke dalam tashowwuf. Contoh-contoh dalam bab ini banyak. Apakah jika kami berkata tentang mereka dengan apa yang mereka memang pantas mendapatkannya –sebagai nasihat buat umat agar tidak terjatuh ke dalam ketergelinciran yang para imam tadi terjatuh padanya- dengan tetap menghormati mereka berarti telah menghinakan mereka?

Jawaban kelima: Apakah keadaan kitab “Syarhus Sunnah” karya Al Barbahariy yang berpidah-pindah dari generasi ke generasi di tangan Ahlussunnah itu menghalangi seorang alim yang ahli untuk memberikan kritikan yang benar? Ini dia syarh An Nawawiy terhadap Shohih Muslim ada di tangan salafiyyun dari generasi ke generasi. Demikian pula “Al ‘Aqidatuth Thohawiyyah”, “Fathul Bari”, “Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an” karya Al Qurthubiy, “Ahkamul Qur’an” karya Ibnul ‘Arobiy, “Ikmalul Mu’lim”, “Al Muhalla”, “Ihkamul Ahkam”, kitab-kitab Abu ‘Amr Ad Daniy, “Lum’atul I’tiqod”, “Al ‘Aqidatus Safariniyyah” dan yang selainnya, semua itu dipelajari di markiz-markiz Salafiyyin, tapi tidak menghalangi untuk pengarangnya dikritik oleh seorang yang alim dan penasihat. Bahkan orang yang menjelaskan kesalahan-kesalahan tadi kepada umat harus disyukuri, dan cukuplah yang demikian itu sebagai wujud nasihat bagi umat. Para penasihat ada di satu lembah, sementara Luqman Ba Abduh ada di lembah yang lain.

Jawaban keenam: Sebagian ulama telah mengkritik Qotadah bin Di’amah, Mis’ar Bin Qidam, Waki’, dan Al Hasan bin Sholih bin Hayy. Al Imam Ibnu Ma’in dan Sa’d bin Hassan telah mencela Hassan bin ‘Athiyyah dalam masalah qodar. Al Imam Al Albaniy -rohimahulloh- mengkritik Asy Syaikh Isma’il Al Anshoriy bahwasanya beliau itu bodoh tentang hadits. Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- mengomentari Al Imam As Sijziy -rohimahulloh- bahwasanya beliau goncang dalam masalah sebagian sifat Alloh. Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy juga berkata bahwasanya Al Imam Sa’d bin Ali Az Zinjaniy -rohimahulloh- terkena debu Asya’iroh. Bersamaan dengan itu para ulama tidak berkata bahwasanya para pengritik tadi telah menghina ulama. Selama faktor pendorongnya adalah ilmu, nasihat dan agama serta ijtihad, bukan hawa nafsu ataupun fanatisme, maka perkara seperti ini([22]) di antara Ahlussunnah bisa untuk tidak dibesar-besarkan. Akan tetapi hal ini memang tidak dipahami oleh para pengekor hawa nafsu dan kebodohan.

وعين الرضا عن كل عيـب كليـلة

 

كـما أن عين السـخط تبـدي المسـاويا

“Mata keridhoan itu lemah terhadap segala kekurangan, sebagaimana mata kemurkaan itu menampakkan berbagai kejelekan.”

          Jawaban ketujuh: Adapun perkataanmu terhadap Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh-: “Siapakah pendahulumu dengan tuduhan seperti ini?” maka Asy Syaikh Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- telah menjawabnya.

Dan juga beliau itu mujtahid. Bahkan beliau adalah orang yang alim, imam, dan faqih sebagaimana telah bersaksi untuk beliau para tokoh terkemuka. Justru kamulah yang berhak untuk ditanya: “Siapakah pendahulumu dari kalangan para imam yang menyatakan bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- itu haddadiy? Orang yang paling tahu tentang kebusukan Haddadiyyah adalah Asy Syaikh Al Imam Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh-([23]) . Maka manakah ucapan beliau bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy adalah haddadiy? Tampilkanlah pada kami, dan jangan bersikap pelit.

Bahkan kamu itu termasuk orang yang paling butuh untuk merujuk kembali ucapan Al Imam Ahmad  kepada Al Maimuniy -rohimahumalloh-: “Wahai Abul Hasan, hindari olehmu berbicara tentang suatu masalah yang dirimu tidak punya imam di situ.” (“Siyar A’lamin Nubala”/11/hal. 296).

Dan apakah engkau telah mencapai derajat imam, faqih, alim, dan mujtahid hingga engkau berkata yang demikian tadi?

          Jawaban kedelapan: (Asy Syaikh Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- menambahkan: Syaikhuna Yahya Al Hajuriy –ro’ahulloh- telah menyelesaikan ucapan-ucapan beliau yang menjelaskan bahayanya pemikiran haddadiyyah yang berlebihan dan menyimpang itu, dan juga menjelaskan bahayanya para pelakunya terhadap dakwah Salafiyyah. Syaikh kita –semoga Alloh memeliharanya- membenci ghuluw (sikap berlebihan), menjauhkan orang darinya, dan memperingatkan manusia darinya. Gelar “Haddadiy” telah menjadi syi’ar orang yang menentang dakwah Salafiyyah yang bersih dan menentang para penjaga bentengnya, sejak zaman Abul Hasan sampai masa Abdurrohman Al ‘Adniy dan para penolongnya.)

Dengan jawaban in semua aku nasihatkan pada dirimu –wahai Luqman-: Jika rumahmu itu dari kaca, maka janganlah engkau sekali-kali melempari rumah orang dengan batu([24]).

          Di antara pengkaburan yang dilakukan Luqman Ba Abduh –hadahulloh- juga adalah ucapannya: ((أخبرني مهيمين (كان في دماج) ونور واحد: إن محسنا يتحداني أن نباهل كما في محاضرته في “سمارانج”. والذي في اليمن يتحدى الحجوري بالمباهلة كلَّ من لم يوافقه في أن عبد الرحمن حزبي. الله أكبر، هذا مضحك. –إلى قوله:- الشيخ البخاري والشيخ محمد والشيخ ربيع والشيخ عبيد كلهم يتحداهم بالمباهلة. هذه كفتنة الحدادي).)

          Jawaban kami yang pertama: sebagian dari para penasihat telah membantah para pendahulumu yang mendatangkan kritikan dan bantahan itu tadi, dan menyingkap kelemahan syubuhat mereka. Barangsiapa mengikuti malzamah-malzamah itu tadi dia akan mendapatkan jawabannya, maka aku tidak butuh untuk mengulanginya.

Jawaban kedua: aku ingin menambahimu pukulan dengan perkataan Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- : di antaranya adalah –yaitu faidah dari kisah utusan dari Najron-: bahwasanya sunnah di dalam perdebatan dengan ahlul batil jika hujjah Alloh telah tegak terhadap mereka, dan mereka tak mau rujuk tapi bahkan bersikares untuk menentang adalah: hendaknya mereka diajak untuk bermubahalah. Alloh subhanahu telah memerintahkan Rosul-Nya untuk itu, dan tidak berfirman: “Umatmu sepeninggalmu tidak boleh untuk bermubahalah.” Anak dari paman beliau –Abdulloh bin Abbas- telah mengajak bermubahalah kepada orang yang mengingkari beliau dalam beberapa masalah furu’ (cabang, bukan pokok), dan para Shohabat tidak mengingkari beliau atas tantangan tadi. Al Auza’iy telah mengajak bermubahalah dalam masalah mengangkat tangan (dalam sholat), dan Ats Tsauriy tidak mengingkarinya. Dan ajakan mubahalah ini termasuk dari kesempurnaan hujjah.” (“Zadul Ma’ad”/ kisah utusan dari Najron).

Jawaban ketiga: perselisihan di antara Ahlussunnah dengan kalian –wahai hizbiyyun Barmakiyyun- merupakan perselisihan antara para pemilik hujjah dan bukti-bukti serta kejujuran, melawan para pemilik syubuhat, pengkaburan dan kebodohan. Maka dari sisi mana kamu berkata: “Ini menggelikan”? bahkan mubahalah ini adalah bagian dari syariat. Apalah engkau menertawakan syariat Alloh?

Jawaban keempat: tunjukkanlah pada kami satu dalil yang melarang mubahalah terhadap seorang muslim yang membangkang.

Jawaban kelima: telah Nampak kekuatan dalil-dalil mubahalah, maka tidaklah tersisa untuk para pembangkang selain ejekan untuk menutupi rasa takut yang ada di dalam jiwa-jiwa mereka, maka mereka tidak mau menjawab tantangan mubahalah.

Jawaban keenam: Engkau wahai Luqman, Muhammad ‘Afifuddin, Muhaimin, Nur Wahid, dan Muhammad Barmin, kalian semua menolak hujjah-hujjah yang bercahaya dari syaikh kami terhadap hizbiyyah ibnai Mar’i, bahkan kalian membikin makar terhadap beliau. Maka tiada yang tersisa untuk syaikh kami sang mujahid kecuali kembali pada Robbnya dan Maulanya dengan memohon pada-Nya agar membenarkan kebenaran dan membatalkan kebatilan dan mubahalah yang disyariatkan. Maka datanglah kalian kemari, ke Dammaj yang dia itulah markiz induk yang menjadi sasaran hizbiyyun untuk meruntuhkannya, dan marilah kita bermubahalah dan kita berdoa semoga laknat Alloh menimpa orang-orang yang berdusta.

Jawaban ketujuh: Ucapanmu: (الشيخ فلان والشيخ فلان والشيخ فلان كلهم يتحداهم بالمباهلة إلخ)

Kami katakan: sesungguhnya orang-orang yang kamu sebutkan tadi –dengan penghormatan kami kepada mereka- tidaklah lebih tinggi daripada para ulama yang ditantang oleh Ibnu ‘Abbas pada zaman mereka. Dan tidaklah para masyayikh yang kamu sebutkan tadi lebih tinggi daripada Sufyan Ats Tsauriy padahal beliau ditantang oleh Al Auza‘iy -rohimahumalloh-. Apa ada seorangpun dari ulama yang berkata bahwa Ibnu ‘Abbas dan Al Auza’iy termasuk dari haddadiyyin?

Di antara pengkaburan yang dilakukan oleh Luqman juga ucapannya:

(وهذا مركز معبر، مركز الشيخ الإمام قال فيه الحجوري صار ملجأ للحزبيين، وقال: هذا حزبي هرب إلى معبر)

          Jawaban kami yang pertama: Abu Dzarr -rodhiyallohu ‘anhu- berkata:

أمرني خليلي بسبع : -منها:- وأمرني أن أقول بالحق وإن كان مرًّا، وأمرني أن لا أحاف في الله لومة لائم.

“Kekasihku -shollallohu ‘alaihi wasallam- memerintahkanku dengan tujuh perkara: -di antaranya adalah- “Beliau memerintahkan diriku untuk aku mengucapkan kebenaran sekalipun itu pahit, dan memerintahkan diriku untuk tidak takut di jalan Alloh pada celaan orang yang mencela.” (HR. Ahmad (5/159) dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- di “Ash Shohihul Musnad” no. (267)).

          Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Maksudku adalah bahwasanya para ulama kita itu tak punya pilih kasih. Bahkan salah seorang dari mereka berbicara tentang ayahnya dan berkata: “Ayahku lemah haditsnya.” Dia adalah Ali ibnul Madiniy. Yang lain berbicara tentang saudaranya, beliau adalah Zaid bin Abi Unaisah, beliau berkata: “Saudaraku Yahya pendusta.” Maka sudah seharusnya untuk menjelaskan keadaan para ahli bida’ aku menyesalkan sebagian ulama kita pelajarnya campur aduk, yang ini dari Jam’iyatul Hikmah, yang ini ikhwaniy, yang itu demikian. Dulunya sebagian ulama terdahulu berkata: “Aku merasa keberatan kepada setiap ahli bid’ah yang ada di majelisku ini, hendaknya dia pergi dari sini.” (“Tuhfatul Mujib”/hal. 293).

          Kami katakan: inilah yang benar. Sebagian hizbiyyun ketika keluar dari markiz induk Dammaj mereka lari ke Ma’bar, sejak zaman fitnah Abul Hasan, ke fitnah Sholih Al Bakriy, ke fitnah Abu Malik Ar Riyasyiy, ke fitnah kedua syaikh kamu Abdurrohman dan Abdulloh bin Mar’i.

          Jawaban kedua: Sungguh Asy Syaikh Muhammad Al Imam Ar Roimiy -hafizhohulloh- sendiri tahu tingginya kadar Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy –semoga Alloh memeliharanya-, dan kerja keras beliau dalam As Sunnah. Dan terus-menerus keduanya tukar-menukar salam dan nasihat([25]). Maka untuk apa engkau pura-pura menangis terhadap perkara yang tidak diingkari oleh Asy Syaikh Muhammad Al Imam Ar Roimiy -hafizhohulloh- itu sendiri?

          Luqman Ba Abduh punya talbisat (pengkaburan) yang banyak, sebagiannya telah disebutkan dalam risalah ini, maka aku tidak butuh untuk merincinya lagi dalam bab ini karena mencukupkan dengan bab-bab yang terdahulu.

Talbisat merupakan metode seluruh orang sesat. Alloh ta’ala berfirman:

Ÿ@÷dr¯»tƒÉ=»tGÅ3ø9$#zNÏ9šcqÝ¡Î6ù=s?¨,ysø9$#È@ÏÜ»t6ø9$$Î/tbqßJçGõ3s?ur¨,ysø9$#óOçFRr&urtbqßJn=÷ès?ÇÐÊÈ  

“Hai ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS. Ali Imron: 71).

Al Imam Sufyan Ats Tsauriy -rohimahulloh- berkata: “Tiada satu kesesatanpun kecuali dia dalam keadaan punya perhiasan.” (“Al Ibanatul Kubro”/Ibnu Baththoh/no. 447).

Syaikhul Islam -rohimahulloh- berkata: “Tidaklah kebatilan itu laku di kalangan manusia kecuali dengan campuran dari kebenaran sebagaimana ahlul kitab membungkus kebenaran dengan kebatilan disebabkan oleh sedikit kebenaran yang ada pada mereka, dengannya mereka menyesatkan makhluk yang banyak dari kebenaran yang wajib untuk diimani. Dan mereka menyerunya kepada kebatilan yang banyak yang mereka ada di atasnya. Dan kebanyakan orang yang membantah mereka dari kalangan Muslimin tidak pandai membedakan antara kebenaran dan kebatilan, dan tidak menegakkan hujjah yang melenyapkan kebatilan mereka, dan tidak menjelaskan hujjah Alloh yang telah ditegakkan-Nya dengan para Rosul-Nya. Akibat dari keadaan tadi adalah timbulnya fitnah.” (“Majmu’ul Fatawa”/35/hal. 190).

Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: “Hanyalah syubhat itu dinamakan syubhat (kekaburan) karena terkaburkannya kebenaran dengan kebatilan di dalamnya, karena syubhat tadi memakai baju kebenaran di atas badan kebatilan. Kebanyakan manusia adalah orang yang lahiriyahnya bagus, lalu orang yang melihatnya melihat kepada baju yang dipakainya, sehingga dia meyakini keshohihannya. Adapun pemilik ilmu dan keyakinan, maka dia itu tidak tertipu oleh yang demikian itu, bahkan pandangannya melampaui hingga ke bagian dalamnya dan apa yang ada di balik baju tadi, sehingga tersingkaplah untuknya hakikat syubhat tadi. Contohnya adalah dirham palsu. Orang yang tidak paham ilmu penelitian uang akan tertipu karena dia hanya melihat kepada pakaian perak yang melapisinya. Peneliti yang ulung pandangannya akan sampai kepada apa yang di balik lapisan tadi sehingga bisa mendapati kepalsuannya. Suatu lafazh yang bagus dan fasih terhadap syubhat itu bagaikan lapisan perak yang ada di atas dirham palsu tadi, sementara makna dari syubhat tadi bagaikan kuningan yang ada di bawahnya. Berapa banyak alasan seperti tadi (syubhat) sudah membunuh orang yang jumlahnya tidak ada yang bisa menghitungnya selain Alloh.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 140).

Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh- berkata tentang Hizbul Ishlah: “Dakwah merka adalah dakwah hizbiyyah, semuanya dibangun di atas talbisat (pengkaburan).” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 49).

Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata tentang para pembela bid’ah muwazanah (keharusan untuk menyebutkan kebaikan orang yang dikritik kebatilannya): “Mereka adalah kaum yang syiar mereka adalah kedustaan, pengkaburan, dan kesengajaan untuk berbuat salah yang terang.” (“An Nashrul ‘Aziz”/bab: 1/pasal: 4/sesi keempat).

 

Bab Keenam Belas: Upaya Untuk Membuat Makar dan Penipuan

 

Seluruh perbuatan Luqman Ba Abduh yang berupa cercaan terhadap Syaikh kita Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh-, penghinaannya, upaya membikin manusia tidak butuh padanya, membesar-besarkan lawannya, upaya untuk menghalangi manusia dari mata air dakwah Salafiyyah Darul Hadits di Dammaj, dan dari para penjaga bentengnya, dan upaya menghalangi penyebaran malzamah-malzamah dan kaset-kaset yang dikaluarkan dari markiz ini, memboikot orang yang bersama Syaikh kita -hafizhohulloh- dalam fitnah ini, teror psikologis, berlindung di balik ulama untuk meruntuhkan fatwa-fatwa Syaikh kita([26]), membuka pintu baku tolong dengan markiz Al Yaman Al Khoir([27]) di Shon’a, dan perbuatan yang lainnya, itu semua menunjukkan makar Luqman –hadahulloh- terhadap Syaikh kita dan Darul Hadits serta dakwah untuk kembali ke jalan Salaf yang bersih.

Digabungkan dengan perbuatan yang tersebut di atas, kenyataan bahwasanya dirinya manakala upayanya untuk memalingkan perhatian manusia dari Darul Hadits di Dammaj ke Darul Bathoth([28]) di Syihr tersingkap maka diapun menampakkan sikap rujuk dan berhenti. Tapi manakala dia mendapati kesempatan pada kali yang lain dan mengira bahwasanya otot-ototnya menguat kembalilah dirinya melancarkan serangan -dengan bentuk yang lebih jelas- kepada pemimpin dakwah Salafiyyah yang bersih Asy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohulloh-. Dan jangan lupa apa yang terjadi sebelum itu, yaitu upaya kerasnya untuk membatalkan firasat syaikh yang ahli: Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- tentang dirinya. Memang Luqman itu adalah pembikin makar dan tipu daya.

Pembikinan makar merupakan kebiasan musuh para Nabi. Alloh ta’ala berfirman:

y7Ï9ºx‹x.ur$uZù=yèy_’ÎûÈe@ä.>ptƒös%uŽÉ9»Ÿ2r&$ygŠÏB̍ôfãB(#rãà6ôJu‹Ï9$ygŠÏù($tBurtbrãà6ôJtƒžwÎ)öNÍkŦàÿRrÎ/$tBurtbráãèô±o„ÇÊËÌÈ  

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (QS. Al An’am: 123).

 

Hampir semua ahli batil memiliki makar dan tipu daya terhadap kebenaran dan pembela kebenaran di sepanjang sejarah.

Demikian pula para hizbiyyun. Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh-  berkata: “Hizbiyyah itu dibangun di atas kedustaan dan penipuan.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 474).([29])

Syaikh Ahmad An Najmi rohimahulloh berkata,”Seluruh dakwah hizbiyyah dibangun di atas takattum (menyembunyikan suatu rahasia), pengkhianatan, makar, kecurangan, dan talbis.” (“Ar Roddul Muhabbir” hal. 124)

 

(Inilah akhir dari terjemahan baru seri dua untuk kitab “Inbi’atsut Tanabbuh”. Dan dengan dikeluarkannya terjemahan ini, maka terjemahan seri dua yang lama ana nyatakan tidak berlaku lagi. Wallohul muwaffiq).

 

Daftar Isi

Contents

Bab Keenam: Pujian Luqman Terhadap Sebagian Hizbiyyin. 2

Bab Tujuh: Berpura-pura Lembut Dan Akhlaq Yang Mulia. 4

Bab Delapan: Tuduhan Luqman Ba Abduh Terhadap Syaikhuna -hafizhohulloh- Bahwasanya Beliau Mutasyaddid. 9

Bab Sembilan: Luqman Ba Abduh Tak Mau Menerima nasihat 12

Bab Kesepuluh: Para Hizbiyyun Rakus Pada Dunia dengan Nama Dakwah. 13

Bab Kesebelas: Upaya Luqman Ba Abduh Melarikan Orang Dan Menghalangi Mereka Dari Darul Hadits Dammaj 17

Bab Kedua Belas: Kebencian Luqman Terhadap Penyebaran Kebenaran Yang Membongkar Jati Dirinya. 19

Bab Ketiga Belas: Teror Pemikiran dan Upaya Membikin Takut 20

Bab Keempat Belas: Menampakkan Sikap Rujuk Atau Menyebarkan Berita Rujuk. 25

Bab Kelima Belas: Pengkaburan dan Rusaknya Timbangan Kebenaran. 26

Bab Keenam Belas: Upaya Untuk Membuat Makar dan Penipuan. 32

Daftar Isi 33


([1]) Jika ada yang berkata: “Para ulama belum bersepakat bahwasanya Asy Syaikh Abdurrohman dan Abdulloh Ibnai Mar’i itu hizbiy!” Jawabnya adalah: Tiada dalil ataupun dasar dari manhaj Salaf untuk menunggu kesepakatan seluruh ulama dalam menghizbikan orang yang banyak memiliki ciri hizbiyyah. Cukuplah satu penetapan dari seorang alim yang ahli dalam masalah ini. Misalnya adalah: Abul Hasan Al Mishriy hizbiy, walaupun Asy Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad -hafizhohulloh- belum menghukuminya sebagai hizbiy. Mahmud Al Haddad adalah hizbiy meskipun belum semua ulama mamlakah Su’udiyyah menghukuminya sebagai hizbiy, sehingga Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy menyesalkan hal itu. Demikian pula kedua anak Mar’i itu hizbiy meskipun baru sekitar dua belas ulama yang menghukuminya sebagai hizbiy. (selesai tambahan penerjemah).

([2]) Adapun sekarang bulan Robi’ul Awwal 1432 H, kami tidak mendapatkan berita baru tentang itu (catt. Penerjemah)

([3]) Pujian bahwasanya dia itu mujtahid. Dan bisa jadi Luqman berpendapat bahwa mujtahid itu dapat udzur walaupun salah dalam perkara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu manakala Muhammad Al Imam mengeluarkan kitab “Al Ibanah” yang di antara isinya menyebutkan manhaj tadi, kitab ini dielu-elukan para pengikutnya seperti Luqmaniyyun. (catt. Penerjemah).

([4]) Yaitu tentang Abu Hazim -hafizhohulloh- (catt. Penerjemah)

([5])  Ini adalah ungkapan penyesalan. Lihat “Lisanul ‘Arob” (14/hal. 51) (catt. Penerjemah).

([6]) Tambahan penerjemah: bahkan ini merupakan warisan munafiqun. Al Imam Ibnul ‘Utsaimin -rohimahulloh- berkata: “Para munafiqun pada zaman kita ini jika melihat para pelaku kebaikan, dakwah dan amar ma’ruf dan nahi mungkar, mereka berkata: “Mereka adalah para mutazammitun (kelompok yang pasif), dan mereka adalah mutasyaddidun, mereka adalah ushuliyyun (fundamentalis), mereka adalah roj’iyyun (orang-orang yang terbelakang).” Dan ucapan-ucapan yang seperti itu. Maka ucapan ini semua adalah diwarisi dari para munafiqun mada masa Rosul –‘alaihsh sholatu wassalam- sampai pada hari kita ini. Jangan kau katakan,”Tiada di masa kita munafiqun” Bahkan di masa kita ada munafiqun, dan mereka punya alamat yang banyak. Dan Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- telah menyebutkan di dalam kitab beliau “Madarijus Salikin” pada juz pertama sifat-sifat yang banyak dari sifat-sifat Munafiqin. Semuanya dijelaskan dalam Kitabulloh ‘azza wajalla. Maka jika engkau melihat ada orang yang menyindir mukminin dari sana sini maka ketahuilah bahwa dia itu munafiq, wal ‘iyadzubillah.” (“Syarhu Riyadhish Sholihin”/Babush Shidq/1/hal. 127).

([7]) Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Sesungguhnya dakwah masa kini kebanyakannya telah menjadi dakwah-dakwah hizbiyyah.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 122).

([8]) Para hizbiyyun sungguh telah berlebihan dalam merusak citra Ahlussunnah dengan membesar-besarkan syiar “Mereka itu mutasyaddidun”

([9]) Sungguh benar ucapan beliau -rohimahulloh-, kebanyakan para mumayyi’in (orang-orang yang membikin lembek perkara) dan yang suka meremehkan perkara memandang sikap menampilkan kebenaran dengan metode Salafush Sholih sebagai suatu sikap keras, dan bengis.

([10])  Demikian pula dikatakan oleh Syaikhuna Thoriq Al Ba’daniy -hafizhohulloh-. (catt.  Penerjemah)

([11])  Yang beliau maksudkan di sini adalah bahwasanya kasus peperangan di Bosnia dan Herzegovina mereka manfaatkan untuk mengeruk harta muslimin dengan alasan membantu korban perang. (catt. Penerjemah).

([12])  Catt. Penerjemah: ini yang banyak dilakukan oleh sebagian hizbiyyin di Yaman.

([13])  Mar’iy Shufiy yang di Hudaidah.

([14]) Ini adalah terjemahan dari syair Ali Al Jurjaniy sebagaimana dalam “Mu’jamul Adibba” (2/hal. 92).

([15]) Maksud beliau -rohimahulloh- adalah: mengeluarkan uang Muslimin dari dompet-dompet mereka untuk dikasihkan pada Ikhwanul Muslimin. (catt. Penerjemah)

([16]) Catt. penerjemah: bukan berarti sang penulis mengkafirkan Luqman, hanya saja yang dimaksdukan di sini adalah bahwasanya upaya melarikan orang dari kebenaran adalah senjata warisan dari musuh para Rosul -‘alaihimus salam-.

([17])  Salah satu kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh-.

([18])  Ini adalah ejekan dari Luqman. Akan tetapi keadaannya seperti kata Syaikhuna Abu Amr Al Hajuriy -hafizhohulloh-: “Dalam ini ada pengakuan dari Luqman bahwasanya dirinya itu hizbiy.”

([19]) Catatan penerjemah: aslinya adalah Darul Hadits di Syihr, akan tetapi dikarenakan banyaknya proyek-proyek duniawi yang dilakukan oleh Abdulloh bin Mar’i dengan mengatasnamakan dakwah, yang seringnya justru menjerumuskan dakwah ke dalam utang yang sangat besar, maka Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- menjulukinya sebagai Darul Bathoth (pabrik pengolahan kentang).

([20]) Catatan penerjemah: yaitu dalam perkara yang terkait dengan penilaian terhadap para tokoh. Dan kita meyakini bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy tidak ma’shum. Hanya saja jika ucapan beliau sesuai dengan hujjah dan dalil-dalil, maka hal itu menunjukkan bahwa beliau dengan itu ada di atas kebenaran.

([21]) Dua saudara kita yang utama: Irham Al Maidaniy dan Mushlih Al Jawiy -hafizhohumalloh-: “Barangkali Luqman ketika itu membolos dari pelajaran-pelajaran syaikh dia Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- karena kesibukannya dengan sampah.”

Catatan penerjemah: Ruwaibidhoh adalah orang yang hina tapi menyibukkan diri mengurusi perkara yang besar.

([22]) Yaitu kritikan kepada sesama Ahlussunnah yang mencari kebenaran dan bukan tipe pembangkang jika disampaikan kepadanya kebenaran. Adapun hizbiyyun dan ahlul ahwa maka mereka itu tak mau tunduk pada kebenaran walaupun telah dijelaskan dalil-dalilnya. (catt. Penerjemah)

([23]) Bukan berarti kita taqlid pada Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- untuk mengetahui seseorang itu haddadiy atau tidak. Semuanya dikembalikan kepada kekuatan hujjah. (catt. Penerjemah)

([24]) Maksud dari ungkapan ini adalah: hujjah-hujjahmu itu sangat lemah, sekali engkau meludahi Ahlussunnah maka balasannya adalah banjir hujjah dan dalil.

([25])  Ini aku tulis pada tahun 1432 H.

([26]) Fatwa yang diperkuat dengan dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang hingga kini para ulama tadi tak sanggup membantahnya dengan hujjah (catt. Penerjemah)

([27]) Yang dikelola oleh hizbiyyun pengikut Abdulloh Mar’i. (catt. Penerjemah).

([28]) Catatan penerjemah: aslinya adalah Darul Hadits di Syihr, akan tetapi dikarenakan banyaknya proyek-proyek duniawi yang dilakukan oleh Abdulloh bin Mar’i dengan mengatasnamakan dakwah, yang seringnya justru menjerumuskan dakwah ke dalam utang yang sangat besar, maka Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- menjulukinya sebagai Darul Bathoth (pabrik pengolahan kentang).

([29]) Syaikh kita yang utama Abu ‘Amr Al Hajuriy -hafizhohulloh- menunjukkan padaku ucapan Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh-: “… dikarenakan hizbiyyah itu berdiri di atas kedustaan, tipu daya, dan pengkaburan.” (“Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah”/hal. 3).

“RINGKASAN UCAPAN ULAMA UMMAH TENTANG KESESATAN SURURIYYAH”

Disusun Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya Aluth Thuri Al Qudsi Al Indonesia -hafidzhahulloh-
(Markaz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman –Harosahallohu-)

JUDUL ASLI :

RINGKASAN UCAPAN ULAMA UMMAH TENTANG KESESATAN SURURIYYAH

Dengan Muroja’ah:
Para Masyayikh dan Pengajar Markaz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman –Harosahallohu-:
Asy Syaikh Al Fadhil Al Faqih Jamil Bin Abdah Ash Shilwi -hafidzhahulloh-
Dan Asy Syaikh Al Fadhil  Abu Amr Abdul Karim Al Hajuri -hafidzhahulloh-
Dan Asy Syaikh Al Fadhil Al Mujahid Muhammad bin Husain Al ‘Amudi Al ‘Adni -hafidzhahulloh-

Pendahuluan

Segala pujian yang sempurna bagi Alloh Yang telah berfirman:

}وما أمروا إلا ليعبدوا اللَّه مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك الدين القيمة{

“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Alloh dalam keadaan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan condong dari kesyirikan kepada tauhid, dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat, dan itulah agama yang lurus.” (QS Al Bayyinah 5(

Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, yang bersabda:

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى. فمَنْ كانت هجرته إِلَى اللَّه ورسوله فهجرته إِلَى اللَّه ورسوله، ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إِلَى ما هاجر إليه

“Sesungguhnya amalan itu hanyalah sesuai dengan niatnya, dan hanyalah setiap orang itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa hijrohnya itu kepada Alloh dan Rosul-Nya maka hijrohnya itu adalah kepada Alloh dan Rosul-Nya dan barangsiapa hijrohnya itu kepada dunia yang akan diperolehnya atau perempuan yang akan dinikahinya maka hijrohnya itu adalah kepada apa yang diniatkannya.” (HSR Al Bukhori dan Muslim).

Wahai Allah limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian daripada itu:

Maka sesungguhnya Allah ta’laa berfirman :

}وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِين{ .

“Dan demikianlah kami memperinci ayat-ayat dan agar jelaslah jalan orang – orang yang jahat.”

Dan Hudzaifah ibnul Yaman radhiyalloh `anhuma berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي. الحديث

“Dulu orang-orang bertanya kepada Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena aku takut akan menimpa diriku (al hadits)” (HSR Al Bukhori dan Muslim)

Para imam – penjaga agama- zaman ini telah menulis kitab-kitab yang menyingkap kebatilan sururiyah dan memperingatkan umat akan bahaya mereka. Dan Alloh azza wajalla dengan kitab-kitab tadi telah menyelamatkan banyak sekali umat Islam dari cakar dan taring mereka.

Akan tetapi ada dari kalangan umat Islam dua kelompok muslimin yang senang kepada kebaikan, yang mana semangat dan pengetahuan mereka tidak seberapa kuat sehingga mereka mengalami sedikit kesulitan dalam mengambil manfaat dari kitab-kitab yang mubarok tersebut. Dua kelompok tersebut adalah orang awam dan para pemula.

Kemudian ada seorang mulia yang memintaku untuk menyebutkan ringkasan kebatilan sururiyah, agar memudahkan pemahaman kedua kelompok umat yang terancam menjadi sasaran parahizbiyyun.

Maka kusambut permintaan tersebut dengan menulis risalah ini sesuai dengan apa yang dimudahkan oleh Alloh ta`ala. Dan risalah ini adalah semacam ujung pena yang menyebutkan ringkasan kebatilan sururiyyun, dengan harapan bisa mempermudah pengenalan terhadap mereka, dan sebagai peringatan akan pentingnya upaya mempertajam pengetahuan tentang fitnah, dan sekaligus menjadi dorongan untuk kembali kepada kitab-kitab ulama yang membantah kesesatan ahlul bid`ah. Dan kitab-kitab tadi adalah salah satu dari sebab-sebab keselamatan umat, tegaknya urusan mereka, lurusnya agama mereka serta sebagai kemuliaan buat mereka.

Beberapa masyayikh dan pengajar Markaz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman –Harosahallohu- telah berkenan untuk memeriksa tulisan ini. Mereka tersebut adalah:

1- Asy Syaikh Al Fadhil Al Faqih Jamil Bin Abdah Ash Shilwi -hafidhahulloh- (wakil mufti dan pimpinan Markaz Induk Darul Hadits Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri -hafidhahulloh-)

2- Asy Syaikh Al Fadhil Abu Amr Abdul Karim Al Hajuri -hafidhahulloh- (pengajar dan penulis banyak kitab yang bermanfaat)

3- Asy Syaikh Al Fadhil Al Mujahid Muhammad bin Husain Al `Amudi Al `Adni -hafidhahulloh- (pengajar dan penulis banyak risalah bantahan terhadap hizbiyyun)

Dan mereka -hafidhahumulloh- telah berkenan untuk memberikan beberapa perbaikan dan tambahan-tambahan yang penting demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga Alloh membalas mereka dengan kebaikan. Ada beberapa nasihat Asy Syaikh Abu Amr Abdul Karim Al Hajuri -hafidhahulloh- yang sangat penting yang akan diterapkan pada edisi berikutnya Insya Alloh.

Hanya dari sisi Alloh sematalah taufiq itu.

Bab Pertama:

Waspadalah Terhadap Pemikiran Yang Menyerupai Kebenaran, Dari Kalangan Musuh-Musuh Yang Menyamar Sebagai Ahlul Haq

Imam Al Hafidh Abdul Ghoni bin Abdul Wahid Al Maqdisi -rahimahulloh- berkata: “Ketahuilah -rahimakalloh- bahwasanya Islam dan Muslimin tertimpa musibah dari tiga golongan:

1-         Satu kelompok yang menolak hadits-hadits sifat Alloh dan mendustakan para perawinya. Mereka ini lebih berbahaya terhadap Islam dan Muslimin daripada orang-orang kafir.

2-         Satu kelompok yang yang mengakui keshahihan hadits-hadits tersebut dan menerimanya, tapi menta`wilinya (memalingkan maknanya dari lafazh lahiriyahnya tanpa dalil). Maka mereka ini lebih berbahaya daripada kelompok pertama.

3-         Kelompok ketiga yang menjauh dari dua pendapat pertama, dan memilih –dengan persangkaan mereka- pendapat yang mensucikan Alloh, dan mereka itu dusta dengan ucapan tadi, karena sikap tadi secara kenyataan menjerumuskan mereka kepada dua pendapat pertama (ingkar dan ta`wil). Dan mereka ini lebih besar bahayanya daripada dua kelompok pertama.

(“Aqidah Al Hafidh Abdul Ghoni bin Abdul Wahid” hal. 121 lihat “Naqdur Rijal” hal. 113-114)

Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- setelah menyebutkan musuh ahlul haq wat tauhid dari kalangan ilmaniyyun (sekuler), yahudi, nashoro, komunis dan ahlul bida` yang sesat dari kalangan ahlil khurofat, hizbiyyun dan harokiyyun, beliau berkata:

“Dan yang paling kuat tusukannya dan paling keras pengaruhnya adalah ahlul bida` yang menyimpan dendam, karena mereka itu dengan makar dan tipu dayanya serta baju sunnah yang mereka pakai bisa masuk ke seluruh markaz, menerobos lewat setiap saluran dari sekolah-sekolah, kampus-kampus dan masjid-masjid dan sebagainya. Maka mereka bisa membentuk suatu generasi yang membawa pemikiran mereka –semuanya atau sebagiannya- dengan sengaja ataupun tidak. Maka generasi yang telah mereka latih dan mereka bentuk dengan pengawasan langsung mulai bergerak dan menyeru kepada pemikikiran mereka dan membelanya dengan kegiatan di sana-sini di kampus dan sekolah dalam suasana yang susah ini. Yang mana dakwah Alloh butuh kepada pria-pria yang cemburu dan mengangkat bendera dakwah dengan kuat dan tekad untuk menyerang kavaleri kebatilan, tipu daya dan makar, sehingga bisa mengusir balik mereka sampai mundur ke belakang dengan hina.

Tiba-tiba saja ada suara-suara naik dengan membawa nama salafiyyah dan keadilan untuk orang-orang yang mereka gambarkan terdholimi dari kalangan ahlil bida` yang memerangi ahlussunnah wat tauhid di tengah-tengah rumah mereka, dan merusak akal dan akidah dari kebanyakan anak-anak ahlussunnah wat tauhid, dan memperburuk gambar manhaj salafi dan para salafiyyun di mata anak-anak mereka.

Maka mulailah orang-orang yang terkemuka dari generasi tersebut menyerukan manhaj baru dalam mengkritik manhaj-manhaj, dakwah-dakwah dan kitab-kitab serta tokoh-tokoh. Mereka itu mengaku-aku bahwasanya manhaj inilah manhaj yang pertengahan. Maka kebanyakan dari para pemuda dan para penulis mengira bahwa demikianlah adanya bahkan menyatakan bahwa inilah manhaj ahlusnnah wal jama`ah.

Dan beredarlah tulisan-tulisan dari sebagian orang yang menisbatkan diri kepada salaf. Dan kebanyakan para pemuda terpengaruh, terpikat, dan menerimanya karena mereka menyangka bahwa itulah kebenaran dan keadilan. Dan mulailah meresap ke dalam jiwa-jiwa mereka –disayangkan- dalam keadaan mereka itu tidak tahu bahwa manhaj tadi adalah madzhab resapan ke dalam Islam dan muslimin , meresap masuk kepada mereka yang berasal dari musuh-musuh mereka sebagaimana meresapnya pemikiran yang lain ke dalam masyarakat Islam.” (“Naqdur Rijal” hal. 19-20)

Bab Dua
Pendiri Sururiyyah

Sururiyyah adalah firqoh (sempalan) yang dinisbatkan kepada seorang pria haroki (pergerakan) yang bernama Muhammad bin Surur bin Nayif Zainal Abidin yang bermukim di kota kafir London – Inggris. Dulunya dia adalah anggota firqoh khorijiyyah shufiyyah “Al Ikhwanul Muslimin” selama dua puluh tahun, kemudian keluar dari firqoh tersebut dan melontarkan kritikan terhadapnya serta menampakkan sunnah dan membantah beberapa ahli bid`ah sehingga meraih beberapa pujian dari para ulama besar seperti Imam Abdul Aziz ibnu Baz dan Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi`i -rahimahumalloh- dan selainnya.

Ketika terjadi krisis teluk muncullah jati diri mereka sebagai khowarij dan nampaklah kebencian mereka yang sangat terhadap Ahlussunnah dan serangan terhadap Salafiyyin sehingga akhirnya kebanyakan para  ulama mengkritik mereka seperti Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi`i -rahimahulloh-, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan -hafidhahulloh-, Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi, Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi, dan Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholi, dan lainnya -hafidhahumulloh-, dan menetapkan bahwa Muhammad bin Surur dan anak buahnya adalah ahlul bid`ah. (sumber penukilan: lihat kitab-kitab yang tersebut pada bab tiga).

Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi`i -rahimahulloh- berkata: “Telah terang hakikat bahwasanya mereka itu adalah hizbiyyun, dan melarikan orang dari ulama.” (“Tuhfatul Mujib” hal. 144)

Dan Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- berkata: “Maka sesungguhnya aku menasihatkan kepadamu agar engkau menjauhkan diri dari mereka dan lari dari mereka.” (“Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 247)

Dan Fadhilatusy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri -hafidhahulloh- telah menjulukinya sebagai hizbi besar dan bahwasnya dia itu sesat. (“Syar`iyyatun Nush waz Zajr” hal. 46)

Dan ketahuilah bahwasanya Sururiyyah adalah salah satu dari keturunan “Al Ikhwanul Muslimin”, metodenya tidak jauh berbeda dengan metode sang induk. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 145, dan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 224 dan 247.

Bab Tiga
Sebagian Sifat Sururiyyah

1- Marah terhadap manhaj Jarh wat Ta`dil yang dengannya terbongkarlah kejelekan hizbiyyun. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 277

2- Bersembunyi di balik nama Salafiyyah. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 144 dan 148, dan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 247 dan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 239.

Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- berkata tentang sururiyyah: “Memang dia itu adalah jamaah yang benar-benar ada, sekalipun saudara Muhammad Surur mengingkarinya. Jamaah ini ada di negeri Haromain (Makkah dan Madinah), Najd dan Yaman. Dan awal permulaan dari keadaan jamaah ini adalah istiqomah (lurus). Dan sebagaimana perkataan kami yang telah lalu: “Sesungguh seseorang itu bersembunyi dan tidak menampakkan kehizbiyyahannya, kecuali setelah menguat ototnya dan menyangka bahwa kritikan terhadap dirinya itu tidak akan berpengaruh.” (kitab “Ghorotul Asyrithoh” jilid 2 hal. 14)

3- Usaha untuk mengatur jamaahnya dan membentuk Ahlul hall wal `aqd untuk memilih pimpinan jamaah. Ini adalah alamat bahwasanya mereka berusaha untuk membentuk Negara di dalam Negara. Bacalah ucapan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 241.

4- Menampakkan baro` (berlepas diri) dari penamaan “Sururiyyah” bersamaan dengan jelasnya keadaan mereka bahwasanya mereka adalah sempalan yang benar-benar ada wujudnya. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Ghorotul Asyrithoh” jilid 2 hal. 14, dan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 240 dan Syaikh Abu Hammam Al Baidhoni -hafidhahulloh- dalam kitab “Nubdzatun Yasiroh Min A`lam Jaziroh” hal. 81.

5- Bid`ah “muwazanah” (keharusan untuk menyebutkan kebaikan ahlul bid`ah dalam mengkritik mereka). Bacalah “Tuhfatul Mujib”\Bersama Abdurrahman Abdul Kholiq\ soal 139 milik Imam Al Wadi`i -rahimahulloh-, dan kitab “Manhaj Ahlissunnah Wal Jama`ah fi Naqdir Rijal” karya Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dari awal sampai akhir, juga kitab “Al Quthbiyyah Hiyal Fitnah” karya Syaikh Abu Ibrohim bin Sulthon Al `Adnani -hafidhahulloh- dari awal sampai akhir.

6- Berkumpul bersama beberapa dari mubtadi`ah, padahal Ulama Salaf telah sepakat untuk melarang yang demikian. Bacalah tulisan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 241.

7- Bersemangat dalam mengumpulkan harta atas nama dakwah, padahal tujuannya adalah untuk mendukung hizbiyyah mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 146 dan 202.

8- Menyerang dan merampas sebagian masjid Ahlussunnah di Yaman. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 145.

9- Membangun masjid untuk Shufiyyah, dan berlapang dada terhadap Shufiyyah dalam menggunakan masjid Sururiyyah untuk menyelenggarakan kebid`ahan mereka, tetapi mereka tidak mau berlapang dada untuk para Salafiyyin yang hendak menegakkan sunnah di masjid tersebut. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 147.

10- Meremehkan dan mencerca ulama salaf dan para Salafiyyin yang menyelisihi mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 144 dan 202, dan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 245.

11- Melarikan pengikutnya dari ilmu Al Kitab dan As Sunnah sedikit demi sedikit. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 144 dan 202.

12- Melampaui batas dalam mengagungkan fiqhul waqi` sampai bahkan mengejek para ulama Salafiyyin yang menurut mereka hanya tahu Al Qur`an dan Hadits. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 147

13- Perkumpulan rahasia dalam rangka membikin makar terhadap Muslimin dan terutama pemerintah muslimin. Bacalah ucapan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 242-243.

14- Berlindung di balik tazkiyah ulama yang tertipu oleh mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 145 dan 202.

15- Jika salah seorang ulama mengkritik kesalahan salah seorang pimpinan mereka dengan dalil-dalil dan keterangan, mereka berkata: “Kami menunggu ulama besar!”

Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- berkata: “Para ulama yang mulia untuk wajib mengetahui bahwasanya para ahlul ahwa wat tahazzub itu memiliki metode-metode yang menakutkan untuk mengumpulkan para pemuda, menguasai akal-akal mereka dan untuk menggugurkan jihadnya para pembela manhaj Salaf dan ahlinya di lapangan. Di antara uslub-uslub makar tersebut adalah memanfaatkan diamnya sebagian ulama terhadap si fulan dan fulan, walaupun dia itu termasuk orang yang paling sesat. Maka walaupun para kritikus memajukan hujjah yang paling kuat terhadap kebid’ahannya dan kesesatannya, cukuplah bagi orang-orang yang sengaja berbuat salah itu untuk menghancurkan kerja keras para penasihat dan pejuang itu dengan bertanya-tanya di hadapan orang-orang yang bodoh: “kenapa ulama fulan dan fulan diam dari si fulan dan fulan? Kalau memang si fulan itu di atas kesesatan tentulah mereka tak akan tinggal diam dari kesesatannya.” Demikianlah mereka membikin pengkaburan terhadap orang-orang yang bodoh. Bahkan kebanyakan para pendidik dan keumuman orang tidak tahu kaidah-kaidah syar’iyyah dan pokok-pokoknya yang di antaranya adalah: bahwasanya amar ma’ruf nahi mungkar itu termasuk fardhu kifayah. Jika sebagian orang telah menegakkannya, gugurlah kewajiban itu dari yang lainnya.”

“Dan di antara uslub mereka juga adalah mengambil pujian/rekomendasi dari sebagian ulamauntuk orang-orang yang karya tulis mereka, sikap dan kegiatan mereka telah dihukumi jauh dari manhaj salaf, bermusuhan dengan pengikut salaf dan berloyalitas dengan para musuh, dan perkara yang lain. Dan kebanyakan orang tidak tahu kaidah jarh wat ta’dil, dan bahwasanya kritikan yang terperinci itu didahulukan terhadap pujian, karena si pemuji itu membangun pujiannya di atas perkara yang nampak dan baik sangka. Dan si pengritik itu membangun kritikannya di atas ilmu dan kenyataan sebagaimana telah dimaklumi bersama di kalangan para imam jarh wat ta’dil.

Dan dengan dua uslub ini dan yang lainnya mereka hendak menggugurkan kerja keras para penasihat dan perjuangan para pembela sunnah dengan amat mudahnya, dan menjaring masyarakat yang banyak dan bahkan kebanyakan pengajar, dan menjadikan mereka tentara untuk memerangi manhaj salaf dan salafiyyun, dan membela para pemimpin kebid’ahan dan kesesatan.

Alangkah kerasnya perhatian para salafiyyun dalam menjaga dua celah ini, yang wajib bagi para ulama untuk menutupnya dengan kuat, dan memotong bahaya yang diakibatkan oleh dua lubang ini.” (“Al Haddul Fashil Bainal Haqq wal Bathil”/Syaikh Robi’ -hafidhahulloh-/hal. 144)

16- Banyak mengadakan tur (jalan-jalan) untuk memenuhi hasrat hizbiyah mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 147

17- Memancangkan permusuhan terhadap Ahlussunnah. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 144 dan 282, dan Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholi -hafidhahulloh- di “As Sirojul Waqqod” hal. 101.

Syaikh Robi’ -hafidhahulloh- berkata tentang sururiyyin: “Sungguh mereka telah menyelisihi Salaf di dalam pokok-pokok manhaj yang banyak dan berbahaya, di antaranya adalah: mereka memerangi Ahlussunnah, melarikan orang dari mereka, kitab-kitab dan kaset-kaset mereka, dan kebencian terhadap mereka, memusuhi mereka, serta dendam yang hebat terhadap mereka.” (kitab beliau “As Sururiyyah Khorijiyyah `Ashriyyah” hal. 2)

18- Menuduh para ulama yang menyelisihi mereka dalam kebid`ahan mereka sebagai jamaah takfir. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 146.

19- Semangat dalam memperbanyak pengikut sampai tidak peduli tentang pentingnya Al Wala` wal Baro` (loyalitas dan berlepas diri) dalam manhaj. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 146.

20- Mengkafirkan pemerintah muslim, sebagaimana dalam majalah “As Sunnah” edisi 26 tahun 1413 H halaman 2-3 . Bacalah ucapan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 239.

21- Manhaj mereka adalah manhaj Khowarij (memberontak terhadap pemerintah muslim). Bacalah ucapan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab “Mauridul `Adzb waz Zulal” hal. 242-243. juga kitab Syaikh Robi’ -hafidhahulloh- “As Sururiyyah Khorijiyyah `Ashriyyah”.

22- Menyerang akidah Salaf. Bacalah kitab Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholi -hafidhahulloh- “As Sirojul Waqqod” hal. 101.

23- Usaha memecah-belah Salafiyyin di Yaman, Saudi, dan kebanyakan dari negeri-negeri muslimin. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 144

24- Menuduh Ulama sunnah yang menampakkan Al Haqq bahwasanya mereka itu “Mutasyaddidun” (garis keras). Bacalah yang ditulis oleh Syaikh Abu Hammam Al Baidhoni -hafidhahulloh- di “Nubdzatun Yasiroh Min A`lamil Jaziroh Tarjumatusy Syaikh Muqbil” hal. 115

25- Menuduh Ahlussunnah sebagai golongan yang suka menyebarkan aib. Bacalah yang ditulis oleh Syaikh Abu Hammam Al Baidhoni -hafidhahulloh- di “Nubdzatun Yasiroh” hal. 115

26- Menuduh orang-orang yang menyebarkan kritikan ulama terhadap mereka sebagai orang yang mematahkan tongkat kaum muslimin. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Ghorotul Asyrithoh” jilid 2 hal.18

27- Tamayyu` (cair, lembek dan tidak mantap) dalam manhaj. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 145.

Dan di antara bentuk lembeknya mereka adalah sbb:

28- Mereka lebih senang dengan nama “Sunnah” daripada nama “Salafiyyah”.

Imam Al Albani -rahimahulloh- berkata tentang penggunaan nama “Ahlussunnah” oleh Muhammad Surur: “Aku telah memperhatikan pemakaian ini di lebih dari satu tempat di kitab-kitab mereka dan secara khususnya di majalah “As Sunnah” yang disebar oleh Muhammad Surur, dan aku merasakan adanya pengumuman pelembekan dakwah Salafiyyah yang tegak di atas dasar Al Kitab dan As Sunnah serta manhaj Salafush Sholih, dan memasukkan seluruh kelompok-kelompok Islam – minimal dari kalangan madzhab yang empat- di dalam area Ahlussunnah wal Jamaah. Kami katakan: “Tidak bisa. Kalimat ini akan masuk ke dalamnya orang-orang yang menyelisihi kami dalam akidah salafiyyah kami.” (“Al Fatawal Manhajiyyah”\pertanyaan keenam\ hal. 35)

29- Memuliakan tokoh-tokoh mubtadi`ah seperti Salman Al `Audah, Safar Al Hawali, Ahmad Ash Shuwayyan, Abdul Majid Ar Raimi, Muhammad Al Baidhoni, dan Abdulloh bin Faishol Ahdal dan lain-lain.

30- Menganjurkan untuk belajar ke markaz Ahlul Bida` seperti Abul Hasan Al Mishri .

Bab Empat
Kapankah Seseorang itu Dinisbatkan kepada Sururiyyah?

1- Jika memiliki sifat-sifat di atas, walaupun sebagian saja.

2- Jika memuji para tokoh Sururiyyah.

Imam Abu Utsman Ash Shobuni -rahimahulloh- menukilkan madzhab Salaf: “Dan mereka bersepakat untuk menundukkan Ahlul Bida`, menghinakan mereka, dan menjauhkan mereka, dan menjauh dari mereka, dan menghindari persahabatan dengan mereka dan pergaulan dengan mereka, dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara menjauhi mereka dan meninggalkan mereka.” (Aqidatis Salaf Ashabil Hadits” hal. 123)

Samahatusy Syaikh Abdul Aziz Ibn Baaz -rahimahulloh- ditanya,”Apakah orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka, berarti juga mendapatkan hukuman seperti mereka?” Beliau menjawab,” Iya, tidak ada keraguan di dalamnya. Orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka maka dia itu adalah da`i (penyeru) mereka, menyeru orang untuk mengikuti mereka. Orang ini adalah termasuk da`i mereka. Kita mohon kepada Alloh keselamatan.” (“Syarh Fadhlil Islam”\dinukil oleh Kholid Adz Dzufairi -hafidhahulloh- dalam kitab “Ijma`ul Ulama” hal. 137)

3- Menolong mereka dan membela mereka.

Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- berkata kepada sebagian “Ikhwanul Muslimin”: “Selama kalian tidak mengingkari kebatilan yang ada di dalam manhaj-manhaj ini, bahkan kalian mengakuinya, membelanya, dan membela pelakunya, maka kalian berhak untuk digabungkan kepada kalian dosa yang ada pada manhaj-manhaj tadi.” (kitab “Ar Roddusy Syar`i” hal. 239 karya beliau)

4- Berkumpul dengan mereka setelah tahu keadaan mereka.

Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

الأرواح جنود مجندة فما تعارف منها ائتلف وما تناكرمنها اختلف

“Ruh-ruh itu adalah tentara yang berkelompok-kelompok. Yang saling mengenal akan saling mendekat, dan yang tidak saling kenal akan saling menjauh.”  (HSR Al Bukhori secara muallaq, dan bersambung di “Al Adabul Mufrod”, dan Imam Muslim si “Shohih” beliau dari Aisyah –radhiyallohu `anha-)

Dan dari Abu Huroiroh bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

«الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ». (سنن أبى داود – (4835) والترمذي (2552))

“Seseorang itu berdasarkan agama teman dekatnya. Maka hendaknya seseorang dari kalian itu memperhatikan dengan siapa dia berteman dekat.” (HSR Abu Dawud (4835) dan At Tirmidzi (2552))

Ibnu Mas`ud  –radhiyallohu `anhu- berkata:

إنما يماشي الرجل ويصاحب من يحبه ومن هو مثله (“الإبانة” لابن بطة /2 /476)

“Seseorang itu hanyalah akan mengajak berjalan dan bersahabat dengan orang disukainya dan yang seperti dirinya” (“Al Ibanah” 2\476\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

Muadz bin Muadz berkata:

قلت ليحيى بن سعيد: يا أبا سعيد الرجل وإن كتم رأيه لم يخف ذاك في ابنه ولا صديقه ولا جليسه

“Aku berkata kepada Yahya bin Said.”Wahai Abu Said, sesungguhnya seseorang itu walaupun menyembunyikan pemikirannya, yang demikian itu tidak tersembunyi pada anaknya ataupun sahabatnya dan teman duduknya.” (“Al Ibanah” 2\474\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

Qotadah -rahimahulloh- berkata:

إنا والله ما رأينا الرجل يصاحب من الناس إلا مثله وشكله فصاحبوا الصالحين من عباد الله لعلكم أن تكونوا معهم أو مثلهم

“Sesungguhnya kami –demi Alloh- tidaklah kami melihat seseorang itu mengambil sahabat dari manusia kecuali yang semisal dan seperti dirinya. Maka ambillah sahabat dari kalangan orang-orang yang shalihin dari hamba-hamba Alloh, semoga kalian bisa bersama mereka atau menjadi seperti mereka.” (“Al Ibanah” 2\480\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

Imam Al Auza`i -rahimahulloh- berkata:

من ستر علينا بدعته لم تخف علينا ألفته

“Barangsiapa menyembunyikan dari kami kebid`ahannya, tidak tersembunyi dari kami teman akrabnya.” (“Al Ibanah” 2\479\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

Muhammad bin Ubaid Al Ghulabi -rahimahulloh- berkata:

يتكاتم أهل الأهواء كل شيء إلا التآلف والصحبة

“Para Ahlul Ahwa` saling menyembunyikan segala sesuatu kecuali keakraban dan persahabatannya.” (“Al Ibanah” 2\479\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh- berkata:

فانظروا رحمكم الله من تصحبون ، وإلى من تجلسون ، واعرفوا كل إنسان بخدنه ، وكل أحد بصاحبه ، أعاذنا الله وإياكم من صحبة المفتونين ، ولا جعلنا وإياكم من إخوان العابثين ، ولا من أقران الشياطين ، وأستوهب الله لي ولكم عصمة من الضلال ، وعافية من قبيح الفعال » (“الإبانة الكبرى” لابن بطة  – تحت رقم 46)

“Maka perhatikanlah –semoga Alloh merahmati kalian- siapa yang kalian bersahabat dengannya, dan dengan siapakah kalian duduk, dan kenalilah setiap orang dengan teman dekatnya dan setiap orang dengan sahabatnya. Semoga Alloh melindungi kami dan kalian dari pertemanan orang yang terfitnah, dan jangan menjadikan kami dan kalian termasuk dari kalangan saudara orang-orang yang berbiat sia-sia, ataupun sejawat setan. Dan aku memohon pada Alloh untuk kami dan kalian karunia penjagaan dari kesesatan, dan keselamatan dari perbuatan yang buruk.” (“Al Ibanah” nomor 46 karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh- meriwayatkan:

ولما قدم سفيان الثوري رحمه الله البصرة جعل ينظر إلى أمر الربيع – يعني ابن صبيح- وقدره عند الناس، سأل أي شيء مذهبه؟ قالوا: ما مذهبه إلا السنة. قال: من بطانته؟ قالوا: أهل القدر. قال: هو قدري

“Manakala Sufyan Ats Tsauri -rahimahulloh- tiba di Bashroh beliau mulai melihat keadaan Robi` – yakni Ibnu Shubaih- dan martabat dia di kalangan orang-orang. Beliau bertanya,”Apa madzhab dia?” Mereka menjawab,”Tidaklah madzhabnya kecuali As Sunnah.” Beliau bertanya,”Siapakah teman pribadinya?” Mereka menjawab,”Ahlul Qodar.” Beliau berkata,”Dia itu qodari.” (“Al Ibanah” 2\456\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)

5- Mengingkari orang yang mengkritik Sururiyyah dan yang lainnya dari kalangan mubtadi`ah.

Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi -rahimahulloh- berkata kepada Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya`bi –hizbi yang tersembunyi- : “Sesungguhnya pujianmu terhadap mereka, dan udzur yang kau berikan untuk mereka dan pengingkaranmu terhadap orang yang menerangkan penyelisihan mereka terhadap syari`ah Islamiyah pada umumnya, dan terhadap manhaj salaf pada khususnya, dan celaanmu terhadapnya, semua ini termasuk dalil terbesar bahwasanya engkau adalah hizbi besar.” (“Dahrul Hajmah” karya beliau hal.19)

6- Tidak mengingkari Sururiyyah padahal punya kemampuan, ilmu dan kemungkinan bersamaan dengan kebutuhan umat terhadap bantahan terhadap susuriyyah.

Cocok untuk orang yang seperti ini ucapan Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh-,”Aku ingin melihat ucapan mereka terhadap Al Haddad, terhadap Ba Syumail, terhadap Sayyid Quthb, terhadap kepala-kepala Quthbiyyah, terhadap pimpinan-pimpinan Al Ikhwan. Aku menginginkan satu kalimat dari mereka. Kukira mereka tak mampu berbuat itu karena mereka telah berdamai dengan mereka –wallohi a`lam- Tidak mustahil mereka telah berdamai dengan orang-orang tadi, karena hal ini adalah perkara-perkara yang tersembunyi, tapi bukti-bukti penyerta dan keadaan-keadaan serta perbuatan-perbuatan mereka menunjukkan bahwa mereka telah berdamai dan bersekongkol bersama ahlul bida` untuk menyerang ahlussunnah. Siapakah yang mengarahkan kelompok-kelompok tadi?” (“Kalimat fit Tauhid” hal.91)

Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- berkata,”Adapun orang yang diam dari menerangkan kebenaran kepada manusia, maka sesungguhnya mereka itu tidak mendapatkan udzur dengan diamnya mereka. Andaikata mereka berkata,”Kami tidak bersama mereka,” Maka mereka tidak mendapatkan udzur. Sampai bahkan andaikata mereka berkata,”Kami tidak bersama pemilik manhaj yang tersesat dari jalan yang benar itu,” kecuali jika mereka mengingkari kesesatan mereka.” (“Al Fatawal Jaliyyah” hal.50\kitab kecil)

7- Jika dia punya hubungan dengan sebagian tokoh-tokoh Sururiyyin.

Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di “Tuhfatul Mujib” hal. 143.

Bersambung.

Walhamdulillahi Robbil alamin.

 TERBONGKARNYA HIZBIYYAH LUQMAN BA ABDUH

(Edisi Revisi, dengan beberapa tambahan dan perbaikan)
(Seri Ketiga)

 

Telah Mengidzinkan Penyebarannya:
Syaikhunal „Allamah Yahya bin Ali Al Hajury -حفظه الله –

Telah diperiksa dan Diberi Tambahan Oleh:
Syaikhunal Fadhil Abu „Amr Abdul Karim Al Hajury,
Dan Syaikhunal Fadhil Abu Bilal Kholid Al Hadhromy,
Dan Syaikhunal Mufid Abu Hamzah Muhammad Al Amudy,
Serta Syaikhunal Fadhil Abu Abdillah Thoriq bin Muhammad Al Ba‟dany
-حفظهم الله –

Ditulis dan diterjemahkan Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya
Al Qudsi Al Indonesi „afallohu „anhu
Di Markiz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman

PENDAHULUAN

Segala pujian yang sempurna bagi Alloh. Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Alloh limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian daripada itu: Inilah saatnya untuk masuk kepada terjemahan kitab “Terbongkarnya Hizbiyyah Luqman Ba Abduh” seri tiga (terakhir), berdasarkan naskah yang telah diperbaiki pada tanggal 23 Jumadil Awwal 1430 H. Manakala ada sebagian saksi yang mencabut sebagian berita, maka mau tidak mau penulis harus merubahnya. Dan segala pujian kesempurnaan bagi Alloh yang mengaruniakan pada penulis perjumpaan dengan Syaikhuna Abu Abdillah Thoriq Al Ba‟dany – حفظه الله -, dan beliau memberikan beberapa faidah dan pengarahan yang sangat penting, sebagai pengganti buat berita saksi -yang harus dicabut-, dan sebagai penyempurna buat risalah ini. Semoga Alloh ta‟ala senantiasa mengilhamkan pada kita semua kejujuran dan semangat untuk menjaga kejujuran, meskipun pahit. Alloh tahu orang yang berupaya membikin perbaikan, dan orang yang berusaha membikin makar dan perusakan.
Selamat menikmati –semoga Alloh melimpahkan taufiq-Nya pada kita semua:

Bab Ketujuh Belas:
Fanatisme, Loyalitas dan Kebencian Yang Sempit

Ibnul Manzhur رحوه الله berkata: ( تَعَصَّتَ ثبلشيءِ واعْتَصَتَ ) maknanya adalah: merasa cukup dan ridho dengannya. (“Lisanul Arob” 6/275) Dan pada hal. 276 beliau berkata,”lafazh At Ta’ashshub berasal dari Al ‘Ashobiyyah. Dan ‘Ashobiyyah adalah: menyeru seseorang untuk menolong kerabatnya, dan berhimpun bersama mereka untuk menghadapi orang yang menyerang mereka, baik mereka itu yang zholim atau yang terzholimi.” (Selesai)

Syaikhul Islam رحوه الله berkata,”Dan barangsiapa berfanatik terhadap salah satu dari para imam, tanpa yang lainnya, maka dia itu berada pada kedudukan orang yang fanatik terhadap salah satu shohabat tertentu tanpa yang lainnya, seperti si Rofidhy yang fanatik terhadap Ali tanpa ketiga kholifah yang lain dan mayoritas shohabat. Dan juga dia seperti khorijy yang mencacat kepemimpinan Utsman dan Ali. dan ini merupakan jalan-jalan pengekor bid’ah dan hawa nafsu, yang telah tetap berita dari Al Kitab, As Sunnah dan ijma’ bahwasanya mereka itu tercela dan keluar dari syariat dan manhaj yang dengannya Alloh mengutus Rosul-Nya -shalallohu ‘alaihi wa sallam-. Maka barangsiapa berfanatik terhadap salah satu dari para imam tertentu, maka di dalam dirinya ada kemiripan dengan kelompok tadi. Sama saja apakah dia fanatik terhadap Malik, Asy Syafi’y, Abu Hanifah, Ahmad ataupun yang lain. Kemudian puncak dari orang yang berfanatik terhadap salah satu dari mereka tadi itu adalah kebodohannya terhadap kadar imam tadi dalam ilmu dan agama dan kadar para imam yang lain. Maka jadilah dia itu bodoh dan zholim. Dan Alloh memerintahkan untuk memiliki ilmu dan keadilan, dan melarang dari kebodohan dan kezholiman.
Alloh ta’ala berfirman:
“Dan amanah tadi dipikul oleh manusia. Sesungguh dia itu memang sangat zholim dan sangat bodoh. Agar Alloh menyiksa para munafiqun dan munafiqot” hingga akhir ayat.” (“Majmu’ul Fatawa” 22/252)

Imam Al Wadi’y رحوه الله berkata,”Sesungguhnya seseorang (terkadang) menyembunyikan keadaan, dan tidak menampakkan hizbiyyahnya kecuali setelah merasa kuat sikunya dan menilai bahwa ucapan orang lain tidak berpengaruh padanya. Dan aku sungguh merasa heran bahwasanya sebagian dari mereka bersumpah dengan nama Alloh bahwasanya dia itu bukan hizby. Aku tak tahu apakah dia itu tahu makna hizbiyyah, karena hizbiyyah itu mengandung loyalitas dan permusuhan serta pengelompokan yang sempit. ” (“Ghorotul Asyrithoh” 2/14-15) Beliau رحوه الله ditanya juga: “Bagaimana cara memperingatkan para pemuda dari hizbyyah yang tidak jelas, di mana tidaklah melarang dari perkara tersebut kecuali segelintir orang?? Dan bagaimana diketahui bahwa seseorang itu telah menyelisihi manhaj salaf dalam perkara tersebut?” Maka beliau menjawab, “Diketahui dengan loyalitas yang sempit. Barangsiapa bersamanya maka mereka menghormatinya dan menyeru orang-orang untuk menghadiri ceramahnya dan berkumpul di sekitarnya. Dan barangsiapa tidak bersama dengan mereka maka dia dianggap sebagai musuh oleh mereka..” (“Tuhfatul Mujib” 112)

Syaikh Robi’ – حفظه الله – berkata:”Sempalan-sempalan yang sesat yang menisbatkan diri pada Islam yang dulu dan yang sekarang, sama saja mereka tertimpa penyakit ini di dalam aqidahnya ataukah di dalam peribadatannya. Penyakit-penyakit kesukuan semuanya berasal dari tempat beranjak yang ini. Jadi ini merupakan penyakit yang mematikan
terhadap individu-individu dan kelompok-kelompok, menjurus kepada pendustaan terhadap para Rosul, kedustaan dan kesengajaan berbuat salah dalam menebarkan dasar-dasar yang merusak dan pemikiran-pemikiran yang sesat.” dan seterusnya. (“At Ta’ashshubudz Dzamim” 10)

Syaikh Sholih As Suhaimy – حفظه الله – berkata tentang kelompok-kelompok di medan dakwah,”Kelompok-kelompok ini bersamaan dengan perselisihan dan perpecahan mereka serta perbedaan pemikirannya dan beranekanya sumber pengambilannya, mereka itu bergabung menjadi satu front untuk memusuhi manhaj Salafy yang tegak di atas Al Kitab dan Sunnah Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi sallam- di bawah pengaruh manhaj hizby yang sempit yang dibangun di atas loyalitas dan permusuhan” dan seterusnya (pendahuluan “An Nashrul ‘Aziz”)

Dan di antara perkara yang menunjukkan fanatisme Luqman Ba Abduh dan sempitnya loyalitas dirinya terhadap Salafiyyin adalah dia itu menghalangi pengambilan faidah dari malzamah dan kaset-kaset yang memerangi hizbiyyah Ibnai Mar’i, bahkan dia melarang penyebarannya bahkan mentahdzir umat dari orang yang menyebarkannya seperti Abu Hazim, Muhammad Irwan -hafizhahumalloh- dan menyerukan orang untuk memboikot buku-buku “Iqro” dan “Adzan” karya Abu Hazim – حفظه الله -, dan agar tidak menghadiri pelajaran-pelajarannya, dan dia menyeru para wali murid untuk mengeluarkan anak-anak mereka dari markiz Abu Hazim – حفظه
الله – dengan dalih bahwasanya anak-anak telah menjadi jelek adab mereka terhadap ulama karena anak-anak tadi berkata bahwa Abdurrohman Al ‘Adny dan saudaranya itu hizby.

Dan demikian pula ancaman Luqman terhadap penduduk kota Semarang bahwasanya dia tak akan memberikan ceramah buat mereka jika mereka menerima Abu Hazim – حفظه الله – di tempat mereka. Dan ini semua menunjukkan fanatisme Luqman sempitnya loyalitasnya terhadap Salafiyyin yang tidak mencocoki dirinya. Bab Kedua Puluh Delapan: Berdalil dengan Diamnya Sebagian Ulama Luqman berkata,”Sekarang mana itu nama-nama Syaikh besar? Syaikh Al Imam, Syaikh As Shomaly, Syaikh Al Buro‟i, syaikh al Wushobi, syaikh Abdul Mushowir al Lajdi, dan yang lainnya, Syaikh Abdulloh bin Utsman Adz Dzammary, Syaikh Utsman bin Abdillah Abu Abdillah. Nama-nama yang disebutkan Abu Hazim tidak ada satupun yang telah disebutkan syaikh Muqbil dalam wasiatnya.”

Jawaban pertama:
Datangkanlah satu dalil bahwasanya kebenaran itu terbatas pada nama-nama yang tersebut tadi, sehingga yang tidak berasal dari mereka bukanlah kebenaran.

Jawaban kedua –mirip dengan yang pertama:
Datangkanlah satu dalil bahwasanya orang-orang yang selain yang tersebut tadi perkataannya itu selalu tertolak meskipun telah mendatangkan bukti-bukti yang jelas dan argumentasi yang kuat tentang hizbiyyah seorang hizby atau kebid’ahan seorang mubtadi’!

Jawaban ketiga:
Datangkanlah satu dalil wahai Luqman bahwasanya orang-orang yang tersebut tadi itu terjaga dari kesalahan di dalam menghukum, dan terjaga dari ketidaktahuan di dalam segenap keadaan, dan bahwasanya kebenaran dan ilmu itu tidak luput dari mereka sedikitpun, dan bahwasanya ulama yang lain itu hujjah mereka tidak diterima selama tidak diakui oleh para tokoh yang tertera dalam wasiat tersebut -hafizhahumulloh- .

Jawaban yang keempat:
Syaikhuna Yahya Al Hajury -حفظه الله – adalah pimpinan para tokoh yang tertera dalam wasiat tersebut. Bahkan Imam Al Wadi’y رحوه الله sebagai orang yang berwasiat telah bersaksi bahwasanya Syaikhuna Yahya Al Hajury – حفظه الله – merupakan orang yang paling alim di Yaman. Sehingga jadilah beliau – حفظه الله – itu merupakan orang yang paling alim di antara para tokoh yang tertera dalam wasiat tersebut. Semoga Alloh meluruskan langkah mereka. Jawaban kelima: Pernyataan ini semua menunjukkan bahwasa Luqman Ba Abduh, Muhammad Afifuddin, Abdul Jabbar, Abul ‘Abbas Ihsan dan orang-orang yang semisal dengan mereka yang berkata,”Kita menunggu ulama!” bodoh terhadap manhaj yang benar, dan bahwasanya mereka itu berpegangan dengan taqlid dan benang-benang laba-laba. Jawaban keenam: Berdalil dengan diamnya sebagian ulama di dalam memudarkan keritikan seorang alim ini merupakan bagian dari jalan-jalan hizbiyyin.

Syaikh Robi’ Al Madkholi – حفظه الله – berkata: “Para ulama yang mulia untuk wajib mengetahui bahwasanya para ahlul ahwa wat tahazzub itu memiliki metode-metode yang menakutkan untuk mengumpulkan para pemuda, menguasai akal-akal mereka dan untuk menggugurkan jihadnya para pembela manhaj Salaf dan ahlinya di lapangan.
Di antara uslub-uslub makar tersebut adalah memanfaatkan diamnya sebagian ulama terhadap si fulan dan fulan, walaupun dia itu termasuk orang yang paling sesat. Maka walaupun para kritikus memajukan hujjah yang paling kuat terhadap kebid’ahannya dan kesesatannya, cukuplah bagi orang-orang yang sengaja berbuat salah itu untuk menghancurkan kerja keras para penasihat dan pejuang itu dengan bertanya-tanya dihadapan orang-orang yang bodoh: “kenapa ulama fulan dan fulan diam dari si fulan dan fulan? Kalau memang si fulan itu di atas kesesatan tentulah mereka tak akan tinggal diam dari kesesatannya.” Demikianlah mereka membikin pengkaburan terhadap orang-orang yang bodoh. Bahkan kebanyakan para pendidik dan keumuman orang tidak tahu
kaidah-kaidah syar’iyyah dan pokok-pokoknya yang di antaranya adalah: bahwasanya amar ma’ruf nahi mungkar itu termasuk fardhu kifayah. Jika sebagian orang telah menegakkannya, gugurlah kewajiban itu dari yang lainnya. Dan di antara uslub mereka juga adalah mengambil pujian/rekomendasi dari sebagian ulama untuk orang-orang yang karya tulis mereka, sikap dan kegiatan mereka telah dihukumi jauh dari manhaj salaf, bermusuhan dengan pengikut salaf dan berloyalitas dengan para musuh, dan perkara yang lain. Dan kebanyakan orang tidak tahu kaidah jarh wat ta’dil, dan bahwasanya kritikan yang terperinci itu didahulukan terhadap pujian, karena si pemuji itu membangun pujiannya di atas perkara yang nampak dan baik sangka. Dan si pengritik itu membangun kritikannya di atas ilmu dan kenyataan sebagaimana telah dimaklumi bersama di kalangan para imam jarh wat ta’dil. Dan dengan dua uslub ini dan yang lainnya mereka hendak menggugurkan kerja keras para penasihat dan perjuangan para pembela sunnah dengan amat mudahnya, dan menjaring masyarakat yang banyak dan bahkan kebanyakan pengajar, dan menjadikan mereka tentara untuk memerangi manhaj salaf dan salafiyyun, dan membela para pemimpin kebid’ahan dan kesesatan. Alangkah kerasnya perhatian para salafiyyun dalam menjaga dua celah ini, yang wajib bagi para ulama untuk menutupnya dengan kuat, dan memotong bahaya yang diakibatkan oleh dua lubang ini.” (“Al Haddul Fashil Bainal Haqq wal Bathil”/Syaikh Robi’ -hafidhahulloh-/hal. 144)

Beliau – حفظه الله – juga berkata tentang Abul Hasan: Dia berkata,”Dan ini telah diperiksa oleh ulama.” Kukatakan,”Ini termasuk salah satu dari pondasi yang dianggapnya sebagai hujjah jika mencocoki hawa nafsunya. Dan ulama yang disebutkannya itu ada dua kelompok. Satu kelompok yang tidak menkritiknya sama sekali, dan satu kelompok lagi yang mengkritiknya. Dan terjadi perbedaan medan yang mereka kritik. Dan mereka itu Abul Hasan membantah sebagian mereka dengan sebagian yang lain, sebagaimana dia membantah kelompok yang mengkritik dengan memanfaatkan kelompok yang diam.

Dan telah melewati pembaca sedikit contoh dari kasus tersebut.” (“At Tankil Bima Fi Lujaji Abil Hasan Minal Abathil”/masalah keenam/ catatan kaki pertama) Seorang penelpon gelap telah menelpon seorang kerabat Syaikh Ahmad An Najmy رحوه الله agar menasihati beliau untuk meninggalkan pembicaraan tentang hizbiyyin. Dan di antara yang diucapkan penelpon tadi,”Cara seperti itu tidak diikuti oleh ulama besar kita,” dan seterusnya.

Maka beliau رحوه الله menjawab: Kukatakan:
Yang pertama: Sesungguhnya Alloh Azza Wajalla telah mewajibkan kepada ahli ilmu untuk menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikan. Dan bayan (penjelasan) itu merupakan fardhu kifayah, yang jika sebagiannya telah melaksanakannya maka jatuhlah beban kewajiban dari yang lain –jika memang bayan yang telah ada itu sudah cukup dan tertunaikan- kalau tidak demikian maka wajiblah bagi yang lain untuk melaksanakan bayan hingga tercapailah kecukupan.

Yang kedua: Kami dan para masyayikh kamu sebutkan serta yang lainnya, semuanya terbebani dari Alloh untuk memberikan penjelasan. Maka barangsiapa telah menunaikan tugasnya selamatlah dia dari dosa. Dan yang bersikap kurang dalam hal ini padahal dia mampu, maka sungguh dia akan terkena dosa sesuai dengan kadar sikap kurang yang dia lakukan. Akan tetapi diamnya orang yang diam tidaklah menjadi hujjah yang mengharuskan diamnya orang yang tengah menunaikan kewajiban ini. Bahkan orang yang diam itulah yang harus memperhatikan: apakah kewajiban tadi telah tertunaikan dengan pengingkaran yang dilakukan oleh orang yang mengingkari kemungkaran ataukah belum? Jika belum tertunaikan maka wajib baginya untuk menunaikan.” (“Ar Roddusy Syar’i” hal. 230)

Beliau رحوه الله juga berkata dalam “Roddul Jawab” hal. 37: “Jika para ulama tadi tidak berkata sedikitpun tentangnya (tentang seorang pembesar Ikhwani), itu karena mereka tidak mengetahui tentang kejelekannya sedikitpun. Maka mereka punya hak untuk bersikap hati-hati dan menahan diri, dalam keadaan yang seperti ini. Yang keempat: telah nampak di dalam manhajnya kejelekan-kejelekan yang banyak. Orang yang menghapalnya adalah hujjah terhadap orang yang tidak menghapalnya. Ini adalah kaidah yang telah terkenal di kalangan para ahlul hadits, dan beramal dengannya dalam kasus ini adalah wajib.” (selesai) Dan termasuk dalam bab ini adalah apa yang disebutkan oleh Saif Abdulloh Al Ghorib – حفظه الله – dalam kitabnya “Al Ikhwanul Muslimin fil Jazirotul Arobiyyah” bahwasanya di antara sifat mereka yang ketiga puluh tujuh: ” ..dan mereka memberikan gambaran salah bahwasanya para kibarul ulama itu tidak membantah ahlul ahwa’ ” dan seterusnya. (Dinukil oleh Syaikh Ahmad An Najmy رحوه الله dalam “Roddul Muhabbir” hal. 187) Bab Kesembilan Belas: Berlindung di Balik fatwa atau Perbuatan Sebagian Ulama demi Melestarikan kebatilan.

Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Kalau di Yaman ada perkataan kami bersama ulama. Jawaban seperti ini dan dia berada di Dammaj sangat berbahaya, bagi dia siap-siap divonis sebagai orang yang marid, orang yang berpenyakit qolbunya di cap sebagai orang hizby berpenyakit. Siap-siap kalau ada yang menyatakan mauqifi ma‟al ulama. Ini kira-kira, ucapan seperti ini terpuji atau tercela?? Sangat terpuji mauqif kita bersama ulama.” Jawaban pertama: Sesungguhnya hizbiyyun itu memang buta mata hatinya. Mana kaidah “Jarh yang terperinci lebih diutamakan daripada pujian yang global”? Mana kaidah “Orang yang tahu adalah hujjah terhadap orang yang tidak tahu”? Dan mana kaidah “Penduduk Mekkah lebih tahu tentang negerinya”? Syaikhuna – حفظه الله – telah menegakkan sekian banyak penjelasan tentang makar kedua anak Mar’i dan pengikutnya. Demikian pula para masyayikh Darul Hadits Dammaj dan para penolong mereka yang mulia yang mengorbankan umur mereka untuk memunculkan penjelasan-penjelasan tentang kekejian hizbi baru ini. Bahkan beberapa masyayikh telah membantu mereka dalam jihad ini, seperti Syaikh Abu Abdissalam Hasan bin Qosim Ar Roimy (markiz Ta’iz) dengan beberapa malzamah dalam perdebatannya dengan „Ubaid Al Jabiry dan perdebatannya dengan sebagian penulis gelap. Maka dengan kaidah yang manakah para penolak tadi menolak argumentasi dan penjelasan-penjelasan tadi? Dan dengan dalil yang manakah para pembikin pengkaburan membatalkan tahdziran yang jujur tadi, lalu berkata,”kami bersama ulama”? Jawaban kedua: kalian berpaling dari dalil-dalil ahlul haq tanpa kalian sanggup untuk meruntuhkannya. Kemudian kalian dengan makar kalian berlindung di balik sikap taqlid (membebek) terhadap individu-individu –dan kami tetap menghormati ulama- yang sampai sekarang tidak membantah argumentasi-argumentasi yang bercahaya tadi yang memvonis kedua anak Mar’i dan komplotannya sebagai hizbyyin. Dengan hujjah yang manakah kalian melakukan ini?
Jawaban ketiga: Kamu wahai Luqman dan yang semisal denganmu sangat butuh untuk mempelajari fiqih yang shohih yang bersandarkan kepada Al Kitab dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaf.

Imam Ibnul Qoyyim رحوه الله
berkata: “Maka orang berilmu yang jujur dia tidak merasa terasing dengan sedikitnya teman seiring, dan tidak merasa kesepian dikarenakan kehilangan teman seiring, manakala hatinya telah merasa adanya kebersamaan dengan rombongan yang pertama yang diberikan kenikmatan oleh Alloh dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin, dan mereka itu adalah sebaik-baik teman seiring. Maka kesendirian sang hamba di dalam jalan pencariannya itu merupakan dalil tentang kejujurannya dalam pencarian. Ishaq bin Rohawaih رحوه الله telah ditanya tentang suatu masalah lalu beliau menjawabnya. Maka dikatakan padanya,”Sesungguhnya saudara Anda Ahmad bin Hanbal juga berkata tentang hal ini sebagaimana yang Anda katakan.” Maka beliau berkata,”Aku tak menyangka ada orang yang mencocokiku dalam hal ini.” Karena sesungguhnya al haq itu jika telah berkibar dan jelas turunnya, maka dia itu tidak butuh saksi pendukung untuk dirinya. Dan hati itu bisa melihat al haq sebagaimana mata melihat matahari. Maka jika seseorang telah melihat matahari, dia untuk pengetahuannya tadi dan keyakinannya bahwasanya matahari telah terbit tidak butuh lagi pada orang yang bersaksi untuk mendukung dan mencocokinya.” (“Ighotsatul Lahfan” 1/hal. 69-70)

Imam Abu Syamah رحوه الله berkata: “Di mana saja datang perintah untuk berpegang pada Al Jama’ah, maka yang dimaksudkan dengannya adalah berpegang pada al haq dan mengikutinya, sekalipun orang yang berpegang teguh dengannya itu sedikit, dan yang menyelisihinya itu banyak, karena al haq itu adalah sesuatu yang di atasnya itulah Al Jamaah yang pertama dari zaman Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- dan para shohabatnya. Dan tidak perlu melihat pada banyaknya ahlul bathil sepeninggal mereka. ‘Amr bin Maimun Al Audy رحوه الله berkata,”Aku telah menyertai Mu’adz bin Jabal di Yaman. Tidaklah aku meninggalkan beliau sampai aku mengebumikannya di Syam. Lalu sepeninggal beliau aku menyertai orang yang paling faqih yaitu Abdulloh bin Mas’ud. Maka aku mendengar beliau berkata: علجكن ثبلجوبعة فإى يد الله هع الجوبعة
“Kalian harus setia dengan Al Jama’ah karena tangan Alloh itu menyertai Al Jama’ah.” Lalu pada suat hari beliau berkata,”Akan datang pada masa kalian para penguasa yang mengakhirkan sholat dari waktu-waktunya. Maka tegakkanlah sholat pada waktu-waktunya karena itu adalah kewajiban. Dan sholatlah bersama mereka karena hal itu akan menjadi tambahan amal sholih bagi kalian.” Maka kukatakan pada beliau,”Wahai shohabat Muhammad, saya tidak tahu apa yang Anda katakan.” Beliau bertanya,”Apa itu?” Kukatakan,”Anda memerintahkan saya untuk setia dengan Al Jama’ah dan Anda mendorongku untuk bersama Al Jama’ah. Lalu Anda berkata padaku,”Sholatlah sendirian karena itu wajib, dan sholatlah bersama jama’ah karena hal itu akan menjadi tambahan amal sholih bagi kalian.” Maka beliau berkata,”Wahai ‘Amr bin Maimun, dulu aku mengira engkau itu adalah orang paling faqih dari negri ini. Tahukah engkau apa itu Al Jama’ah?” Kujawab,”Tidak.” Beliau berkata: إى جوهىر النبس فبرقىا الجوبعة وأى الجوبعة هب وافق طبعة الله تعبل “Sesungguhnya mayoritas manusia telah memisahkan diri dari Al Jama’ah. Sesungguhnya Al Jama’ah itu adalah apa yang mencocoki ketaatan pada Alloh ta’ala.” Nu’aim bin Hammad رحوه الله berkata,”Beliau memaksudkan: Jika jama’ah tersebut telah rusak, wajib bagimu untuk berpegang dengan apa yang dulunya jama’ah tadi ada di atasnya sebelum rusaknya. Dan kalaupun engkau itu sendirian maka pada saat yang demikian itu engkaulah Al Jama’ah.” Atsar ini ditampilkan oleh Al Hafizh Abu Bakr Al Baihaqy رحوه الله ta’ala dalam kitab “Al Madkhol” (“Al Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ wal Hawadits” 1/hal. 22) Jawaban keempat:Wahai Luqman, apa makna “penyakit hati?” Imam An Nawawy rahimahulloh berkata,”telah diketahui bahwasanya para dokter berkata,”Sakit itu adalah keluarnya tubuh dari peredaran yang alami” dan seterusnya. (“Syarhun Nawawy „ala Shohih Muslim” 7/344) Imam Ibnul Qoyyim rahmimahulloh berkata,”Penyakit itu ada dua jenis: penyakit hati dan penyakit badan. Dan keduanya tersebut di dalam Al Qur‟an. Penyakit hati ada dua jenis: penyakit yang berupa pengkaburan dan keraguan, dan penyakit yang berupa syahwat dan kesesatan. Keduanya ada di dalam Al Qur‟an. Alloh ta‟ala berfirman tentang penyakit syubuhat: في قؾوبهم مرض فزادهم الله مرضا
“Di dalam hati mereka ada penyakit maka Alloh menambahi mereka dengan penyakit.” (QS Al Baqoroh 110) -Sampai dengan ucapan beliau-: Dan Alloh ta‟ala berfirman tentang orang yang diseru untuk berhukum kepada Al Qur‟an dan As Sunnah tapi enggan dan berpaling: وإذا دطوا إلى الله ورسوله لقحؽم بقفم إذا فريق مفم معرضون * وإن يؽن لهم
الحق يلتوا إلقه مذطين * أفي قؾوبهم مرض أم ارتابوا أم يخافون أن يحقف الله طؾقفم
ورسوله بل أولئك هم الظادون
“Dan jika mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya agar beliau menghukumi di antara mereka tiba-tiba saja sebagian dari mereka berpaling. Tapi jika ada hak untuk mereka, mereka datang kepada beliau dengan tunduk. Apakah di dalam hati mereka ada penyakit? Ataukah mereka itu ragu? Ataukah mereka takut Alloh dan Rosul-Nya akan menzholimi hak mereka? Bahkan mereka itulah orang-orang yang zholim.” (QS An Nur 48-49) Maka ini merupakan penyakit syubuhat dan keraguan.” Dan seterusnya. (“Zadul Ma‟ad” 4/hal. 5) Maka sakit hati itu adalah keluarnya hati dari keadaannya yang setimbang. Dan hati itu sehat selama dia itu setimbang dan istiqomah (lurus) di atas Al Kitab dan As Sunnah serta mengikuti Salaf. Maka kapan saja dia keluar dari yang demikian itu –baik karena syubuhat ataukah syahwat- keluarlah dia dari kondisi kesehatannya, sesuai dengan kadar terjerembabnya dia dari jalan yang lurus. Maka wahai Luqman, barangsiapa telah didatangi nasihat yang dibangun di atas dalil-dalil Al Qur‟an dan hadits-hadits Nabawiyyah serta kaidah-kaidah Salafiyyah kemudian dia berpaling darinya dan berlindung di balik sebagian alasan-alasan dan syubuhat, maka dengan kamus yang manakah engkau menghukuminya sebagai orang yang berhati sehat ? Jawaban kelima: Imam Ibnul Qoyyim رحوه الله berkata: “Hindarilah-hindarilah dua perkara yang memiliki akibat-akibat yang jelek. Yang pertama adalah: Menolak kebenaran karena menyelisihi hawa nafsumu, karena sungguh engkau akan dihukum dengan pembalikan hati dan kelancangan untuk menolak sama sekali kebenaran yang datang kepadamu dan engkau tidak menerima kebenaran itu kecuali jika muncul dari lubang hawa nafsumu. Alloh ta‟ala berfirman:  كؼؾب أفئدتهم وأبصارهم كما لو لم يمموا به أول مرة  “Dan Kami membalik hati-hati dan mata-mata mereka sebagaimana mereka tidak beriman dengannya pada kali yang pertama.” Maka Alloh menghukum mereka dikarenakan mereka menolak kebenaran pada kali yang pertama dengan Alloh membalik hati-hati dan mata-mata mereka setelah itu.
Yang kedua adalah: menggampang perintah ketika telah datang waktu pelaksanaannya. Karena jika engkau menggampang perintah ketika telah datang waktunya, Alloh akan melemahkan keinginanmu dan menjadikan kamu duduk. Alloh ta‟ala berfirman:  فنن رجعك الله إلى صائػة مفم فاستلذكوك لؾخروج فؼل لن تخرجوا معي أبدا ولن
تؼاتؾوا معي طدوا إكؽم رضقتم بالؼعود أول مرة فاقعدوا مع الخالػين  “Maka jika Alloh memulangkan dirimu kepada sekelompok dari mereka, lalu mereka meminta idzin padamu untuk keluar (berperang), maka katakanlah pada mereka,”Kalian tak akan keluar bersamaku selamanya, dan kalian tak akan memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kalian telah ridho untuk duduk pada kali yang pertama, maka ududuk sajalah bersama orang-orang yang duduk.” (QS At Taubah 83) Maka barangsiapa selamat dari kedua penyakit dan musibah ini maka sampaikanlah padanya ucapan selamat”. (“Badai‟ul Fawaid” 3/699). Pahamkah kamu sekarang wahai Luqman, kenapa kamu dan orang-orang tadi dikatakan maridh (sakit)? Dan Luqman berkata tentang fitnah,”Maka dengan kondisi seperti ini kita butuh nasehat para ulama.” Jawaban pertama: Kamu katakan bahwasanya kita butuh nasihat ulama. Apakah Syaikh Robi‟ حفظه الله
menasihatimu untuk mencerca Syaikhuna Yahya? Jawaban kedua: Apakah Syaikh Robi‟ حفظه الله
menasihatimu untuk merendahkan Syaikhuna Yahya dan para masyayikh Darul Hadits di Dammaj yang lain?
Jawaban ketiga: Apakah Syaikh Robi‟ حفظه الله
menasihatimu untuk membongkar lagi masalah mumasah

(perkataan tentang bersentuhannya Alloh ta‟ala dengan „Arsy) setelah Salafiyyun menguburnya(1), wahai sang penyusup?

Jawaban keempat: Apakah Syaikh Robi‟ حفظه الله
menasihatimu untuk menghalangi orang berangkat pergi ke Darul Hadits Dammaj?(2)

Jawaban kelima: dengan pertanyaan-pertanyaan ini tadi tahulah para Salafiyyun bahwasanya kamu itu hanyalah berlindung di belakang ulama untuk melindungi hawa nafsumu. Luqman berkata: “Ulama Yaman tak seorang pun yang menerima tahdzir terhadap Syaikh Abdurrahman tak seorang pun.”

Jawaban pertama: Wahai Luqman, Asy Syaikh Al Muhaddits Yahya حفظه الله itu seorang alim dari kalangan ulama ataukah tidak? Sayang sekali kamu telah berkata bahwasanya beliau barulah seorang da‟i yang tidak tahu manhaj. Padahal seluruh ulama Yaman dan Syaikh Robi‟ mengakui bahwasanya beliau itu seorang alim. Bahkan „Ubaid Al Jabiry sendiri mengakui bahwasanya Syaikh Yahya punya ilmu. Bahkan beliau menurut Imam Al Wadi‟y رحوه الله adalah orang yang
(1) Catatan penerjemah: urusan ini sudah selesai dengan keluarnya selebaran resmi dari Syaikhunal Muhaddits Yahya Al Hajury حفظه الله , yang berisi penegasan beliau untuk mencocoki fatwa Syaikh Robi‟ حفظه الله . Dan sudah diterjemahkan oleh Akhunal Fadhil Abu Abdillah Muhammad bin Umar Al Acehy حفظه الله dengan judul “Permasalahan Istiwa‟ Alloh” (2) Catatan penerjemah: Sengaja penulis menyebutkan nama Syaikh Robi‟ –
حفظه الله – karena Luqman banyak bersembunyi di balik nama dan fatwa beliau. Kalau dia mengatakan: “Memang Syaikh Robi‟ tidak menasihati kami berbuat itu semua, tapi ada ulama lain kok yang telah mentahdzir dari Al Hajury dan Dammaj.” Maka aku katakan: Kalian sering bersembunyi di balik istilah “Ijma‟ Ulama” dan “Ijtima‟ Ulama” untuk membatalkan tahdzir dan hukum Syaikhunal Muhaddits Yahya Al Hajury -حفظه الله -. Maka dengan ini pula aku membantah kalian: Mana “Ijma‟ Ulama” dan “Ijtima‟ Ulama” untuk mentahdzir dari Syaikhunal Muhaddits Yahya Al Hajury dan Dammaj? Kenapa tolok ukurnya berbeda wahai ahli talbisat? paling berilmu di Yaman. Dan beliau itu – حفظه الله – adalah seorang imam menurut Syaikh Muhammad Al Imam حفظه الله , walaupun Luqman Ba Abduh dan Muhammad Afifuddin jengkel.
Jawaban kedua: Syaikh Abu Abdissalam Hasan bin Qosim Ar Roimy حفظه الله (pemegang markiz dakwah Ahlussunnah di propinsi Ta‟iz, dan beliau adalah salah seorang murid dari Imam Al Albany رحوه الله ) sungguh menerima tahdzir Syaikhuna Yahya – حفظه الله – terhadap Ibnai Mar‟i, dan bahkan beliau saling mambantu dan menolong dengan Syaikhuna Yahya – حفظه الله – dalam memerangi keduanya. Dan demikian pula Syaikh kami dan bapak kami Muhammad bin Muhammad bin Mani‟ Ash Shon‟any – حفظه الله – (Salah satu penegak dakwah Salafiyyah di Shon‟a). Seperti itu pula Syaikh Ahmad bin „Utsman Al „Adny – حفظه الله – (di propinsi „Adn(3)). Dan juga Syaikh Abu „Ammar Yasir Ad Duba‟y -حفظه الله – (di Mukalla), Syaikh Abdulloh bin Ahmad Al Iryany – حفظه الله – (di propinsi Yafi‟(4)), demikian pula Syaikh Abu Bakr Abdurrozzaq bin Sholih An Nahmi – حفظه الله – penulis kitab “Al Ikhwanul Muslimin Wal Masajid” dan kitab “Ma’alimu Da’wah Ahlissunnah”. Dan beliau menegakkan dakwah dan pendidikan umat di propinsi Dzammar Yaman –semoga Alloh menjaganya-.
Demikian pula Syaikh Jamil bin „Abdah Ash Shilwy –
حفظه الله – (wakil Syaikhuna Yahya pada saat berhalangan hadir), Syaikh Muhammad bin Hizam Al Ibby – حفظه الله – (ahli fiqih dan banyak memiliki nasihat), Syaikh Abu „Amr Abdul Karim Al Hajury – حفظه الله -, Syaikh Abdul Hamid Al Hajury – حفظه الله -, Syaikh Abu Bilal Al Hadhromy – حفظه الله -, Syaikh Abu Hamzah Al „Amudy – حفظه الله -, Syaikh Thoriq Al
(3) Di masjid Buroiqoh, masjid terbesar Ahlussunnah di „Adn (catatan pent.) (4) Sekarang beliau telah pindah untuk memegang dakwah di propinsi Baidho‟
Ba‟dany – حفظه الله -, dan yang lainnya dari kalangan masyayikh markiz induk Darul Hadits di Dammaj –semoga Alloh menjaga mereka semua-. Mereka semua menerima vonis “hizbiyyah” dari Syaikhuna Yahya – حفظه الله – terhadap kedua anak Mar‟i itu, dan mereka bersama dengan beliau di dalam jihad ini. Ada apa denganmu mengatakan “Ulama Yaman tak seorang pun yang menerima tahdzir terhadap Syaikh Abdurrahman”? Adapun jika ketertipuan telah membutakan dirimu dan membutakan para pengikutmu sehingga kalian berkata,”Mereka yang disebut tadi bukanlah ulama”, maka ketidaktahuan kalian tentang martabat mereka tidaklah membahayakan mereka. Orang bodoh memang tidak tahu orang alim karena dirinya memang belum pernah menjadi orang alim. Ada tambahan dari Syaikhuna Abu Hamzah Al „Amudy – حفظه الله -: Cukuplah bagi mereka (para masyayikh yang mendukung Syaikh Yahya) tadi bahwasanya mereka itu berbicara dengan hujjah (argumentasi dan dalil) dan bukti yang dengannya mereka beribadah para Robb mereka Yang Mahasuci dan Mahatinggi. Fitnah Abdurrohman itu berawal dari markiz ini dan disaksikan oleh ribuan manusia, di antara mereka adalah para masyayikh pilihan yang mulia tadi –semoga Alloh menjaga mereka semua-. (selesai tambahan beliau) Luqman juga berkata,”Ana ditelpon ikhwah dari Dammaj, alhamdulillah dia masih baik, dia mengatakan bahwa al Hajuri berkata di atas mimbar, “hatta walau ijtama’a kullum man fiddunya la ubali” walaupun kalau seluruh yang ada di dunia bersatu ana tidak peduli.”

Jawaban pertama: Imam Ibnul Qoyyim رحوه الله
berkata,”Sebagian imam hadits saat disebutkan kepadanya tentang “As Sawadul A’zhom” (kelompok terbesar) beliau
20
berkata,”Tahukah kamu siapa itu “As Sawadul A’zhom”? Dialah Muhammad bin Aslam Ath Thusy dan teman-teman”.
Sungguh orang-orang yang berselisih itu telah rusak pemikirannya. Yaitu orang-orang yang berselisih tentang makna “As Sawadul A’zhom”. Mereka menjadikan “As Sawadul A’zhom”, “Al Hujjah” dan “Al Jama‟ah” itu adalah sekedar kelompok mayoritas (kebanyakan orang), dan menjadikannya sebagai tolok ukur terhadap sunnah, menjadikan sunnah sebagai bid‟ah, dan menjadikan perkara yang ma‟ruf itu mungkar dikarenakan sedikitnya orang yang memegang sunnah dan ma‟ruf di berbagai zaman dan masa. Dan mereka berkata,”Barangsiapa yang menyeleneh (menyelisihi mayoritas), Alloh akan menjadikannya menyeleneh di neraka.” Orang-orang yang berselisih tadi tidak tahu bahwasanya orang yang menyeleneh itu adalah orang yang menyelisihi kebenaran meskipun seluruh manusia ada di atasnya, kecuali satu orang dari mereka. Maka mereka itulah orang yang menyeleneh.
Seluruh manusia pada zaman Ahmad bin Hanbal telah menyeleneh kecuali sekelompok kecil. Mereka itulah Al Jama‟ah. Pada qodhi saat itu, para mufti, kholifah dan para pengikutnya mereka semua itulah orang-orang yang nyeleneh. Dan Imam Ahmad sendirian sebagai Al Jama‟ah. Dan manakala akal para manusia tak mampu menampung yang demikian itu mereka berkata kepada kholifah: “Wahai Amirul Mukminin, apakah mungkin Anda, para qodhi Anda, para pejabat, para ahli fiqh, para mufti, mereka semuanya ada di atas kebatilan sementara Ahmad sendiri ada di atas kebenaran? Ilmu sang Kholifah tak cukup luas untuk menampung hal itu sehingga dia menyiksa Ahmad bin Hanbal dengan cambukan-cambukan dan hukuman setelah masa penjara yang panjang. Maka لا إله إلا الله (tiada sesembahan yang benar selain Alloh), alangkah miripnya malam ini dengan malam kemarin! Sebenarnya hal ini adalah jalan yang luas bagi Ahlussunnah
21
Wal Jama‟ah hingga mereka berjumpa dengan Robb mereka. Di atas jalan inilah para pendahulu mereka berlalu, dan para pengganti mereka tengah menanti. Ada di kalangan mukminin para pria yang bersikap jujur dengan apa yang telah mereka janjikan kepada Alloh. Di kalangan mereka ada yang telah menunaikan janjinya, dan di antara mereka ada yang tengah menanti, dan mereka sama sekali tidak menggantinya. Dan tiada upaya ataupun kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh Al „Aly (Yang Mahatinggi) lagi Al „Azhim (Mahaagung)”. (“I‟lamul Muwaqqi‟in” 3/398) Jawaban kedua: Ucapan Luqman di atas semakin menunjukkan bahwasanya dirinya memang sangat bodoh terhadap manhaj Salaf dan dasar-dasar Ahlussunnah. Syaikh Robi‟ Al Madkholy -hafizhohulloh- berkata di dalam bantahannya terhadap pengikut Abul Hasan Al Ma‟riby: (Kedua): Permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan di dalamnya harus dikembalikan kepada Alloh dan Rosul, sebagaimana firman Alloh ta‟ala:  وما اختؾػتم فقه فحؽؿه إلى الله  ،
“Dan perkara yang kalian perselisihkan di dalamnya, maka hukumnya dikembalikan kepada Alloh” Dan sebagaimana firman Alloh ta‟ala:  فنن تازطتم في شيء فردوه إلى الله  .
“Maka jika kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Alloh ..” Sama saja, apakah masalah-masalah itu dalam urusan pokok ataukah cabangnya. (Ketiga): Rosululloh shollallohu „alaihi wa alihi wasallam bersabda: ))أكه من يعقش من الأمة فسرى اختلافاً كثراً ((،
“Sesungguhnya barangsiapa dipanjangkan umurnya dari umat ini, dia akan melihat perselisihan yang banyak.”
22
Kemudian beliau membimbing umatnya kepada suatu perkara yang mereka harus kembali padanya, beliau bersabda: ))فعؾقؽم بستي وسة الخؾػاء الراشدين ادفديين طضوا طؾقفا بالواجذ وإياكم
ومحدثات الأمور فنن كل محدثة بدطة وكل بدطة ضلاله((.
“Maka wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Kholifah yang terbimbing dan mendapat petunjuk. gigitlah dengan geraham kalian, dan hindarilah oleh kami perkara-perkara baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara baru dalam agama adalah bid‟ah, dan setiap bid‟ah adalah kesesatan.” (Keempat): Alloh ta‟ala berfirman:  فما بعد الحق إ الضلال  ،
“Tidak ada setelah kebenaran kecuali kesesatan.” Dan dari sini Ahlussunnah berkata,”Sesungguhnya kebenaran itu tidak berbilang. Mestilah kebenaran itu bersama salah satu dari pihak yang bertikai di setiap kasus perselisihan. (Kelima): Di antara pokok Ahlussunnah adalah: setiap orang bisa diambil ucapannya ataupun ditolak, kecuali Rosululloh shollallohu „alaihi wa alihi wasallam. (Keenam): Di antara pokok Ahlussunnah adalah: kenalilah kebenaran, niscaya kamu akan mengenal para tokohnya. Dan janganlah kamu mengenali kebenaran berdasarkan tokoh-tokoh. (Ketujuh): Di antara pokok Ahlussunnah adalah: Para tokoh itu membutuhkan hujjah (dalil) untuk mengokohkan diri mereka, dan bukanlah para tokoh tadi sebagai hujjah (dalil). (Kedelapan): Di antara pokok Ahlussunnah yang mereka bersatu di atasnya adalah: من استباكت له سة رسول الله لم يؽن له أن يدطفا لؼول أحد
“Barangsiapa telah jelas baginya sunnah Rosululloh shollallohu „alaihi wa alihi wasallam, tidak boleh baginya untuk meninggalkannya karena perkataan seseorang.”
23

Sebagaimana diucapkan oleh Imam Asy Syafi‟y rohimahulloh(5). (Kesembilan): Pokok-pokok ini, atau dalil-dalil ini telah dibatalkan atau disia-siakan oleh Abul Hasan Al Ma‟riby dan para penolongnya, dan berasaplah seluruh dakwaan mereka yang dulunya diulang-ulang oleh Abul Hasan, dan mereka mengulang-ulangnya, dan mereka mendakwakan pada orang-orang bahwasanya mereka itulah Ahlussunnah.” (selesai penukilan dari kitab Syaikh Robi‟ -hafizhohulloh- “Baroatu Ahlissunnah”/Maju‟ur Rudud/hal. 199-200) Kukatakan: demikianlah yang coba-coba dilakukan oleh Luqman Ba Abduh dan kawan-kawannya, dan pembesar mereka dari hizbi baru. Jawaban ketiga: Bersembunyi di balik ucapan dan perbuatan sebagian ulama dalam rangka melawan nash, bukti-bukti dan hujjah merupakan sikap taqlid. Imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh berkata: “Bab Rusaknya Taqlid, Peniadaannya, dan Perbedaan antara Taqlid dan Ittiba‟”: Alloh tabaroka wata‟ala telah mencela taqlid di lebih dari satu tempat di dalam kitab-Nya. Firman-Nya:  اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله  “Dan mereka menjadikan para ulama dan pendeta mereka sebagai robb-robb selain Alloh.” (“Jami‟ Bayanil „Ilmi wa Fadhlihi” 3/209) Dan taqlid merupakan penyakit kaum musyrikin. Alloh ta‟ala berfirman: ﴿وَإِذَا قِقلَ لهَُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَكْزَلَ اللههُ وَإِلَى ال ه رسُولِ قَالُوا حَسْبَُا مَا وَجَدْكَا طَؾَقْهِ آَبَاءَكَا
أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ يَعْؾَؿُونَ شَقْئًا وَ تَدُونَ ﴾ )ادائدة 104 )
(5) Sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam “I‟lamul Muwaqqi‟in” 1/hal. 6
“Dan jika dikatakan pada mereka: “Kemarilah kalian kepada apa yang diturunkan Alloh dan kepada Rosul” mereka berkata,”Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati para bapak kami ada di atasnya.” Apakah mereka tetap demikan walaupun para bapak mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapatkan petunjuk?” (QS Al Maidah 104) Alloh ta‟ala telah memerintahkan untuk menyelisihi jalan tersebut dengan cara menunggalkan ittiba‟ (pengikutan). Dia berfirman: ﴿ا ه تبِعُوا مَا أُكْزِلَ إِلَقْؽُمْ مِنْ رَبِّؽُمْ وَ تَتهبِعُوا مِنْ دُوكِهِ أَوْلِقَاءَ قَؾِقلًا مَا تَذَ ه كرُونَ ﴾
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian, dan janganlah kalian mengikuti para pemimpin selain-Nya. Sedikit sekali kalian mengingat.” (QS Al A‟rof 4) Sa‟id bin Jubair رحوه الله berkata: dari Ibnu „Abbas yang berkata,”Nabi shollallohu „alaihi wa alihi wasallam bertamattu‟ dalam haji.” Maka „Urwah ibnuz Zubair berkata,”Tapi Abu Bakr dan Umar melarang tamattu‟” Maka Ibnu „Abbas rodhoyallohu ‘anhuma berkata: أراهم سقفؾؽون أقول: قال البي صذ الله طؾقه وسؾم، ويؼولون: نهى أبو بؽر،
وطؿر.
“Kukira mereka akan binasa. Kukatakan: “Nabi shollallohu „alaihi wa alihi wasallam bersabda”, mereka justru berkata: ”Tapi Abu Bakr dan Umar melarang”. (“Jami‟ Bayanil „Ilmi wa Fadhlihi” Imam Ibnu Abdir Barr رحوه الله 4/43, atsar Shohih).
Imam Al Wadi‟y رحوه الله berkata,”Ikhwanul Muslimin mengetahui bahwasanya mereka ada di atas kebodohan. Karena itulah jika kamu katakan pada mereka: “Ini halal, dan itu harom”, dan kamu tegakkan terhadap mereka dalil-dalil mereka berusaha untuk berkelit dengan berkata: “Yusuf Al Qordhowy berkata dalam kitab “Al Halal Wal Harom”, Sayid Sabiq berkata dalam kitab “Fiqhus Sunnah”, Hasan Al Banna berkata dalam “Ar Rosa‟il”, Sayid Quthb berkata dalam
“Zhilalil Qur‟an”. Apakah boleh dalil-dalil ditentang dengan perkataan mereka?” (“Al Makhroj minal Fitnah” hal. 154/cet. Kelima). Syaikh Robi’ – حفظه الله – berkata pada Abul Hasan: “Sebutkanlah pada kami para ulama tersebut, dan sebutkanlah dalil-dalil mereka dari Al Kitab dan As Sunnah. kalau tidak, maka kamu adalah bagian dari muqollidin yang buta, yang berpaling dari pokok ahlus sunnah dan dalil-dalil mereka yang banyak dari Al Kitab dan As Sunnah yang mana dalil-dalil tadi berada pada puncak kekuatan dan kejelasan. Dan bukanlah taqlid buta dan keberpalingan dari nash-nash itu barang asing bagimu. Perbuatan ini banyak datang darimu, yang mana kamu menentang nash-nash Al Kitab dan As Sunnah dengan pendapat para tokoh. Kamu mendahulukan pendapat para tokoh jika mencocoki hawa nafsumu dan kamu berpaling dari nash-nash”. –lalu beliau menyebutkan beberapa contoh-. “Dan yang benar adalah bahwasanya kamu pada kenyataannya mengikuti langkah ahlul batil dari kalangan pengekor orang Barat, terutama Ikhwanul Muslimin. Dan sebagaimana yang kamu lakukan di dalam kitabmu ini “Qoth’ul Lijaj” yang mana kamu berlindung kepada taqlid seraya berkata: “Fulan-dan fulan telah mendahului aku dalam hal ini,” di berbagai kejadian. Dan ini merupakan gabungan dari taqlid buta dan talbis.” (“Munaqosyatu Abil Hasan”/Majmu’/242)
Syaikh Robi’ – حفظه الله – berkata: “Maka Ahlussunnah menyerang mereka dengan Al Kitab, As Sunnah dan dengan manhaj Salafush sholih dan pokok-pokok mereka yang lurus dan terbimbing. Ahlussunnah membongkar kejelekan pokok-pokok mereka, menelanjangi mereka dari senjata-senjata yang dulunya mereka menyombongkan diri dengannya, yang berupa dasar, pembentuk pokok, bukti dan dalil. Maka ahlul bathil tadipun berlindung kepada taqlid buta dan bergantung dengan “Fulan berkata, „Allan berbicara.”.” (“Baroatu Ahlissunnah” hal.200/Majmu‟ur Rudud). Bab Kedua Puluh: Upaya Untuk Mengangkat Citra Diri Luqman Ba Abduh berupaya mengangkat derajat dirinya dengan berkata,” Luqman Ba‟abduh dikatakan jahil, syaikh Wushobi dikatakan jahil, dhoif dan yang lainnya Syaikh Ubaid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi pengarang kitab Tauhid dinyatakan dhoif fil hadits laisa lahu yadun thowilah fil hadits, Allohu akbar. Ulama Madinah itu pekerja, mereka statusnya sebagai pegawai, Subhanalloh!”

Jawaban pertama: Ini merupakan upaya Luqman untuk mengangkat derajat dirinya ke jajaran para ulama. Ketika dia menyebutkan bahwa Syaikhuna Yahya – حفظه الله – mencerca para ulama, bahkan kibarul Ulama, Luqman menyebutkan nama-nama mereka dan menyebutkan dirinya di dalam gabungan mereka. Dekat dengan kasus Safar Al Hawaly yang berkata: “Kamu mendapat mereka (yaitu umat) berdiri di hadapan mereka (para ulama) sambil menuduh mereka itu mengkafirkan muslimin, sebagaimana yang terjadi pada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab, Asy Syahid Sayid Quthb, rohimahumulloh dan yang semisal dengan mereka.” Dan seterusnya. Dan Syaikh Robi‟ – حفظه الله – telah membabat ucapannya tadi dalam kitab “Ma‟akhidz „ala Syaikh Safar Al Hawaly” hal. 14)

Jawaban kedua: Memang kamu itu bodoh.(6) Terkesan di dalam kasetmu tersebut bahwasanya kamu itu tidak tahu
(6) Catatan penerjemah: bukan penulis menganggap dirinya besar. Hanya saja Syaikhunal Walid Yahya Al Hajury -حفظه الله -, Syaikhuna Abdul Hamid Az Za‟kary -حفظه الله -, serta Syaikhunal Walid Muhammad Ibnu Mani‟ – حفظه
الله – yang mengatakan Luqman itu jahil.
27
manhaj Salafy sebagaimana mestinya. Kamu juga tak tahu hak-hak ulama, tak tahu bagaimana bermuamalah dengan fatwa ulama yang keliru, tak tahu makna taqlid, tidak paham makna “sakit” yang terkait dengan fitnah ini, dan seterusnya. Jawaban ketiga: Jika salah seorang pengikutmu berkata,”Luqman itu punya ilmu!” Maka jawabnya adalah: Imam Sufyan bin „Uyainah رحوه الله berkata: أَجْفَلُ الهاسِ مَنْ تَرَكَ مَا يَعْؾَمُ، وَأَطْؾَمُ الهاسِ مَنْ طَؿِلَ بِمَا يَعْؾَمُ، وَأَفْضَلُ الهاسِ
أَخْشَعُفُمْ لله.
“Orang yang paling bodoh adalah orang yang meninggalkan apa yang diketahuinya. Orang yang paling berilmu adalah orang yang mengamalkan apa yang diketahuinya. Dan orang yang paling utama adalah orang yang paling khusyu‟ pada Alloh.” (Atsar riwayat Ad Darimi /449 dengan sanad yang shohih). Imam Asy Syafi‟y رحوه الله berkata: العؾم ما كػع، لقس العؾم ما حػظ.
“Ilmu itu adalah apa yang bermanfaat, dan bukanlah ilmu itu sekedar apa yang dihapal.” (“Siyaru A‟lamin Nubala” 10 hal. 89). Jawaban keempat: Adapun ‘Ubaid Al Jabiry, telah diketahui makarnya terhadap dakwah Salafiyyah di Yaman. Dan dia telah mentahdzir orang dari Dammaj. Dan akan datang ucapan Syaikh Robi’ – حفظه الله – tentangnya. Balasan itu sesuai dengan jenis amalan, maka janganlah kamu menangisinya. Akhuna Mushthofa Al „Adny -حفظه الله – mengabari kami bahwasanya Akhuna Roshshosh Al Laudary – حفظه الله – telah mengunjungi Syaikh Robi‟ -حفظه الله – pada bulan Syawal 1429 H dan mengabari beliau bahwasanya Syaikh „Ubaid Al Jabiry telah mentahdzir orang dari Dammaj. Maka Syaikh Robi‟ – حفظه
الله – berkata:
إن صحّ هذا الخبر فإنه يعتبر زلة العالم ويجب على الشيخ عبيد أن يتوب.
“Jika berita ini benar, maka hal itu termasuk ketergelinciran orang alim. Dan wajib bagi Syaikh „Ubaid untuk bertobat.” Jawaban kelima: Berilah kami bukti kepastian bahwasanya Syaikhuna Yahya – حفظه الله – berkata bahwasanya Asy Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi lemah dalam hadits, tak punya kemampuan besar dalam bidang hadits. Kalau kamu –Luqman tak bisa membuktikannya, maka kau itu pendusta. Jawaban keenam: Kalaulah memang Syaikhuna Yahya – حفظه الله – berkata bahwasanya Asy Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi tak punya kemampuan besar dalam bidang hadits, maka cobalah kamu buktikan pada kami kepastian bahwasanya Imam Muhammad An Najdy رحوه الله itu punya kemampuan besar dalam bidang hadits. Maka jika kamu tidak sanggup membuktikan, maka orang yang tahu adalah hujjah terhadap orang yang tidak tahu
tentang keahlian Imam Muhammad dalam bidang hadits. Ini yang dinamakan “Pemberian hukum sesuai dengan haknya” dengan tetap menghormati beliau رحوه الله . Maka bukanlah ini suatu penghinaan. Alangkah miripnya kamu dengan Ibrohim bin Hasan Asy Sya‟by Al Ikhwany yang marah demi bapaknya dikarenakan Syaikh Ahmad An Najmy رحوه الله berkata padanya,”Kamu mengikuti bapakmu dalam kebatilan.” Maka meledaklah kemarahannya, lalu menuduh Syaikh Ahmad An Najmy رحوه الله bahwasanya beliau mencaci ayahnya. Maka Syaikh Ahmad An Najmy رحوه الله berkata padanya,”Aku tidak mencaci ayahmu. Tapi aku hanyalah mengabarimu tentang hukum dari apa yang dikerjakan olehmu dan ayahmu.” (“Dahrul Hajmatil Hizbiyyah” hal. 8)
Apakah jika Ahlussunnah berkata,”Nu‟aim bin Hammad itu Imam dalam sunnah, tapi lemah dalam riwayat” hal itu merupakan penghinaan pada beliau? Ataukah merupakan pemberian hukum sesuai dengan haknya bersamaan dengan tetap menghormati beliau? Jawaban ketujuh: Adapun Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushoby waffaqohulloh, aku tak perlu untuk mengulangi pembicaraan tentangnya, karena aku telah menyebutnya di tempat lain. Dan balasan itu sesuai dengan jenis amalan. Bahkan Syaikhuna Yahya – حفظه الله – telah banyak bersikap lembut padanya, banyak mengalah kepadanya, banyak menyayanginya, bersamaan dengan besarnya kebatilannya terhadap dakwah salafiyyah dan terhadap Imam Al Wadi‟y رحوه الله . Jawaban kedelapan: Dari tempat sampah manakah kamu mendapatkan berita bahwasanya Syaikhuna Yahya – حفظه
الله – berkata”Ulama Madinah itu pekerja”? Aku yakin bahwa kamu itu pembohong besar. Dan termasuk perkara yang menunjukkan upaya Luqman untuk mengangkat martabat dirinya adalah ucapannya:”Ini rata-rata yang disebutkan Muhsin rata-rata teman saya belajar di Dammaj kok tiba-tiba muncul syaikh-syaikh baru.” Juga penggambaran dia,”Mereka sangat keras dalam bersikap.” Dan cocoklah buat dirinya ucapan Syaikh Robi‟ –
حفظه الله – tentang Abul Hasan: “sesungguhnya ini merupakan sindiran yang keras terhadap para da‟i manhaj Salafy, dan dukungan buat tusukan lawan mereka. Dan tujuan Abul Hasan adalah untuk memunculkan dirinya bahwasanya dia itu tampil beda dari Ahlussunnah dengan akhlaq yang tinggi, hikmah, dan ilmu. Berbeda dengan para Salafiyyin pada diri mereka itu ada kekerasan, ketololan dan kebodohan serta urusan-urusan yang tidak diridhoi Abul Hasan.” (“Intiqod „Aqody Manhajy”/”Majmu‟ur Rudud”/hal. 310/catatan kaki).
30
Bab Kedua Puluh Satu: Di Antara Kedustaan Luqman Luqman Ba Abduh hadahulloh berkata,”Ulama Madinah itu pekerja”. Juga berkata,” Ana terima itu bulan Romadhon Masyayikh Kibar sudah dibicarakan, dilecehkan, dihina, ditahdzir. Syaikh Abdurrahman al-Adany min afadhil ulama di Yaman sudah dijelek-jelekkan”
Jawaban pertama: Abdurrohman Al „Adny dulunya termasuk masyayikh yang utama. Kapan itu? Ketika tidak nampak darinya selain kebaikan. Namun manakala dia melakukan kebatilan yang banyak –sebagaimana telah lewat penyebutannya(7)- jadilah dia itu hina dan runtuh nilainya. Alloh ta‟ala berfirman: وَا ه لذِينَ كَسَبُوا ال ه سقِّئَاتِ جَزَاءُ سَقِّئَةٍ بِؿِثْؾِفَا وَتَرْهَؼُفُمْ ذِ ه لةٌ  ]يوكس/ 27 ]
“Dan orang-orang yang melakukan kejelekan-kejelekan, maka balasan dari kejelekan adalah dengan yang semisalnya, dan mereka akan terliputi kehinaan.” (QS Yunus 27) Ibnu „Umar rodhoyallohu ‘anhuma berkata: Rosululloh shollallohu „alaihi wa alihi wasallam ىِ وَجُعِلَ «
بُعِثْتُ بِال ه سقْفِ حَتهى يُعْبَدَ اللههُ شَِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِى تَْتَ ضِلِّ رُمحْ
» الذِّ ه لةُ وَال ه صغَارُ طَذَ مَنْ خَالَفَ أَمْرِى وَمَنْ تَشَبههَ بِؼَوْمٍ فَفُوَ مِْفُمْ
“Aku diutus dengan pedang hingga Alloh diibadahi tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dan dijadikanlah rizqiku ada di bawah naungan tombakku. Dan dijadikan kehinaan dan kerendahan itu menimpa orang yang menyelisihi perintahku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu bukanlah dari golonganku.” (HR Imam Ahmad 5232. Hadits hasan).
(7) Pada seri pertama dari buku ini (catatan penerjemah)
Rujuklah kembali oleh kalian penjelasan dan keterangan Ahlussunnah terhadap hizbiyyah Abdurrohman bin Mar‟i dan pengikutnya. Demikian pula saudaranya. Telah nampak korupsinya terhadap harta muslimin, dan telah terang makarnya terhadap dakwah salafiyyah di Yaman. Dan di antara kebohongan Luqman adalah ucapannya: “Yang kita undang itu diantara masyayikh-masyayikh di Madinah dia (syaikh Yahya) nggak terima karena ada sebagian murid telpon ke Dammaj, dikatakan Syaikh Bukhori hadza tholabul ilmi ya ikhwan. Sekedar pengajar biasa”. Kami katakan: Kita tak perlu banyak bicara. Hendaknya Luqman menunjukkan bukti kepastian apa yang diucapkannya itu. Dan di antara kedustaan Luqman lagi adalah ucapannya: “Dia –yaitu Syaikh Yahya – حفظه الله –menuduh seorang mufti ditelevisi „Adn. Seorang mufti „Adn namanya „Ali Bawaih „Ali Bawaih, ini mufti televisi „Adn, dia hizbi. Tapi walaupun kafir sekaligus tetap berlaku adil: ليجرهنكن شنئبى قىم عل أى لا تعدلىا اعدلىا هى أقرة للتقىي.
Kita dituntut untuk adil lisan kita, taqwa. Dinyatakan oleh al Hajuri hadza ‘Ali Bawaih Luthiyun, yu’ta kama tu’ta al mar’ah. Di majelis ini. Ini seorang luthi digauli seperti digaulinya perempuan. Ini ada dua pelajaran yang penting. Pelajaran tentang adab sekaligus pelajaran tentang hukum, ini adalah tuduhan. Kalimat luthi ini mengandung kalimat yang luar biasa. Diperjelas lagi dengan kalimat yu’ta kama tu’ta al mar’ah. Kita nyatakan :” ya Hajuri, alaka bayyinah, alaka syuhud, ente punya bayyinah ente punya saksi.”
32
والذين يرمون ادحصات ثم لم يلتوا بلربعة شفداء فاجؾدوهم ثماكين جؾدة و تؼبل ) 8 ) له
شفادة أبدا وأولئك هم الػاسؼون.
Coba perhatikan ayat ini al Imam ibnu Katsir, subhanalloh ini pelajaran adab sekaligus hukum. Ketika ada seorang suami datang kepada Rosululloh shollalohu ‘alaihi wa sallam mengisahkan tentang istrinya. Apa kata Rosululloh? Alaika bi arba’ati syuhud wa illa haddun fi dzohrik. Ente harus mendatangkan 4 orang saksi kalau nggak ente di cambuk di punggung ente. Hat empat saksi masing-masing melihatnya seperti dimasukkannya timba kedalam sumur. Melihat ente ente ente ente. Ya kalau ndak berkata imam Ibnu Katsir : “seorang yang menuduh seorang muslim tanpa 4 orang saksi, hukuman yang pertama yujlad dicambuk punggungnya. Al Hajuri harus mendatangkan 4 orang saksi kalau ndak dicambuk punggungnya. Kedua la tuqbal(9) lahu syahadah abadan. Kata Alloh nggak diterima persaksiannya, kata Alloh bahwa dia Kadzab ‘indalloh wa ‘indannas, Ia kadzab di sisi Alloh dan di sisi manusia. Kita menyatakan hat ya Hajuri, hat, kalo ndak ente mendapatkan posisi ini.” (selesai untuk ucapan Luqman)
Jawaban pertama: Wahai Luqman, sebelum kamu menuntut bayyinah (bukti) dari Syaikhuna Yahya – حفظه الله – bahwasanya Mufti Ali Ba Waih itu luthy (homo), digauli sebagaimana perempuan digauli, kami lebih dulu menuntutmu untuk mendatangkan bayyinah bahwasanya Syaikhuna Yahya –
حفظه الله – itu mengatakan yang demikian. (Tambahan dari Syaikhuna Abu Bilal – حفظه الله -: Dan bagaimana mungkin Luqman bisa mendatangkan bukti tersebut). Kalau tidak bisa, maka kamu itu pendusta, dan kamu harus dicambuk delapan
(8) Catatan Abu Hazim -حفظه الله – tentang bacaan Luqman untuk ayat ini : “Ia baca wa la tuqbalu” (9) Catatan lagi dari Abu Hazim -حفظه الله – tentang bacaan Luqman untuk ayat ini : “Ia baca dengan bacaan yang salah lagi”
puluh kali sebagai hukuman membikin kedustaan terhadap orang lain.

Jawaban kedua: Rujuklah kembali sumber beritamu itu wahai Luqman. Benarkah orang yang disebut itu bernama “Ali Ba Waih” ataukah tidak? Dan benarkah dia itulah yang dituduh, ataukah orang lain yang bernama Ali Adh Dhombary? Dan benarkah yang menuduh dia itu Syaikhuna Yahya – حفظه الله -, ataukah salah seorang pelajar? Dan apakah sumber berityamu itu kaset ataukah sebagian dari mata-matamu? Kalau memang sumbermu adalah kaset, apakah kamu mendapatkannya dari Salafiyyin yang jujur ataukah dari hizbiyyin pembohong? Aku tidak mengira bahwasanya kamu sanggup memberikan jawaban yang benar bagi pertanyaan-pertanyaan tadi. Jawaban ketiga –dan ini adalah berita gembira buat Salafiyyin, dan petir buat hizbiyyin pembohong-: Sesungguhnya orang-orang yang tekun mengikuti durus (pelajaran-pelajaran) Syaikhuna Yahya – حفظه الله – dengan kesadaran dan kejujuran, mereka menyatakan bahwasanya Syaikhuna Yahya – حفظه الله – tidak pernah menuduh mufti tersebut. Inilah Abu Turob Al Indonesy –dan beliau adalah pelajar Indonesia yang paling dekat dengan Syaikhuna Yahya –
حفظه الله – secara mutlak- menyatakan bahwasanya Syaikhuna Yahya – حفظه الله – tidak pernah menuduh mufti tersebut. Demikian pula Akhuna Tsabit Al Hadhromy –dan beliau senantiasa duduk di belakang Syaikhuna Yahya – حفظه الله – pada saat pelajaran umum. Beliau adalah pemegang urusan perekaman durus. Demikian pula Akhuna Syauqi At Ta‟zy –
حفظه الله -. Bahkan Syauqi At Ta‟zy – حفظه الله – berkata,”Luqman wajib untuk menunjukkan bukti kepastian ucapan tadi: Kapan Syaikhuna mengucapkannya, dan pada pelajaran apa?”. Syaikhuna Abu Bilal – حفظه الله – berkata, ”Barangkali yang benar adalah “Ba Ruwais”.
Akhuna Tholib Al „Adny – حفظه الله – berkata, ”Tidak ada di „Adn seorang mufti yang bernama “Ali Ba Waih”. Yang ada hanyalah “Ali Ba Ruwais”.
Akhuna Tholib dan „Ali Al „Adniyyani -hafizhohumalloh- mengabariku bahwasanya Syaikh Abdulloh bin Ahmad Al Iryany – حفظه الله – punya risalah dengan judul “Al Qoulul Jali Fi Nasfi Abathilil Wataril Muftari” dan di dalamnya ada bantahan terhadap kedustaan ini(10). Tapi aku belum berhasil mendapatkan naskah “Al Qoulul Jali” pada saat itu setelah berusaha keras. Beberapa bulan kemudian Alloh memudahkanku untuk berjumpa dengan Syaikhuna Abu Abdillah Thoriq bin Muhammad Al Khoyyath Al Ba‟dany –
حفظه الله -, lalu beliau menunjukkan padaku naskah “Al Qoulul Jali” yang beliau miliki. Semoga Alloh membalas beliau dengan kebaikan. Ada seseorang yang mengambil kaset ucapan Syaikhuna Yahya – حفظه الله -, memotong-motongnya, lalu menggandengkannya sehingga jadilah ucapan tadi berubah menjijikkan. Lalu kaset modivikasi tadi diambil oleh Al Idrisy di Shon‟a dan dilariskannya, -sebagaimana kata Syaikhunal Fadhil Thoriq Al Ba‟dany حفظه الله -, diambil oleh para pengikut Abul Hasan dan mereka sebarkan kemana-mana Dan termasuk orang yang mengambilnya untuk memukul Syaikhuna Yahya –
حفظه الله -,adalah Nu‟man bin Abdul Karim Al Watar. Syaikhuna Abdulloh Al Iryany – حفظه الله – berkata dalam “Al Qoulul Jali” hal. 8-9:
(10) Aku di telah menyebutkan kasus ini dalam edisi arob yang terdahulu, bersandarkan kepada berita dari kedua saudara kita dari „Adn tadi –semoga Alloh menjaga mereka-, dan pada saat itu aku belum berhasil mendapatkan naskah “Al Qoulul Jali” . Adapun sekarang aku telah mendapatkannya, dan Akhuna „Ali menasihatkanku untuk bersandar pada naskah resmi itu saja. )Dan arti judul risalah tadi adalah: “Perkataan yang Jelas Dalam Memusnahkan Kebatilan Al Watar Sang Pembikin Kedustaan.” (Catatan penerjemah().
35
Kebatilan Tuduhan Nu‟man Al Watar Bahwasanya Syaikh Yahya Melemparkan Tuduhan Bohong Adapun tuduhan Nu‟man Al Watar bahwasanya Syaikh yang mulia Yahya – حفظه الله – melemparkan tuduhan bohong terhadap orang-orang yang bersih, maka ini merupakan kedustaan yang besar. Kami menantang Nu‟man untuk memberikan bukti kepastian tentang ucapan Syaikhuna Yahya tersebut di dalam kaset, atau kitab, atau persaksian orang-orang yang adil jika dia memang termasuk orang-orang yang jujur. Bersama si Pendusta Besar Yang Hina: Fahd Al Ba‟dany Beberapa pelajar dan penghapal Al Qur‟an dari penduduk Ba‟dan telah bersaksi bahwa Fahd Al Ba‟dany berdusta, dan dia menukil berita-berita yang tidak benar tentang Darul Hadits di Dammaj. Dan “Penduduk Mekkah lebih tahu tentang keadaan masyarakatnya.” Dan sisi pendalilan kita adalah bahwasanya Fahd Al Ba‟dany tersebut telah menukilkan di dalam kaset tanpa bukti tentang Syaikh yang mulia Yahya Al Hajury:
a- Bahwasanya beliau berkata tentang Ali Ba Ruwais yang berfatwa di televisi „Adn, bahwasanya dia itu luthy digauli sebagaimana wanita digauli. Dan Fahd juga berkata bahwasanya sebagian pelajar berkata pada beliau: “Ini adalah tuduhan yang membutuhkan empat saksi yang adil”. Maka Syaikh Yahya menjawab seraya berkata,”Cukuplah kemasyhuran sebagai bukti.”
Kukatakan –Syaikh Abdulloh Al Iryany حفظه الله -: Ini adalah dongeng palsu yang dikandung dan dilahirkan oleh Fahd Al Ba‟dany, lalu dirawat oleh Nu‟man Al Watar. Pendengaran kami terhadap dongeng ini saja sudah cukup bagi kami sebagai dalil atas kebatilannya, dan kedustaan orang yang
36
menukilkannya.(11) maka bagaimana bisa tergambarkan seorang alim yang bertaqwa dan waro‟ berbuat ngawur seperti ini? Kisah yang sebenarnya adalah: Para penghapal Al Qur‟an, para pelajar, dan para penyeru ke jalan Alloh yang hadir dalam kisah itu, semuanya bersaksi bahwasanya ada seorang lelaki dari Abyan menjelek-jelekkan Ahlussunnah. Namanya adalah Ali Adh Dhombary. Ketika Syaikh Yahya Al Hajury bertekad untuk membantahnya, sebagian penduduk Abyan berkata,”Mereka berkata bahwa dia itu digauli sebagaimana wanita digauli.” Maka Syaikh berkata, ”Dengarkanlah wahai ikhwah, apa yang mereka ucapkan?” lalu Syaikh berkata,”Seperti ini membutuhkan bayyinah (bukti)!” Maka salah seorang yang hadir dari Abyan berkata,”Ini sudah terkenal.” Maka Syaikh berkata,”Sekedar keterkenalan tidak mengharuskan benarnya berita.” Selesai. Kisah dan pembicaraan berkisar tentang seseorang, tapi pertama kali: omongan Al Ba‟dany terbalik, lalu yang kedua: berbicara tentang orang lain. Maka berkumpullah antara kemungkaran dan kepalsuan dalam ucapan Al Ba‟dany. Kemudian Ahlussunnah mereka mempercayai diri mereka sendiri, mereka tidak terpengaruh oleh berita-berita palsu. Para Nabi Alloh telah dituduh dengan tuduhan yang lebih besar daripada ini, dan mereka bersabar. Kedustaan itu benang-benangnya pendek saja, dan Alloh „azza wajalla berfirman: سَقَعْؾَؿُونَ دًا مَنِ الْؽَ ه ذابُ الْأَشَِ  ]الؼؿر/ 26 ]
“Besok mereka akan tahu siapakah pendusta besar yang jahat itu.” (QS Al Qomar 26)
b- Orang yang telah tersebut di atas juga menukilkan bagian atas tanpa bayyinah terhadap Syaikh Yahya Al Hajury –
حفظه الله – bahwasanya beliau berkomentar tentang jajaran
(11) Kukatakan –Abu Fairuz-: termasuk Luqman Ba Abduh.
pemerintahan bahwasanya mereka itu tukang homoseksual dan banci.
Kedustaan ini juga sejenis dengan dongengan tadi. Dan kami berkata,”Kami jadikan Alloh sebagai saksi bahwasanya si penukil ini pendusta besar(12).” Dan kami berkata sebagaimana firman Robb kami: يَا أَ ه ا ا ه لذِينَ آَمَُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بَِبَنٍ فَتَبَ ه قُوا أَنْ تُصِقبُوا قَوْمًا بِجَفَالَةٍ فَتُصْبِحُوا طَذَ مَا
فَعَؾْتُمْ كَادِمِينَ  ]الحجرات/ 6 ]
“Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada kalian seorang fasiq dengan suatu berita, maka carilah kejelasan, jangan sampai kalian menimpakan kecelakaan pada suatu kaum dengan ketidaktahuan sehingga jadilah kalian menyesal dengan apa yang kalian lakukan.” (QS Al Hujurot 6) Dan kami berkata pada orang yang membikin kedustaan terhadap para pemilik ilmu dan keutamaan, sebagaimana firman Robb kami „azza wajalla: قُلْ هَاتُوا بُرْهَاكَؽُمْ إِنْ كُْتُمْ صَادِقِينَ  ]البؼرة/ 111 ]
“Katakanlah : Datangkanlah bukti kebenaran kalian jika kalian memang orang-orang yang jujur.” (QS Al Baqoroh 111) Dan di dalam Ash Shohihain dari Ibnu „Abbas rodhiyallohu „anhuma berkata : Rosululloh saw bersabda : لو يعطى الاس بدطواهم دٓطى كاس دماء رجال وأموالهم ولؽن القؿين طذ اددطى «
.» طؾقه
“Andaikata manusia diberi sesuai dengan dakwaan mereka, pastilah orang-orang akan mendakwa harta suatu kaum dan darah mereka. Akan tetapi sumpah adalah kewajiban orang yang dituduh.” Dan dalam riwayat Al Baihaqy :
(12) Kukatakan –Abu Fairuz-: demikian juga Luqman Ba Abduh
لَوْ يُعْطَى الهاسُ بِدَطْوَاهُمْ هَٓ دطَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ وَلَؽِ ه ن الْبَقَِّةَ طَذَ ادُْ ه دطِى «
.» وَالْقَؿِينَ طَذَ مَنْ أَكْؽَرَ
“Andaikata manusia diberi sesuai dengan dakwaan mereka, pastilah orang-orang akan mendakwa harta suatu kaum dan darah mereka. Akan tetapi bayyinah (bukti) adalah kewajiban si penuduh, dan sumpah adalah kewajiban orang yang dituduh.” Dan apakah seorang muslim akan lancang berkata seperti itu, lebih-lebih lagi orang yang tahu tentang Alloh, waro‟, punya perhatian dan semangat untuk menjaga kehormatan muslimin, serta membelanya ?!! Aku telah bertanya pada Syaikh Yahya حفظه الله ta‟ala tentang itu, maka beliau bersumpah dengan nama Alloh tidak mengucapkannya. Selesai ucapan Syaikhuna Abdulloh Al Iryani حفظه الله . Dan telah berdatangan ucapan syukur, pujian dan selamat setelah keluarnya risalah yang mantap ini, dari kalangan Salafiyyun yang punya kecemburuan.
Bahkan Nu‟man Al Watar sendiri telah mengakui kedustaan tadi. Syaikh Abdulloh Al Iryany – حفظه الله – di dalam risalahnya yang kedua berkata,” “Kalaulah tidak ada pembongkaran aib mereka di dalam risalah mereka “Al Muhannadul Yamani..” kecuali bahwasanya mereka itu sikapnya bertolak belakang dan goncang, dan mereka mengakui atas kebohongan mereka dalam melemparkan tuduhan pada Asy Syaikh Al Fadhil Al Bari’ (yang bersih dari tuduhan tadi) Yahya Al Hajuri bahwasanya beliau menuduh ‘Ali Ba Ruwais, setelah mereka terbang dengan tuduhan tadi ke segala penjuru, niscaya yang demikian itu cukup untuk menetapkan kedustaan mereka dan menjelaskan keadaan mereka, dan pendustaan orang-orang terhadap mereka, waspada terhadap penukilan dan berita-berita mereka, jatuhnya mereka dari pandangan mata orang-orang, dan tidak percaya lagi pada mereka ..” (“Ta‟zizul Qoulil Jali” hal. 5)

Dan Syaikhuna Syaikh Abdulloh Al Iryany – حفظه الله – telah mengunjungi kami, lalu beliau menuliskan buat Akhuna Abu Saif -Al Indonesy- حفظه الله , bahwasanya Luqman telah menempuh jalan para hizbiyyin dalam mengambil bantuan dari senjata-senjata para hizbiyyin pendahulu, dalam upayanya untuk “memukul” Ahlussunnah. Atau kurang lebih demikian(13). Maka wahai Luqman, seakan-akan aku teringat sebuah kisah bahwasanya penduduk Dammaj telah selesai memakamkan jenazah di pekuburan mereka. Ketika mereka pulang datanglah seekor binatang menggalinya lagi lalu mengambil mayat tadi dan memakannya. Dan Syaikhuna yang utama Abu Abdillah Thoriq Al Ba‟dany –semoga Alloh menjaganya, dan membalasnya dengan kebaikan- mendatangkan peringatan yang penting sekali. Beliau berkata,”Al Idrisy adalah Ali bin Hamud bin Sinan, pemilik studio rekaman “Al Haromain” di Shon‟a yang dulunya bernama “Tasjilat wa Maktabatul Idrisy Al Islamiyyah As Salafiyyah”. Dia telah di-jarh (vonis cela) oleh Syaikhuna Yahya – حفظه الله – sebagai salah seorang koruptor dakwah. Beliau – حفظه الله – juga berkata bahwa Al Idrisy itu pengkhianat.” Selesai ucapan Syaikh Thoriq -حفظه الله -. Ada juga Al Idrisy yang lain, tinggal di propinsi Zabid. Dia telah divonis cela oleh Imam Al Wadi‟y رحوه الله : “Dia itu da‟i kepada kebodohan dan kesesatan.” (“Al Mushoro‟ah” hal. 387).

Jawaban keempat: Firman Alloh ta‟ala: ( ولا تَقجلىا ) yang artinya: “Jangan kalian terima”, kamu membacanya ( ولا تُقجل )
(13) Silakan merujuk kembali tulisan Syaikh Abdulloh Al Iryany – حفظه الله – yang edisi Indonesianya berjudul “Bantahan yang Ringkas Dan Pasti Terhadap Sebagian Syubuhat Luqman”, dan telah disebarkan di Indonesia. (catatan penerjemah).
40
yang artinya: “Jangan diterima”. Dan kesalahan dalam bacaan ini kamu mengulanginya dua kali. Dari mana kamu dapatkan bacaan Al Qur‟an yang itu? Jika kamu “menghukum” seseorang karena kesalahannya dalam perkara yang terkait dengan ucapan manusia, maka kami “menghukum” kamu karena kesalahanmu dalam perkara yang terkait dengan firman Robbul „Alamin. Dan kami juga akan “menghukummu” –dengan seidzin Alloh- karena kesembronoanmu dalam berbicara atas nama Alloh. Jawaban kelima: Ucapanmu:” (Hukuman) Kedua: la tuqbal lahu syahadah abadan. Kata Alloh nggak diterima persaksiannya, kata Alloh bahwa dia Kadzab ‘indalloh wa ‘indannas, Ia kadzab di sisi Alloh dan di sisi manusia. Kita menyatakan hat ya Hajuri, hat, kalo ndak ente mendapatkan posisi ini.” Wahai Luqman, Alloh hanyalah berfirman: وَ تَؼْبَؾُوا لهَُمْ شَفَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْػَاسِؼُونَ  ]الور/ 4 ]
“Dan janganlah kalian menerima persaksian buat mereka selamanya, dan mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS An Nur 4) Dan Imam Ibnu Katsir رحوه الله berkata: “Yang kedua: Persaksiannya ditolak selamanya. Ketiga: Dia itu adalah orang yang fasiq, bukan adil di sisi Alloh, dan juga di sisi manusia.” Selesai penukilan yang diinginkan.
Maka Alloh ta‟ala hanyalah menghukumi orang tadi sebagai fasiq, bukan kadzdzab (pembohong besar). Kadzdzab itu fasiq, tapi bukanlah setiap orang fasiq itu kadzdzab. Maka dengan dalil yang manakah kamu menghukumi bahwasanya setiap fasiq itu kadzdzab? Kamu berdalilkan dengan ayat di atas dalam keadaan tidak ada di dalamnya hukum bahwa orang tadi kadzdzab. Dan kamu berdalilkan dengan ucapan Imam Ibnu Katsir رحوه الله dalam keadaan tidak ada di situ hukum bahwasanya penuduh tadi itu kadzdzab. Maka apa bukti dan penjelasanmu dalam berbicara atas nama
41
Robbmu, lalu juga atas nama Imam Ibnu Katsir رحوه الله , ucapan yang tidak diucapkan oleh Ar Robb, dan juga tidak diucapkan oleh Imam رحوه الله tadi? Inilah jawabanku terhadap pendalilanmu dengan ayat yang umum: ﴿وَا ه لذِينَ يَرْمُونَ ادُْحْصََاتِ ثُ ه م لَمْ يَلْتُوا بِلَرْبَعَةِ شُفَدَاءَ فَاجْؾِدُوهُمْ ثَمَاكِينَ جَؾْدَةً وَ تَؼْبَؾُوا لهَُمْ شَفَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْػَاسِؼُونَ  ]الور/ 4 ]
“Dan orang-orang yang melemparkan tuduhan zina terhadap para wanita yang terjaga, lalu mereka tidak mendatangkan empat saksi, maka deralah mereka sebanyak delapan kali deraan, dan janganlah kalian menerima persaksian kalian selamanya, dan mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS An Nur 4). Jawaban keenam: Andaikata kamu berdalilkan dengan ayat yang lebih khusus daripada ayat tadi: ﴿إِ ه ن ا ه لذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ طُصْبَةٌ مِْؽُمْ –إلى قوله:- لَوْ جَاءُوا طَؾَقْهِ بِلَرْبَعَةِ شُفَدَاءَ
فَلُولَئِكَ طِْدَ اللههِ
ِ
فَنِذْ لَمْ يَلْتُوا بِال ه شفَدَاء هُ ه هُ اللْ كَ ا ذِ ا هُ و كَ ن  ]الور/ 11 – 13 ]
“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan berita dusta tadi (kasus „Aisyah rodhoyallohu ‘anha) mereka adalah dari golongan kalian sendiri” –sampai dengan:- “Andaikata mereka mendatangkan buat tuduhan tadi empat saksi. Tapi jika mereka tidak mendatangkan empat saksi, maka mereka itu di sisi Alloh adalah orang-orang yang pendusta.” (QS An Nur 11-13). Barangkali ini lebih dekat kepada tujuanmu dalam menisbatkan Syaikhuna Yahya – حفظه الله – kepada kedustaan. Walaupun demikian kamu sendiri tahu bahwasanya tidak harus Kadzib (pendusta) itu Kadzdzab (pendusta besar). Robb kita Yang Mahatinggi menghukumi sang penuduh sebagai Kadzib, sementara kamu melampaui batas dengan menghukuminya: Kadzdzab.

Luqman Ba Abduh hadahulloh juga berkata: syaikh Robi‟ telah menulis tentang kesalahan al Hajuri 6 atau 5 halaman penyimpangan dari masalah asma‟ wa sifat ada di perpustakaan tentang sifat istiwaulloh azza wa jalla. Alloh beristiwa‟ dengan mumasah dengan bersentuhan? Jawaban pertama: Di manakah kertas-kertas yang kamu dakwakan tadi? Tunjukkanlah pada kami, wahai pendusta. Jawaban kedua: siapakah yang mendahuluimu menghukumi Syaikhuna Yahya Al Hajury -حفظه الله – dalam asma wash shifat melakukan kesalahan yang sangat fatal? Aku tak mengira kamu bisa menjawabnya. Jawaban ketiga: Ucapanmu: “Syaikh Robi‟ telah menulis tentang kesalahan Al Hajuri 6 atau 5 halaman penyimpangan dari masalah asma‟ wash shifat” memberi kesan berbilangnya kesalahan tersebut. Sebutkanlah pada kami kesalahan-kesalahan dalam asma wash shifat tadi yang mencapai lima atau enam halaman. Kalau kamu tak bisa maka kamu itu pendusta. Mungkin maksud kamu hanyalah satu kesalahan saja, yaitu kasus mumasah (bersentuhan dengan „Arsy) belaka. Maka perbaikilah ungkapanmu. Jawaban keempat: Adapun kasus mumasah, maka kasus itu telah selesai dengan keluarnya lembaran bayan (penjelasan) dari Syaikhuna Yahya -حفظه الله – sekitar enam tahun yang lalu. Dalam bayan tadi beliau menyebutkan adanya perselisihan di kalangan sebagian pengajar di markiz induk ini, disebabkan oleh adanya ucapan-ucapan sebagian ulama yang menetapkan ungkapan: “Bahwasanya Alloh itu tidak bersentuhan dengan „Arsy.” Padahal semuanya tahu bahwasanya ucapan ulama itu punya bobot di hati kita.
Dan sebagian pengajar yang lain mendatangkan ucapan-ucapan para ulama yang mewajibkan diam terhadap istilah mumasah itu dikarenakan tiadanya dalil yang menetapkannya ataupun yang menafikannya. Manakala argumentasi-argumentasi di antara kedua belah pihak tampak saling seimbang, merekapun menulis seluruh perkataan tadi di bawah bimbingan Syaikhuna Yahya –
حفظه الله -, lalu mengangkatnya ke Syaikh Robi‟ Al Madkholy –
حفظه الله -. Maka Syaikh Robi‟ Al Madkholy – حفظه الله – pun menjelaskan bahwasanya istilah mumasah itu merupakan hasil penyusupan dari Asya‟iroh ke dalam Ahlussunnah, lalu istilah tadi dipakai oleh Al Ghozaly رحوه الله . Dan beliau (Syaikh Robi‟) menjelaskan bahwasanya sebagian ulama yang menggunakan istilah tadi pada sebagian perdebatan mereka, mereka itu memakainya hanyalah dalam bab “Melazimkan lawan dengan perkataan mereka sendiri”, atau yang mirip dengan itu. Kemudian Syaikh Robi‟ – حفظه الله – membimbing semua pihak untuk meninggalkan istilah tadi. Maka Syaikhuna Yahya – حفظه الله – dengan kelapangan dada, dan menyebutkan bahwasanya dirinya dulu condong untuk meninggalkan istilah mumasah, hanya saja wujud istilah ini di dalam perkataan sebagian ulama menghalangi beliau untuk terang-terangan meninggalkannya. Wahai Luqman, sungguh Syaikhuna – حفظه الله – telah menyebarkan perkataan Syaikh Robi‟ -حفظه الله -, dan beliau juga menyebarkan bayan bahwasanya beliau menerima bimbingan Syaikh Robi‟ – حفظه الله -, dan berjalan mengikuti ucapan beliau tadi. Andaikata tidak khawatir kepanjangan tulisan, niscaya kunukilkan teks perkataannya. Maka hendaknya orang-orang menuntut Luqman untuk menampilkan malzamah tadi, agar mereka semua tahu kadar kejujuran Luqman.
Ahlussunnah telah bergembira dengan bayan tadi, perkara tadi telah selesai dan terkubur. Akan tetapi hizbiyyun pengikut Sholih Al Bakry memang tukang fitnah. Mereka senang tersebarnya kebatilan di kalangan orang-orang yang
44
beriman. Dan kamu wahai Luqman, adalah pewaris mereka, sebagai sejelek-jelek pewaris. Fadhilatus Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholy -حفظه الله – berkata: بد لؽلّ كحؾة من مورّث ووارث ، فبئس ادورّث وبئس الوارث وادوروث.
)”قطوف من كعوت السؾف” له ص 39 )
“Setiap aliran kepercayaan itu pasti ada yang mewariskan, dan ada yang mewarisi. Maka mereka tadi adalah sejelek-jelek yang mewariskan, sementara orang yang ini adalah sejelek-jelek yang mewarisi, dan perbuatan tadi adalah sejelek-jelek yang diwariskan.” (“Quthuf Min Nu‟utis Salaf” hal. 39 karya beliau). Dan kamu menyebutkan ayat Robbaniyyun. Maka apakah seperti itu perbuatan seorang Robbani, wahai Luqman? Dan di antara kedustaan Luqman adalah ucapannya: “Alhamdulillah masyayikh di Yaman bersatu.” Jawabnya: Kalian sendiri sudah tahu bahwasanya Masyayikh Yaman berselisih tentang hizbiyyah Ibnai Mar‟i, meskipun mereka sepakat tentang bersalahnya kedua bersaudara itu. Dan barangsiapa tidak kembali kepada dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah serta kaidah-kaidah Salaf, maka dia akan tertimpa kebingungan dan kegoncangan. Syaikhuna Muhammad bin Hizam Al Ba‟dany -حفظه الله – berkata: “Dan hendaknya diketahui bahwasanya para Masyayikh Ahlussunnah di Yaman -hafizhohumulloh- belum membebaskan Abdurrohman Al „Adny dari kesalahan dan fitnah tersebut, sebagaimana yang aku dengar sendiri ketika aku duduk dengan mereka.” (sebagaimana dalam nasihat beliau secara tertulis untuk para pelajar Indonesia, hari Senin, tanggal 3 Dzul Hijjah 1429 H). Syaikhuna Abu Abdirrohman Abdulloh bin Ahmad Al Iryany – حفظه الله – berkata di dalam bantahannya yang ringkas terhadap Luqman:
“Perkataanmu: “Pendapat Masyasyikh di Yaman itu satu.” Memang benar. Mereka satu pendapat bahwasanya Abdurrohman itu terjatuh di dalam kesalahan-kesalahan. Tapi mereka berselisih pendapat di dalam penggolongan kesalahan-kesalahan tadi. Dan telah masyhur dari Syaikh Abdul ‘Aziz Al Buro’i – حفظه الله – bahwasanya beliau berkata,”Kami tidak mengingkari orang yang berkata bahwa Abdurrohman Al ‘Adni itu hizbi, karena dia itu mengikuti orang alim”. Kemudian pendapat mereka itu satu, bahwasanya mereka tidak menyetujui sikap Syaikh Muhammad (bin Abdul Wahhab Al Wushobi -waffaqahulloh-) tentang perkataannya tentang Syaikh Yahya -حفظه الله -. Kemudian pendapat mereka itu satu di dalam “Bayan” mereka yang pertama, bahwasanya Syaikh Yahya -حفظه الله – itu berbicara berdasarkan nasihat dan kecemburuan.” (selesai penukilan dari tulisan tangan beliau yang tertanggal 18 Dzul Hijjah 1429 H). Sesuatu bisa disebutkan dengan adanya sesuatu yang lain. Termasuk dari kedustaan para pengikut Luqman adalah: sebagian dari mereka menyebarkan berita di beberapa kota di negri kami bahwasanya Syaikh Robi‟ – حفظه الله – berkata:”Silakan kalian berbicara tentang Syaikh Yahya semau kalian, karena dia bandel tidak menerima nasihat.” Atau yang seperti itu. Kami telah menuntut mereka untuk menampilkan bayyinah atau perkataan tadi, tapi mereka tidak menjawab hingga sekarang. Dan di antara orang yang menebarkan berita ini adalah Muhaimin dan pengikutnya.
Maka pada tanggal 2 Dzul Hijjah 1429 H Akhuna Abu Turob -حفظه الله – menelpon Syaikh Abu Abdillah Al Baidhony –
حفظه الله – (dan kami: Abu Fairuz, Abu Yusuf, Muhammad Shubhi, Amin, Adam, Mushlih, Irham Medan, Habibi Aceh, dan yang lainnya mendengarkannya). Syaikh Al Baidhony –
حفظه الله – adalah murid Syaikh Robi‟ Al Madkholy – حفظه الله – di Mekkah. Maka Abu Turob bertanya padanya,”Benarkah berita bahwasanya Syaikh Robi‟ berkata:”Silakan kalian berbicara tentang Syaikh Yahya semau kalian, karena dia bandel tidak menerima nasihat.” Atau yang seperti itu? Maka beliau – حفظه
الله – menjawab,” )ٓ (
“Tidak benar, tidak benar, tidak benar” Maka Abu Turob berkata,”Telah tersebar di negri kami Indonesia bahwasanya bahwasanya Syaikh Robi‟ berkata demikian.” Maka Syaikh Al Baidhony -حفظه الله – berkata: )كلام باصل(
“Ucapan batil.” Maka Abu Turob berkata,”Jadi, Syaikh Robi‟ masih terus memuji Syaikh Yahya?” Maka beliau menjawab: )كعم كعم كعم(. ثم اكتؼل الؽلام في شيء آخر.
“Iya, iya, iya.” Lalu pembicaraanpun beralih ke perkara lain.” Selesai. Bab Kedua Puluh Dua: Luqman Juga Membantah Ahlul Bida‟! Barangkali sebagian orang-orang yang terlalaikan akan berkata: “Sungguh Luqman itu juga punya kerja keras dan bantahan-bantahan terhadap ahlul bid‟ah!” Maka jawabannya adalah: Dari Abu Huroiroh rodhoyallohu ‘anhu yang meriwayatkan dari Rosululloh shollallohu „alaihi wa alihi wasallam yang bersabda: وَإِ ه ن اللههَ لَقُمَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِال ه رجُلِ الْػَاجِرِ .
“Sesungguhnya Alloh terkadang menolong agama ini dengan orang yang jahat.” (HSR Al Bukhory (3060) dan Muslim (111)).
Sampai bahkan andaikata ada mubtadi‟ yang membantah para pelaku kebid‟ahan, janganlah kamu terpedaya. Marwan bin Muhammad Ath Thotiry رحوه الله berkata : ثلاثة يمتمون في دين: الصوفي والؼصاص ومبتدع يرد طذ أهل الأهواء.
“Ada tiga kelompok orang yang tak bisa dipercaya dalam agama ini: Seorang Shufi, tukang cerita, dan ahli bid‟ah yang membantah ahlul ahwa‟ (pengekor hawa nafsu).” (“tartibul Madarik Wa Taqribul Masalik” 1/hal. 150 karya Al Qodhi „Iyadh رحوه الله ) Bab Kedua Puluh Tiga: Tahdzir Fadhilatusy Syaikh Al Walid Muhammad bin Mani‟ An „Ansy Ash Shon‟any -حفظه الله – Terhadap Luqman Ba Abduh Fadhilatu Syaikhunal Walid Abu Ibrohim Muhammad bin Muhammad bin Mani‟ An „Ansy Ash Shon‟any – حفظه الله – berkata: Telah mengirimkan kepadaku beberapa ikhwah Indonesia Ahlussunnah yang menuntut di Dammaj sebuah surat yang di dalamnya terdapat beberapa lembaran yang telah ditulis dari hasil rekaman milik seseorang yang bernama Luqman Ba Abduh. Dan aku telah membaca-bacanya dan kudapati di dalamnya cercaan, kedustaan dan kebohongan terhadap Syaikh Yahya Al Hajuri serta terhadap ma’had tersebut, yaitu Darul Hadits, yang orang-orang berakal merasa malu untuk melakukannya. Dan tidak asing lagi bagi kalian bahwasanya cercaan kepada ulama sunnah itu termasuk tanda-tanda ahlul bid’ah dan penyimpangan.

Imam Abu Hatim Ar razi -rahimahulloh- berkata:
“Ciri-ciri ahli bida’ adalah mencela ahlil atsar.” (Aqidatus Salaf Ashabil Hadits/Ash Shobuni/hal. 109)

Imam Ahmad bin Sinan -rahimahulloh- berkata:
“Tiada di dunia seorang mubtadi’pun kecuali dia itu dalam keadaan membenci ahlul hadits. Dan jika seseorang berbuat bid’ah, dicabutlah darinya manisnya hadits dari hatinya” (“Aqidatus Salaf”/Ash Shobuni/hal. 109)

Dan apabila telah nyata dari perkataan saudara-saudaraku para penuntut ilmu dari kalangan ahlussunnah Indonesia di Dammaj bahwasanya Luqman ini bukanlah orang yang jujur. Dan sesungguhnya dia itu adalah pendusta besar terhadap apa-apa yang dikatakan, sebagaimana yang dikuatkan oleh Abu Hazim dan selainnya. Maka termasuk perkara yang telah diketahui bersama bahwa persaksian ahlussunnah itu diterima. Bahkan kabar satu orang yang adil itu diterima di sisi ahlussunnah. Bagaimana jika mereka itu merupakan sekumpulan dari para penuntut ilmu yang mulia? Maka ini cukup dalam menetapkan kebohongan orang tadi. Dan orang pendusta itu tidak dipercaya dan tidak diterima khobarnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahulloh- berkata, “Perbedaan antara seorang mukmin dan munafiq adalah kejujuran. Karena sesungguhnya landasan dari kemunifakan itu adalah kedustaan.” (“Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam” 2 hal. 72)

Dan yang terakhir saya ingin mengingatkan kepada suatu perkara yang penting bahwasanya Luqman ini tidak bisa membedakan antara kritikan yang syar‟i dan bagaimana menjelaskan kesalahan dengan bagaimana celaan yang disertai dengan kebohongan dan kedustaan, yang ini semua menunjukkan bodohnya dia terhadap sunnah dan manhaj salaf.

Al Hafidh Ibnul Qoyyim -rahimahulloh- berkata:
“Barangsiapa mencela dengan disertai bukti maka dia itu bukanlah termasuk orang yang dzolim. Dan kedzoliman itu adalah celaan seseorang dengan kedustaan.” Syaikh Al Harrosh -rahimahulloh- berkata: “Sesungguhnya barangsiapa yang mencela lawan bicaranya dengan dalil maka dia itu bukanlah termasuk orang yang zholim. Dan bukan termasuk orang yang meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Akan tetapi kezholiman itu adalah celaan seseorang dengan kepalsuan dan kebohongan.” (Syarh Nuuniyyah Ibnul Qoyyim 2 hal. 340)

Dan yang terakhir aku mengulangi nasihat ini kepada saudara-saudara kami ahlussunnah di Indonesia agar menjauhi orang yang diketahui kedustaannya seperti orang ini. Dan tidak pantas orang ini diambil ilmu darinya. Wallohul musta’an.

Penulis: Saudara kalian fillah Abu Ibrohim Muhammad bin Muhammad bin Mani’ Al ‘Ansi Salah satu pendiri dakwah di Ibukota Son’a Pusat Kota Son’a.

Penutup Risalah Maka barangsiapa mendengar ucapan-ucapan Luqman Ba Abduh di dalam kaset tersebut, dan bersikap adil, dia akan tahu bahwasanya orang itu tengah berupaya keras untuk menjatuhkan Syaikhuna Yahya Al Hajury -حفظه الله –
“Wahai orang yang menanduk gunung yang tinggi untuk melukainya, kasihanilah kepalamu, dan jangan kamu kasihani gunung itu.”
“Seperti kambing gunung yang menanduk batu karang pada suatu hari untuk melemahkannya. Maka tandukannya tidak merugikan karang tadi, justru kambing tadi melemahkan tanduknya.” Sungguh telah benarlah firasat Syaikh Robi‟ -حفظه الله – terhadap Luqman ini.

Dan Syaikhuna Yahya – حفظه الله – berkata tentang Luqman: “Dia adalah termasuk pengikut hizby baru yang paling hina. Dia itu salah satu di antara orang-orang yang berjatuhan, tinggalkanlah dia.”

Adapun Muhammad yang dinamai dengan “Afifuddin” dia itu bagaikan setan bisu, dengan diamnya dia terhadap sekian banyak kebatilan yang diperbuat oleh Luqman Ba Abduh di hadapannya. Bahkan dia ridho dengan perbuatan itu. Maka hukumnya adalah sama dengan hukum Luqman. Dan tertawanya yang lebar saat mendengar ejekan Luqman terhadap Ahlul haq, bagaikan kendang yang membangkitkan keberanian Luqman dalam mengigau. Apakah Muhammad yang dinamai dengan “Afifuddin” tidak khawatir bahwasanya tertawa terbahak-bahaknya tadi berada pada posisi suara lonceng jin di kegelapan malam? Hendaknya dia mengganti namanya dengan: “Aziful Jinn” ( “طزيف الجنّ ” ) Yaitu “Lonceng Jin”. Ibnul Manzhur رحوه الله berkata: ““Aziful Jinn” adalah gemerincing suara-suara jin. Ada yang bilang: Dia adalah suara yang terdengar di malam hari bagaikan kendang. Ada yang bilang: Dia adalah suara angin di udara, yang disangka oleh para penduduk pedalaman sebagai suara jin.” (“Lisanul „Arob” 10/hal. 137).

Masih tersisa kebatilan-kebatilan Luqman Ba Abduh yang tak bisa disebutkan di dalam risalah yang sempit ini. Keadaan orang ini adalah seperti firman Alloh ta‟ala:
“Sungguh telah Nampak kebencian pada mulut-mulut mereka. Dan apa yang disembunyikan oleh dada-dada mereka itu lebih besar.” (QS Ali „Imron 118)

Aku cukupkan sampai di sini, dan aku mohon ampun pada Alloh Al „Azhim (Yang Mahaagung) untuk seluruh ketergelinciran, sesungguhnya Dia itulah Al Ghofur (Yang Maha Pengampun) Ar Rohim (Yang Maha Penyayang).

Markiz Induk Darul Hadits Di Dammaj –semoga Alloh menjaganya-

Selesai pengetikan 11 Dzul Hijjah 1429 H Tanggal perbaikan pertama 22 Muharrom 1430 H

Tanggal perbaikan kedua 23 Jumadil Awwal 1430 H

 

HIZBIYYAH LUQMAN BA ABDUH

(Edisi Revisi, dengan beberapa tambahan dan perbaikan)
(Seri Pertama)

Telah Mengidzinkan Penyebarannya:
Syaikhunal ‘Allamah Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh

Telah diperiksa Oleh:
Syaikhunal Fadhil Abu ‘Amr Abdul Karim Al Hajury,
Dan Syaikhunal Fadhil Abu Bilal Kholid Al Hadhromy,
Dan Syaikhunal Mufid Abu Hamzah Muhammad Al Amudy
-hafizhohumulloh

Ditulis Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya
Al Qudsi Al Indonesi ‘afallohu ‘anhu
Di Markiz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman

PENDAHULUAN

Segala pujian yang sempurna bagi Alloh. Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Alloh limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian daripada itu:
Sesungguhnya ular itu walaupun bersembunyi sekian lama di liangnya dan menyabarkan diri untuk itu, mau tidak mau dia akan keluar juga pada suatu hari. Demikian pula seorang hizbi meskipun bersembunyi di balik sutra As Salafiyyah, mau tidak mau suatu saat dia akan mengeluarkan juga kebusukannya yang tersembunyi.
Alloh ta’ala berfirman:
﴿وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُون﴾ [البقرة/72]
“Dan Alloh mengeluarkan apa yang kalian sembunyikan.” (Al Baqoroh 72)
﴿أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَنْ لَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُم﴾ [محمد/29]
“Apakah orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit menyangka bahwasanya Alloh tak akan mengeluarkan kedengkian mereka.” (Muhammad 29)
Imam Al Wadi’y rohimahulloh berkata: ”Sesungguhnya seseorang itu bersembunyi dan tidak menampakkan kehizbiyyahannya kecuali setelah menguat otot-ototnya dan menyangka bahwanya ucapan manusia sudah tidak lagi berpengaruh terhadap dirinya.” (“Ghorotul Asyrithoh” 2 hal. 14)
Dan di antara orang yang menyembunyikan penyimpangan-penyimpangan, dan bertopengkan dengan Sunnah, serta berhiaskan dengan perhiasan Salafiyyah di negri muslimin yang terbesar adalah seorang pria yang bernama “Luqman Ba Abduh” –hadahulloh-, pemegang markaz dan yayasan “As Salafy”. Dulunya Imamul Jarh wat Ta’dil Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholy –hafizhohulloh- telah berfirasat tentangnya seraya berkata,”Aku khawatir Luqman ini adalah seorang Ikhwani yang disusupkan.” Atau yang seperti itu. Dan Imam Al Wadi’y -rahimahulloh- berkata,”Barangsiapa telah dikatakan oleh saudara kita Robi’ sebagai hizby, niscaya akan tersingkap untukmu bahwasanya dia itu hizby suatu saat nanti.” (“Ghorotul Asyrithoh” 2 hal. 9)
Maka orang itu dan para pengikutnya berupaya keras untuk melemahkan kebenaran firasat tadi, dan mereka berusaha untuk mengangkat Luqman setinggi-tingginya sampai berhasil meyakinkan mayoritas Salafiyyin di negri kami bahwa Luqman itu adalah seorang salafy yang tinggi nilainya.
Dan tidaklah aku mengatakan ini untuk memuaskan hasratku dalam menyerang seseorang, ataupun untuk membalas dendam. Alloh Mahatahu bahwasanya diriku ini dulunya adalah termasuk orang-orang yang tertipu olehnya, dan dia adalah termasuk orang yang paling aku cintai karena Alloh, sampai kemudian jelaslah olehku kebenaran. Maka tidak halal untukku diam darinya, dan tidak pantas bagi para Salafiyyin untuk mempedulikan goyangan para peneror.
“Dan tidaklah aku peduli manakala aku terbunuh sebagai seorang muslim, di tempat manakah terkaparnya aku untuk Alloh. Dan yang demikian itu adalah demi Dzat sesembahanku, dan jika Dia menghendaki Dia akan memberkahi jasad yang terpotong-potong.” (HSR Al Bukhory (7402), dari ucapan Khubaib bin ‘Adi radhiyallohu ‘anhu)
Maka Luqman memimpin dan memegang mayoritas dakwah Salafiyyah di negri kami dengan menyembunyikan beberapa dendam kepada Syaikhuna yang mulia Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- yang dipendamnya semenjak dia keluar dari Dammaj. Demikianlah terus berjalan urusan Luqman sampai datangnya urusan Alloh dalam keadaan dia tidak menyukainya, yaitu terbongkarnya kehizbiyahan dirinya bersamaan dengan munculnya makar Ibnai Mar’i (Abdurrohman dan Abdulloh) terhadap dakwah Salafiyyah di Yaman. Maka Luqman bangkit dan menempatkan dirinya sebagai penolong terbesar bagi Ibnai Mar’i di negri kami, dan menampakkan peperangan terhadap Syaikhuna Al Mujahid Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh-.
Telah sampai kepada kami berita-berita yang terpercaya tentang perubahan buruk Luqman terhadap Syaikhuna -hafizhohulloh- dan terhadap Darul Hadits di Dammaj. Dan yang terakhir datang adalah kaset ceramah Luqman di hadapan sekelompok pengikutnya (yang dipimpin oleh pesuruh Luqman yang bernama Muhammad Afifuddin), yang di situ dia menampakkan kebusukan yang selama ini dipendamnya, sebagaimana akan kalian dapati sebagiannya di dalam risalah ini, insya Alloh. Dan tidaklah semua ucapannya aku bantah dalam risalah ini karena sempitnya waktu. Akan tetapi orang yang cerdas cukuplah baginya isyarat.
Tibalah saatnya untuk masuk kepada pokok pembahasan, semoga Alloh melimpahkan taufiq-Nya kepada kita.

Bab Pertama:

Kedudukan Syaikhuna Yahya
Di Sisi Para Ulama

Syaikhuna yang mulia Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- memiliki kedudukan yang tinggi di sisi para ulama.
Al Imam Al Wadi’i -rahimahulloh- berkata di muqoddimah kitab “Al Jum’ah”:
“Dan Syaikh Yahya -hafidhahulloh- berada pada puncak kehati-hatian dalam menentukan pilihan, taqwa, zuhud, wara’, dan takut pada Alloh. Dan beliau adalah orang yang sangat berani dalam mengemukakan kebenaran, tidak takut -karena Alloh- akan celaan orang yang mencela.” [muqoddimah kitab “Al Jum’ah wa Bida’uha”/ karya Syaikhuna Yahya hafidhahulloh-].
Berkata Imam Muqbil Al Wadi’y -rohimahulloh-: “.. saudara kita fillah Asy Syaikh Al Faadhil At Taqy ( yang bertakwa ) az zaahid ( yang zuhud ) al Muhaddits , al faqih Abu Abdurrohman Yahya bin ‘Ali Al Hajury -hafidhahulloh- beliau adalah pria yang dicintai di kalangan saudara-saudaranya karena mereka melihat padanya bagusnya aqidahnya, kecintaan pada sunnah dan kebencian pada hizbiyyah yang merusak.” [muqoddimah “Dhiyaus Saalikiin.” karya Syaikhuna Yahya hafidhahulloh-].
Beliau rahimahulloh juga berkata,”Benarlah Robb kita manakala berfirman:
﴿يأيها الذين آمنوا إن تتّقوا الله يجعل لكم فرقانا ويكفر عنكم سيئاتكم ويغفر لكم والله ذو الفضل العظيم﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertaqwa pada Alloh Dia akan menjadikan untuk kalian pembeda, dan menghapus dosa-dosa kalian serta mengampuni kalian, dan Alloh itu maha memiliki karunia yang agung.”
Maka syaikh Yahya dengan sebab berpegang teguhnya dia dengan Al Kitab dan As Sunnah Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- Alloh membukakan untuknya ilmu.” (Muwoddimah “Ash Shubhusy Syariq” karya Syaikh Yahya -hafizhohulloh-)
Akhuna Abdulloh Mathir -waffaqohulloh- berkata: “Aku telah bertanya kepada Syaikh –yaitu Imam Al Wadi’i- dan demi Alloh, saat itu tiada antara aku dan beliau kecuali Alloh –azza wajalla-. Ketika aku berada di kamarnya di atas ranjang beliau (ketika beliau sakit). Kukatakan,”Wahai Syaikh, kepada siapa para Ikhwah akan merujuk (kembali) di Yaman ini ?, dan siapakah orang yang paling berilmu di Yaman?” beliau diam sejenak, lalu berkata,”Asy Syaikh Yahya.” Inilah yang kudengar dari Syaikh Muqbil, dan ini tidaklah maknanya kita merendahkan ulama Yaman yang lain. Sungguh kita benar-benar memuliakan dan mencintai mereka karena Alloh.. dst.” [“Muammarotul Kubro”/hal. 24]
Al Akh Samir Al Hudaidy -hafidhahulloh- berkata pada Syaikh Robi’ -hafidhahulloh-,”Sesungguhnya para pengikut Abul Hasan berkata,”Tiada ulama di Yaman.” Maka Syaikh Robi’ -hafidhahulloh- berkata,”Syaikh Muhammad itu apa? Dan Syaikh Yahya itu apa? Juga saudara-saudara mereka yang lain.” (“Inba’ul Fudhala” hal. 22 karya Akhuna Sa’id Da’ash -hafidhahulloh-)
Dan Syaikh Robi’ -hafidhahulloh- berkata: “Dan keyakinan yang dengannya aku menghambakan diri kepada Alloh bahwasanya Syaikh Al Hajuri itu adalah orang yang bertaqwa, waro’, zuhud, – kemudian beliau mulai memuji Syaikh Yahya- dan beliau telah memegang dakwah Salafiyyah dengan tangan dari besi. Dan tidaklah pantas untuk memegang dakwah tersebut kecuali beliau dan yang semisalnya” [“Tsana’ Imamil Jarh Wat Ta’dil ala Syaikh Yahya Al Hajuri”/Abu Hammam Al Baidhoni/1426 H]
Syaikh Muhammad Al Imam hafizhohulloh berkata,”Tidak pantas untuk jarh wat ta’dil pada zaman ini selain Syaikh Robi’ dan Syaikh Yahya.” [“Al Barohinul Jaliyyah”/Mu’afa bin Ali Al Mighlafi/hal. 14]
Beliau juga berkata,”Tidaklah mencela Asy Syaikh Al Allamah Yahya Al Hajuri kecuali orang bodoh atau pengekor hawa nafsu.” [“Madza Yanqimuna Min Yahya?”/Adnan Adz Dzammari/hal. 6]
Abdulloh Al Duba’i -hafidhahulloh- pernah mendengar Syaikh Muhammad Al Imam berbicara tentang keluar untuk dakwah. Maka salah seorang hadirin berkata,”Wahai Syaikh, Syaikh Yahya nggak keluar dakwah?”. Maka Syaikh Muhammad Al Imam berkata: “Tunggu dulu, Al Hajuri imam.” [“Muammarotul Kubro”/Abdul Ghoni Al qo’syami/hal. 24]
Syaikh Abdul ‘Aziz Al Buro’i -hafidhahulloh- berkata: “Kami mengetahui bahwa Syaikh Yahya itu ada di atas ketaqwaan dan muroqobah (senantiasa merasa diawasi Alloh ta’ala), dan beliau adalah saudara kami di dalam agama Alloh, dan kami mencintainya karena Alloh. Dan beliau adalah seorang alim dari kalangan ulama sunnah. Alloh memberikan manfaat dengannya. Beliau adalah seorang singa dari singa-singa sunnah, serta mahkota di atas kepala-kepala Ahlussunnah. kami mencintainya karena Alloh.”
(dari kaset “Asilah Ashabi Qushoi’ar” tanggal 28/7/1428)
Beliau juga berkata,”Maka Syaikh Yahya adalah ciri khas di wajah ahlussunnah dan mahkota di atas kepala mereka.” [“Muammarotul Kubro”/Abdul Ghoni Al qosy’ami/hal. 24]
Syaikh Jamil Ash Shilwi -hafidhahulloh- berkata: “Orang yang mencerca Syaikh Yahya dia itulah yang pantas untuk dicerca. Hal itu dikarenakan Syaikh Yahya itu berbicara karena Alloh dan Agama Alloh. Sementara salah seorang dari kita terkadang tidak berani untuk berbicara tentang sebagian perkara. Dan beliau itu telah Alloh persiapkan untuk mengurusi perkara ini, mengajar, menulis dan menyelesaikan problem-problem ummat yang sangat banyak.” [“Muammarotul Kubro”/hal. 24]
Syaikh Abu Abdis Salam Hasan bin Qosim Ar Raimi -hafidhahulloh- (salah seorang murid Imam Al Albani -rahimahulloh-) ketika berbicara tentang makar Ibnai Mar’i dan pengikutnya terhadap Syaikh Yahya -hafizhahulloh-, beliau berkata: “.. maka mereka menggunakan seluruh yang mereka miliki yang berupa perlengkapan, kekuatan, pengkaburan, penipuan dan, pemutarbalikan fakta. Mereka dengan itu semua menginginkan untuk menjatuhkan “Al Jabalul Asyam” (gunung yang menjadi simbol) tersebut, dan baju besi yang aman –dengan seidzin Alloh- bagi dakwah ini yang ada di Dammaj Al Khoir, beliau dan para masyayikh utama yang bersamanya.” (“Al Haqo’iq Waqi’iyyah” hal. 20)
Fadhilatu Syaikhina Al Walid Abu Ibrohim Muhammad bin Muhammad bin Mani’ Al ‘Ansi -hafidhahulloh- (Salah satu pendiri dakwah di Ibukota Son’a) berkata,”Dan saya menasihatkan kepada saudara-saudara kami untuk menempuh perjalanan menuju ke ulama sunnah dan ke Darul Hadits di Dammaj harosahalloh, yang tempat ini dibangun sejak awalnya di atas sunnah, dan tidak ada yang semisalnya di zaman ini, dari segi tamayyuz (“pemisahan diri dari ahlul bathil”) dan penetapan aqidah salafiyyah, dan bantahan terhadap ahlul bid’ah, orang yang sesat dan menyimpang. Tempat tersebut yang membangunnya adalah syaikh kami Al Mujaddid (pembaharu), penolong sunnah, dan penumpas bid’ah Abu Abdirrohman Muqbil bin Hadi Al Wadi’i –semoga Alloh merohmatinya dan memuliakan tempat tinggalnya-.
Dan tidak asing lagi bahwa tempat tersebut Alloh telah memberikan manfaat hidayah dengannya kebanyakan manusia, dan mengeluarkan darinya para masyayikh dan penuntut ilmu yang bertebaran di penjuru seluruh dunia sebagai da’i yang menyeru kepada tauhid dan sunnah dan manhaj salaf. Dan terus-menerus –dengan segala pujian untuk Alloh- tempat tersebut hidup dengan ilmu dan sunnah.
Dan setelah Syaikh Muqbil digantikan dengan wasiatnya oleh Syaikh Al Muhaddits Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al Hajuri –semoga Alloh menjaganya- beliau mengurusi dakwah ini dengan sebaik-baik pengurusan. Sangat lantang dalam mengemukakan kebenaran, menolong sunnah, memberantas kebid’ahan dan ahlul bid’ah. Semoga Alloh membalas beliau dengan kebaikan.” (“Nashihatun Mukhtashoroh Lil Indonesiyyiin” /hal.1)

Bab Dua:

Bukan Sekedar Permasalahan
Membangun Markiz

Luqman berkata: “Seandainya ada seseorang ingin membangun markiz, akan dikatakan padanya bahwa dia akan membangun markiz hizbi. Apakah semisal ini akan dikatakan bahwa dia itu hizbi? Faidah seperti ini belum pernah ada di timbangan manhaj”.
Jawab kami yang pertama: Ini menunjukkan kebodohan –atau pura-pura bodohnya- Luqman dengan perkara ini. Dan memang manusia itu adalah musuh bagi perkara yang tidak diketahuinya. Al Munawy -rohimahulloh- berkata,”Sesungguhnya barangsiapa tidak mengetahui sesuatu perkara dia akan memusuhinya. Dan orang yang kurang itu, dikarenakan dia tidak memiliki keutamaan, karena lemahnya dia untuk mencapai keutamaan mereka, dia ingin mengembalikan mereka kepada derajat kekurangan dirinya, dikarenakan kesombongan dirinya. Hal ini dikatakan oleh Al Mawardy.” (“Faidhul Qodir” 3/hal. 11)
Al Mutanabbi -rohimahulloh- berkata: “Ban banyak sekali orang yang mencela perkataan yang yang benar, padahal asal penyakitnya adalah dari pemahaman yang sakit. Akan tetapi telinga itu hanyalah mengambil pemahaman sesuai dengan kadar tabiat dan ilmunya.” (“Syarh Diwanil Mutanabbi” hal. 392)
Jawaban yang kedua: Sesungguhnya hizbiyyah Ibnai Mar’i dan para pengikutnya bukanlah sekedar masalah pembangunan markiz. Akan tetapi karena permasalahan berikut ini:
Pertama: Memuji ahlul bida’ dan hizbiyyin, atau mengangkat citra mereka (no. 1)
Kedua: menolong ahlul bida’, merasa sakit dengan serangan ahlussunnah terhadap mereka, dan membela mereka (no. 2)
Ketiga: Banyak diam terhadap kebatilan hizbiyyin, dan lemah dalam mengingkari kemungkaran mereka (no. 3)
Keempat: Cercaan yang batil terhadap ulama sunnah yang istiqomah (no. 4)
Bercabang darinya perkara berikut ini:
1- Merusak citra ahlul haq bahwasanya mereka itu memiliki pemikiran khowarij dan pengkafiran. (no. 5)
2- Merusak citra ahlussunnah bahwasanya mereka itu penyebab perpecahan. (no. 6)
3- Berusaha untuk melekatkan citra “fitnah” kepada ahlussunnah yang memberikan nasihat. (no. 7)
4- Menuduh ahlussunnah yang cemburu untuk agama Alloh, dan yang menampakkan kebenaran, menuduh mereka sebagai orang yang tergesa-gesa dan terburu-buru. (no. 8)
Kelima: Mendustakan sebagian saksi, mencela mereka, dan mencela orang-orang yang menasihatinya dan menjelaskan kesalahannya. (no. 9)
Keenam: Meremehkan dan mengejek Ahlul haq. (no. 10)
Ketujuh: Membikin-bikin berita bohong, dan berdusta atas nama orang yang jujur yang mengkritiknya dan menasihatinya. (no. 11)
Kedelapan: Mengangkat slogan-slogan, di antaranya adalah:
1- Slogan: “Kalian harus lemah lembut, kalian punya sifat berlebihan dan keras!” (no. 12)
2- Slogan: “Kalian suka mempopulerkan kesalahan!” (no. 13)
3- Berlindung di balik slogan: “mengambil manfaat dan menolak bahaya.” Untuk membungkam orang yang hendak menasihati. (no. 14)
4- Mengangkat slogan “Harus baik sangka” untuk meruntuhkan kritikan. (no. 15)
5- Mengangkat slogan “Harus tatsabbut (cari kepastian) dan tabayyun (cari penjelasan)” dalam rangka menangkis kritikan. (no. 16)
6- Mengangkat slogan “Kami dizholimi, kami butuh keadilan!” untuk memperburuk citra pemberi nasihat, dan menarik perasaan orang. (no. 17)
Kesembilan: memalingkan perhatian orang-orang dari inti perselisihan. (no. 18)
Kesepuluh: Memanfaat kejadian-kejadian yang ada untuk melancarkan hasrat dan tujuan mereka yang busuk. (no. 19)
Kesebelas: Upaya menghindar dari Ahlul haq, menghalangi orang dari mereka, dan melarikan orang dari kebenaran dan Ahlul haq. (no. 20)
Kedua belas: Tidak mau membantu para pembela manhajus Salaf dalam memerangi para hizbiyyin. (no. 21)
Ketiga belas: Berdalilkan dengan diamnya sebagian ulama (no. 22)
Keempat belas: Bertamengkan dengan fatwa atau perbuatan sebagian ulama dalam menyelisihi kebenaran. (no. 23)
Kelima belas: mereka berlebihan dalam meninggikan ulama atau pimpinan mereka hingga mengangkat mereka ke tingkatan “tak bisa dikritik” (no. 24)
Keenam belas: Membentuk landasan dan pokok-pokok yang menyelisihi manhaj Salaf untuk menolong kebatilan. (no. 25)
Ketujuh belas: Sedikitnya kesediaan untuk menerima nasihat yang benar. (no. 26)
Kedelapan belas: Teman dekat yang jelek, duduk-duduk dengan hizbiyyun, dan berloyalitas dengan mereka. (no. 27)
Kesembilan belas: Sikapnya sering bertolak belakang, dan banyak berdusta. (no. 28)
Dan bercabang dari itu, atau mirip dengannya:
1- Membikin makar dan tipu daya (no. 29)
2- Penipuan dan pengkhianatan (no. 30)
3- Meniru Ikhwanul Muslimin dan cabang-cabang mereka dalam menempuh metode lambat (no. 31)
4- Upaya berlepas diri secara politis dari kesalahan anak buahnya untuk menghindari tanggung jawab. (no. 32)
5- Politik topeng, alih warna, bersembunyi, dan muka ganda. (no. 33)
6- Berpura-pura lemah lembut dan akhlak mulia (no. 34)
7- Pemutarbalikan fakta (no. 35)
8- Khianat dalam menukil berita sehingga merubah makna (no. 36)
Kedua puluh: Pengkaburan, dan penyamaran antara kebenaran dan kebatilan. (no. 37)
Kedua puluh satu: Sibuk memperbanyak barisan (no. 38)
Kedua puluh dua: Menjaring massa, membuat mereka terlena dengan angan-angan, pemberian dan sebagainya (no. 39)
Kedua puluh tiga: Tidak rela dengan penyebaran kebenaran yang menyelisihi hawa nafsunya (no. 40)
Kedua puluh empat: kerakusan untuk mengumpulkan harta atas nama dakwah (no. 41)
Dan bercabang darinya:
1- Meniru Ikhwanul Muslimin dengan cara meminta- minta harta setelah menyampaikan ceramah (no. 42)
2- Membuka jalan untuk mendirikan jam’iyyah dan semisalnya atas nama dakwah (no. 43)
3- Memakai kotak dan semisalnya dalam mengumpulkan harta (no. 44)
Kedua puluh lima: Banyak melakukan pesiar dan jalan-jalan untuk memperkuat pondasi hizbnya. (no. 45)
Kedua puluh enam: Lemahnya perhatian kepada menuntut ilmu (no. 46)
Kedua puluh tujuh: Mendekatkan diri dan menjilat, serta menyusup ke tengah-tengah ulama dan para Salafiyyin (no. 47)
Kedua puluh delapan: Pura-pura tobat, bergaya rujuk dari kesalahan, atau yang semisal dengannya (no. 48)
Kedua puluh Sembilan: Menebarkan api fitnah dan merobek persatuan Salafiyyin (no. 49)
Bercabang dari itu:
1- Mengadu domba, dan memperluas area perselisihan (no. 50)
2- Berupaya menimpakan kejelekan terhadap Ahlussunnah melalui tangan penguasa (no. 51)
3- Penebaran api fitnah di masjid (no. 52)
Ketiga puluh: Bersatu dan berkumpul sesuai dengan hasrat dan tujuan pribadi dan keduniaan. Dan terkadang meninggalkan teman-temannya jika kebutuhan telah tercapai atau khawatir menjadi sasaran teriakan. (no. 53)
Ketiga puluh satu: Fanatisme golongan, dan sempitnya al wala (loyalitas) dan al baro’ (pemisaham diri) (no. 54)
Ketiga puluh dua: Menempuh prinsip “Tujuan itu bisa menghalalkan segala cara.” (no. 55)
Ketiga puluh tiga: Memancangkan permusuhan terhadap para kritikus yang bermaksud menasihati dan dan orang yang kokoh di atas kebenaran (no. 56)
Bercabang dari itu:
1- Penyempitan dan upaya mengganggu salafiyyin (no. 57)
2- Menginginkan kecelakaan terhadap Ahlussunnah (no. 58)
3- Merampas masjid-masjid, atau posisi imam, atau posisi khothib dari tangan ahlussunnah (no. 59)
4- Penakut-nakutan dan teror psikologis (no. 60)
Ketigapuluh empat: Penggunaan lafadh-lafadh yang umum dan ungkapan yang global (no. 61)
Ketigapuluh lima: pertemuan-pertemuan rahasia untuk melangsungkan rencana yang mencurigakan (no. 62)
Ketigapuluh enam: penyia-nyiaan para pemuda yang tertipu oleh mereka, dalam bentuk memalingkan mereka dari kebaikan. (no. 63)
Ketigapuluh tujuh: kelembekan manhaj dan upaya untuk melunturkan kekokohan sikap (no. 64)
Ketigapuluh delapan: sedikitnya sikap waro’ (menjauhi perkara yang membahayakan akhiratnya) (no. 65)
Ketiga puluh sembilan: ridho dengan keikutsertaan para penulis yang tak dikenal dalam upaya menghantam dakwah Ahlussunnah (no. 66)
Keempat puluh: menyelisihi metode Salaf, baik secara ucapan ataupun secara keadaan (no. 67)
Keempat puluh satu: Bersembunyi di balik iklan pendirian markiz untuk melangsungkan kehizbiyyahan mereka (no. 68)
Keempat puluh dua: Kedengkian yang jelas yang mana mereka berupaya untuk meruntuhkan pusat dakwah Salafiyyah di Yaman, dan agar orang-orang berpindah dari situ untuk menuju ke markiz mereka yang belum jadi itu (no. 69)
Keempat puluh tiga: Tidak adil dalam menerapkan kaidah mereka sendiri, dan berbuat jahat dalam perselisihan. (no. 70)
Perhatian:
1- Kebanyakan dari perbuatan-perbuatan di atas dilaksanakan langsung oleh Abdurrohman Al ‘Adni dan saudaranya, atau juga banyak dilakukan oleh para pengikut mereka tanpa ada pengingkaran dari mereka padahal mereka tahu akan kebatilan itu.
2- Jumlah seluruh karakter hizbiyyah mereka –tanpa memperhatikan bahwa sebagiannya merupakan percabangan dari yang lainnya- adalah tujuh puluh karakter. Dan model penghitungan seperti ini sebagaimana yang diterapkan oleh Syaikh Ahmad An Najmi -rohimahulloh- dalam kitab beliau “Dahrul Hajmah”, hal itu diperbolehkan dalam syariat, karena masuk dalam bab: “Penggabungan perkara yang khusus kepada perkara yang umum”, atau sebaliknya, atau dalam bab “Penggabungan perkara yang parsial kepada perkara yang menyeluruh”, atau sebaliknya, sebagai bentuk peringatan bahwa perkara tersebut juga masuk di dalam perkara yang tersebut sebelumnya.
Dan yang seperti itu terpandang dalam syariat, sebagimana dalam hadits Abi Huroiroh radhiyallohu ‘anhu, dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- yang bersabda:
«آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ »
“Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: jika dia berbicara maka dia berdusta. Jika dia berjanji maka dia mengingkarinya, dan jika dia dipercaya maka dia akan berkhianat.” (HSR Al Bukhori (33) dan Muslim (109))
Imam Ibnu Muflih -rohimahulloh- berkata, ”Dan boleh bagi seseorang untuk berkata,” .. dan bentuk ini adalah termasuk pola “Penggabungan perkara yang khusus kepada perkara yang umum”, dan hanyalah disebutkan dengan lafadz yang khusus dan terang agar jangan sampai ada orang yang salah paham sehingga mengira bahwasanya perkara yang tersebut setelahnya bukanlah suatu bentuk kebohongan, dan bahwasanya perkara itu tidak termasuk dalam lafadz tadi. Kemudian puncak dari itu adalah bahwasanya perkara itu masuk melalui jalur kenyataan, karena memang telah pasti bahwasanya perkara tadi itu adalah merupakan kebohongan juga, sesuai dengan penggunaan Al Qur’an dan As Sunnah dst. (“Al Adabusy Syar’iyyah” 1/35)
Dan juga seperti di dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma, yang di dalamnya Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
«فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ كَثِيرٌ . قَالَ: هَؤُلاَءِ أُمَّتُكَ، وَهَؤُلاَءِ سَبْعُونَ أَلْفًا قُدَّامَهُمْ، لاَ حِسَابَ عَلَيْهِمْ وَلاَ عَذَابَ. قُلْتُ: وَلِمَ؟ قَالَ: كَانُوا لاَ يَكْتَوُونَ، وَلاَ يَسْتَرْقُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ »
“Maka aku melihat ke sana, maka tiba-tiba ada suatu kelompok yang banyak. Dikatakan padaku: ”Mereka adalah umatmu. Dan di barisan yang terdepan mereka ada tujuh puluh ribu orang yang tidak dihisab dan tidak disiksa.” Aku bertanya ”Kenapa demikian?” Dia menjawab,”Mereka dulunya tidak meng-kay (mengobati dengan besi panas), tidak minta diruqyah, tidak meramal nasib sial, dan mereka bertawakkal pada Robb mereka.” (HSR Al Bukhory (6541) dan Muslim (220))
Al Hafizh Ibnu Hajar -rohimahulloh- berkata,”Sabda beliau (dan mereka bertawakkal pada Robb mereka) memungkinkan jumlah ini sebagai penafsir bagi perkara yang sebelumnya yang berupa: peninggalan minta ruqyah, kay, dan meramal nasib sial. Dan mungkin juga sebagai bentuk umum setelah khusus, karena satu sifat dari perkara di atas merupakan sifat khusus dari tawakkal, dan tawakkal itu lebih umum dari itu.” (selesai penukilan yang diinginkan dari “Fathul Bari” 11/hal. 571)
Jawaban ketiga: Barangsiapa menelusuri –dengan adil dan jujur dalam mencari kebenaran- penjelasan ahlussunnah dari Markiz Induk Darul Hadits di Dammaj -harosahalloh- dia akan mengetahui kebenaran dari apa yang kami katakan tentang karakter hizbiyyah Ibnai Mari dan komplotannya, dengan seizin Alloh. Maka barangsiapa memohon hidayah kepada Alloh dengan jujur, maka sungguh Alloh itu benar-benar merupakan Pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Dari Abu Dzarr radhiyallohu ‘anhu dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, di dalam riwayat beliau dari Alloh tabaroka wata’ala yang berfirman:
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ
“Wahai para hamba-Ku sesungguhnya Aku mengharomkan kezholiman terhadap diri-Ku, dan kujadikan hal itu harom di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzholimi. Wahai para hamba-Ku, kalian semua itu tersesat kecuali orang yang Kuberi petunjuk, maka mohonlah petunjuk pada-Ku niscaya akan Kuberi kalian petunjuk.” (HSR Muslim (2577))
Dan Alloh itu tidak menyia-siakan pahala orang yang berusaha untuk mencari hidayah.
﴿وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴾
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhoan Kami, pastilah Kami akan memberi mereka petunjuk kepada jalan-jalan keridhoan Kami, dan sesungguhnya Alloh itu benar-benar bersama dengan orang yang berbuat ihsan.” (QS Al ‘Ankabut 67)
Adapun orang yang lebih mengutamakan kebutaan, maka sungguh dia telah mengikuti jejak kaum Tsamud. Alloh ta’ala berfirman:
﴿وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون﴾
“Adapun kaum Tsamud, maka Kami tunjuki mereka tetapi mereka lebih menyukai kebutaan daripada petunjuk, maka mereka ditimpa oleh petir siksaan kehinaan dikarenakan apa yang dulunya mereka perbuat.” (QS Fushshilat 17)
Dan balasan dari bersikap buta adalah sesuai dengan amalannya itu.
﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى . قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آَيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى﴾
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginyalah penghidupan yang sempit, dan Kami akan menggiringnya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata,”Wahai Robbku, mengapa Engkau menggiringku dalam keadaan buta, padahal dulunya aku bisa melihat.” Alloh menjawab, “Demikianlah, telah datang padamu ayat-ayat Kami lalu engkau meninggalkannya, dan demikianlah pada hari ini engkaupun ditinggalkan.” (QS Thoha 124-126)

Bab Ketiga:

Cercaan Luqman Ba Abduh Kepada Syaikhuna hafizhohulloh

Sesungguhnya cercaan Luqman -hadahulloh- pada Syaikhuna -hafizhohulloh- itu banyak, di antaranya adalah perkataan dia: “persis ucapan Usamah bin Laden, na’am” juga: “kemudian yang ketiga kata Ibnu Katsir hukuman yang berlaku bagi orang seperti itu: (وأولئك هم الفاسقون.)”
“Al Hajuri harus mendatangkan 4 orang saksi kalau ndak dicambuk punggungnya. Kedua la tuqbal (1) lahu syahadah abadan. Kata Alloh nggak diterima persaksiannya, kata Alloh bahwa dia Kadzab ‘indalloh wa ‘indannas, Ia kadzab di sisi Alloh dan di sisi manusia. Kita menyatakan hat ya Hajuri, hat, kalo ndak ente mendapatkan posisi ini.” dan perkataannya: “Tentang asma wa sifat al Hajuri salah fatal” dan perkataannya: “hadza Mahmud al haddadi. Yang tidak menerima juga dikatakan hadza mubtadi’ tapi lisannya tidak sejelek ini (al Hajuri)” dan berkata: “Syeikh Abdulloh mengatakan bahwa Syeikh Yahya sangat berbahaya sekali terhadap dakwah di Yaman”
Jawaban yang pertama dari kami: Penukilan yang terakhir ini engkau lakukan tanpa pengingkaran darimu. Bahkan penukilan ini dalam posisi pendalilan, maka berarti dia adalah ucapanmu juga.
Jawaban kedua : ini merupakan cercaan darimu dan dari syaikhmu terhadap Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh-, cercaan tanpa bukti. Dan pujian-pujian yang harum dari para ulama kepada Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- telah membantah kalian. Maka barangsiapa merenungkan pujian yang datang dari tokoh-tokoh yang jujur itu tadi dia akan tahu bahwa Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- adalah mujahid, penjaga sunnah, termasuk dari kalangan orang yang bertaqwa, waro’ dan zuhud. Dan beliau telah mengorbankan jiwanya untuk menjaga Islam dan sunnah, dan seakan-akan beliau berkata :
فَإِنَّ أَبِي وَوَالِدَهُ وَعِرْضِى لِعِرْضِ مُحَمَّدٍ مِنْكُمْ وِقَاء
« Karena sesungguhnya ayahku, kakeknya, dan kehormatanku adalah pelindung bagi kehormatan Muhammad. » (dari ucapan Hassan bin Tsabit radhiyallohu ‘anhu. HSR Al Bukhory (4141) dan Muslim (2490))
Tapi bersamaan dengan itu, sebagian orang yang tidak mengetahui kedudukan beliau -hafizhohulloh- membalasnya dengan syukur yang minim. Imam Ahmad bin Hanbal -rohimahulloh- berkata,”Alangkah bagusnya bekas para ulama untuk manusia, dan alangkah buruknya bekas manusia kepada ulama.” (Muqoddimah “Ar Raddu ‘alaz Zanadiqoh wal Jahmiyyah” hal. 52/dengan tahqiqnya)
Jawaban yang ketiga: Memang benar, Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- sebagaimana perkataan Abu Turob dan beberapa tokoh yang mulia -hafizhohulloh-, beliau memang berbahaya bagi dakwah seluruh ahli batil, sebagaimana dulunya Syaikh beliau Al Imam Muqbil Al Wadi’y -rohimahulloh- dengan seidzin Alloh membahayakan dakwah mereka. Sampai-sampai beberapai utusan dari jam’iyyah Ihya’ut Turots ketika gagal merayu Al Imam Al Wadi’y -rohimahulloh- mereka berkata,”Sesungguhnya dakwah kita tak akan beranjak kecuali setelah para ulama itu ditinggalkan.” (“Tuhfatul Mujib” / As’ilah Brithoniya)
Dan sampai-sampai Abul Hasan Al Mishry menyembunyikan jam’iyyahnya selama empat tahun pada masa Al Imam Al Wadi’i -rohimahulloh-. Ketika beliau meninggal dunia maka bergembiralah si Mishry itu seraya berkata,”Masa takut telah lewat!” dan mulai menampakkan kebatilannya. Dan dia tidak menyadari bahwa sang pengganti singa adalah singa juga. Maka singa ini mulai menghantam si Mishry. Dan singa ini dibantu oleh sang singa Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholy -hafizhohulloh- dalam menghantam si Mishry. Maka terkaparlah si Mishry pada saat dia menyangka bahwa tampuk kepemimpinan dakwah ada di tangannya. Juga manakala Falih Al Harby menampakkan taring dan cakarnya terhadap dakwah Salafiyyah, datanglah padanya tamparan-tamparan dari singa Hajury tadi. Kemudian sang singa Al Madkholy -hafizhohulloh- membantu beliau sehingga habislah Falih. Kemudian teruslah singa Hajury itu membagai-bagikan tamparan di antara seluruh musuh Alloh sehingga mereka merasa khawatir terhadap keselamatan diri mereka sendiri. Dan sampai-sampai Abdulloh bin Mar’y berusaha agar jangan sampai para pelajar Dammaj mengetahui kebatilan dirinya. Para saksi telah menyebutkan –sebagaimana yang diceritakan oleh Akhuna Muhammad Ba Jamal Al Hadhromy hafizhohulloh- bahwasanya Abdulloh bin Mar’y melarang para pelajar untuk menceritakan kepada orang yang datang dari Dammaj tentang kenajnggalan-kejanggalan yang ada di Syihr agar jangan sampai orang tadi berangkat dengan membawa gambaran yang jelek.
Dan demikianlah, seluruh ahli batil merasa terancam bahaya dengan singa tersebut sehingga beberapa pengikut Luqman Ba Abduh berkata,”Jangan sampai kalian mengabarkan pada Syaikh apa-apa yang dilakukan oleh para asatidzah di negri kita.”
Jawaban keempat: bahkan syaikhmu wahai Luqman -hadakumalloh-, dialah yang membahayakan dakwah Salafiyyah yang bersih dengan banyaknya utang yang dibuatnya katika dia banyak membuka proyek-proyek, dan ketika menutupnya dengan sebab kebangkrutan. Idenya dari dia, pelaksanaannya ada di bawah kepemimpinannya. Tapi jika proyek itu gagal, dan menanggung hutang, dipikulkannya ke pundak dakwah.
Dan dia juga yang membahayakan dakwah dengan menyusupnya dia ke tengah-tengah salafiyyin dengan membikin makar. Dan dia dulunya adalah pengikut Abul Hasan yang menyusup.
Dan dia jugalah yang membahayakan dakwah salafiyyah di Indonesia dengan syubhat-syubhatnya.
Jawaban yang kelima: di antara alamat ahlul bida’ adalah cercaan mereka kepada para pembawa sunnah yang memerangi ahlul batil. Imam Abu Hatim Ar Rozy rohimahulloh:
عَلامةُ أَهلِ البدَعِ الوَقيعةُ في أَهلِ الأَثَر. (“عقيدة السلف” ص109)
“Alamat dari Ahlul bida’ adalah celaan terhadap Ahlul Atsar.” (“Aqidatus Salaf” hal. 109)
Fadhilatusy Syaikh Sholih Fauzan –hafizhohulloh- berkata:
وأقول لا يقع في أعراض العلماء المستقيمين على الحق إلا أحد ثلاثة: إما منافق معلوم النفاق، وإما فاسق يبغض العلماء؛ لأنهم يمنعونه من الفسق، وإما حزبي ضال يبغض العلماء؛ لأنهم لا يوافقونه على حزبيته وأفكاره المنحرفة. اهـ
“Dan kukatakan: Tidak ada yang melanggar kehormatan ulama yang istiqomah di atas Al Haq kecuali salah satu dari tiga golongan: Bisa jadi dia itu munafiq yang telah diketahui kemunafikannya. Bisa jadi dia itu orang fasiq yang benci terhadap ulama karena mereka (ulama) melarangnya dari kefasikannya. Dan bisa jadi dia itu hizbi yang sesat yang membenci ulama karena mereka (ulama) tidak mencocoki mereka di dalam kehizbiyahan mereka dan pemikiran-pemikiran mereka yang menyimpang.” (“Al Ajwibah Al Mufidah” hal. 51)
Fadhilatusy Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholy -hafizhohulloh- berkata tentang sebagian dari alamat seorang hizby:
وقوعه في أعراض الدعاة إلى التمسك بما عليه أهل الأثر
“Dia mencemarkan kehormatan para da’i yang mengajak untuk berpegang teguh dengan apa yang dulunya ahlul atsar ada di atasnya.” (“Al ‘Aqdul Mindhodh” /sebagaimana di “Nashbul Manjaniq” karya Yusuf Al Jazairy -hafizhohulloh- hal. 77)

Bab Empat:

Pelecehan Luqman terhadap
Para Masyayikh Darul Hadits Dammaj
hafizhohumulloh

Luqman -hadahulloh- berkata: “Sekedar da’i (Syaikh Yahya) nggak tahu manhaj sudah naik pangkat”. (Afiffudin tertawa terbahak-bahak) .
Jawaban yang pertama: telah kita lewati bersama pujian yang agung dari para ulama untuk Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh-, dan yang demikian itu cukup untuk membantah Luqman Ba Abduh.
Jawaban yang kedua: cocok untuk Luqman ucapan Abdulloh Ibnul Mu’taz:
العالم يعرف الجاهل، لأنه قد كان جاهلا، والجاهل لا يعرف العالم، لأنه لم يكن عالما
”Orang yang alim itu mengetahui orang bodoh karena dia dulunya jahil. Orang yang bodoh tidak mengetahui orang alim karena dia belum pernah jadi orang alim. ” (“Al Faqih Wal Mutafaqqih” karya Al khothib Al Baghdady -rohimahulloh- /2 /hal. 365)
Jawaban ketiga: Cukuplah bagi Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- keutamaan bahwasanya beliau menjadi da’i di jalan Alloh sebagaimana firman Alloh ta’ala:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِين
« Dan siapakah yang lebih bagus ucapannya dari orang yang menyeru kepada Alloh, dan beramal sholih, dan berkata : sesungguhnya aku termasuk dari kalangan muslimin. » (Fushshilat 33)
Dan firman-Nya :
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
«Katakanlah: Inilah jalanku, aku menyeru kepada Alloh di atas bashiroh –ilmu dan keyakinan-, aku dan orang yang yang mengikutiku. » (Yusuf 108)
Jawaban keempat : Tolong jabarkan kepada kami wahai Ustadz Luqman, manhaj apa yang engkau anggap bahwa Syaikhuna Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- tidak mengetahuinya, agar kami mengetahui apakah engkau termasuk dari kalangan orang-orang yang jujur di dalam beranggapan, ataukah engkau termasuk dari kalangan pembohong yang sok tahu.
Jawaban kelima: -dan ini khusus buat temanmu Muhammad Afifuddin –hadahulloh wa iyyaka- yang tertawa terbahak-bahak- : Kamu wahai Afif, butuh untuk dibacakan padamu firman Robb ta’ala :
فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak, sebagai balasan terhadap apa yang mereka perbuat.” (At Taubah 82)
Dan Luqman berkata,”Ini rata-rata yang disebutkan Muhsin rata-rata teman saya belajar di Dammaj kok tiba-tiba muncul syaikh-syaikh baru. ”
Jawaban pertama: Alloh ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا * انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلْآَخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا
“Dan tidaklah pemberian Robbmu itu terhalangi. Lihatlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka di atas sebagian yang lain. Dan sungguh akhirat itu lebih besar derajatnya dan lebih besar pengitamaannya.” (Al Isro’ 20-21)
Anggaplah bahwasanya sebagian tokoh mulia tadi –bukan semuanya- dulunya memang teman belajarmu pada tahun-tahun yang telah lampau, apa yang menghalangi Alloh untuk mengaruniakan kepada mereka tambahan ilmu, kemudian mengangkat mereka ke derajat ulama karena kejujuraan mereka dalam menuntut ilmu, dan kesabaran mereka dalam bersungguh-sungguh, dan bagusnya tujuan mereka, tawadhu’nya mereka dalam duduk bersama ulama, serta tidak berubah menjadi bersikap buruk terhadap para ulama tadi? Dan yang demikian itu adaah dengan karunia Alloh dan Rohmat-Nya. Adapun Luqman dan semisalnya, maka sungguh mereka itu merosot kepada kehinaan sepulangnya mereka dari Dammaj.
Syaikhuna Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- berkata beberapa bulan yang lalu,”Aku khawatir bahwasanya Luqman akan menjadi lebih hina daripada Ja’far jika dia tidak bertobat.” Atau yang seperti itu. Kemudian beliau -hafizhohulloh- setelah sampainya kaset tersebut berkata,”Luqman adalah Ja’far kedua. Hanya saja Ja’far lebih pemberani daripada dia.” “Luqman membikin para ikhwah tersia-sia di sana.” Demikian kurang lebihnya.
Maka tiada alasan untuk merasa aneh dengan kenaikan para “teman sejawat” tadi ke derajat yang tak terbayangkan di benak Luqman, karena seluruh urusan adalah milik Alloh, sebelumnya dan sesudahnya. Alloh ta’ala berfirman:
الله أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
“Dan Alloh itu lebih tadi di manakah menempatkan risalah-Nya.”
Dan juga befirman:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka itu yang membagikan rahmat? Kamilah yang membagi di antara mereka penghidupan mereka di dalam kehidupan dunia. Dan Kami angkat derajat-derajat sebagian dari mereka di atas sebagian yang lain, agar sebagian dari mereka menjadikan sebagian yang lainnya sebagai ejekan. Dan rohmat Robbmu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS Asy Syuro 32)
Jawaban yang kedua: Anggaplah bahwa orang-orang yang mulia tadi bukanlah ulama. Akan tetapi mereka mengetahui fitnah Ibnai Mar’i lalu mereka membongkarnya dan menampilkan bukti-bukti yang kuat dan argumentasi yang bercahaya. Dan mereka itu berjalan dengan bimbingan Syaikhuna Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- yang beliau itu alim, faqih, dan berpandangan tajam. Maka apakah engkau menerima berita dari mereka wahai Luqman? Ataukah engkau akan berkata,”Tak boleh berbucara tentang ahlul bida’ selain ulama”?
Imam Al Wadi’y -rohimahulloh- ditanya: “Apakah berbicara tentang hizbiyyun atau tahdzir dari mereka termasuk perkara yang harom? Dan apakah perkara ini khusus untuk ulama dan bukan hak para penuntut ilmu meskipun telah jelas kebenaran bagi para penuntut ilmu tentang orang tersebut?”
Beliau -rahimahulloh- menjawab:
“Sudah semestinya untuk dia bertanya kepada ahlul ilmi tentang perkara tersebut. Akan tetapi orang yang melarikan umat dari As Sunnah, dari Ahlussunnah dan majelis ulama, maka umat harus ditahdzir dari orang itu. Jarh dan ta’dil harus orang tersebut mengetahui sebab-sebabnya dan harus bertaqwa kepada Alloh subhana wa ta’ala tentang apa yang diucapkannya, karena sesungguhnya asal dari kehormatan seorang muslim adalah terhormat.
Sebagaimana sabda Nabi -shalallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- :
فإنّ دماءكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام، كحرمة يومكم هذا، في شهركم هذا، في بلدكم هذا
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah harom, sebagaimana haromnya hari kalian ini di bulan kalian ini dan di negri kalian ini”.
Akan tetapi mubtadi’ah tidak mengapa seorang thalibul ilmi memperingatkan orang darinya, pada batas-batas yang diketahuinya, secara adil. Alloh ta’ala berfirman:
وإذا قلتم فاعدلوا
“Dan jika kalian berbicara maka berlaku adillah.”
ولا يجرمنّكم شنآن قوم على ألاّ تعدلوا اعدلوا هو أقرب للتّقوى
“Dan jangan sampai kebencian terhadap suatu kaum menjerumuskan kalian untuk berbuat tidak adil. Adillah kalian karena dia itu lebih dekat kepada ketaqwaan.”
إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان
“Sesungguhnya Alloh memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.”
Dan Nabi -shalallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- memerintahkan Abu Dzarr untuk mengucapkan yang benar walaupun itu pahit.
Bahkan Alloh -‘azza wajalla- berfirman di kitab-Nya yang mulia:
ياأيّها الّذين آمنوا كونوا قوّامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين إن يكن غنيًّا أو فقيرًا فالله أولى بهما فلا تتّبعوا الهوى أن تعدلوا وإن تلووا أو تعرضوا فإنّ الله كان بما تعملون خبيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian sebagai orang yang menegakkan keadilan, sebagai saksi untuk Alloh walaupun terhadap diri kalian sendiri atau terhadap orang tua dan sanak kerabat. Kalau dia itu orang kaya ataupun miskin, maka Alloh itu lebih utama daripada mereka berdua. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu sehingga tidak berbuat adil. Dan jika kalian membolak-balikkan kata (untuk berbohong) atau berpaling maka sesungguhnya Alloh maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Maka harus ada keadilan ketika berbicara tentang hizbiyyun. Dan bukanlah aku maksudkan bahwasanya engkau melihat seorang mubtadi’ dan engkau menyebutkan kebaikan dan kejelekan yang ada padanya. Sesungguhnya mubtadi’ itu tidak pantas untuk kau sebutkan kebaikan dan kejelekannya.” (“Tuhfatul Mujib” hal. 187-188)
Juga Imam Robi’ bin Hadi Al madkholi -hafidhahulloh- ditanya: “Kebanyakan orang menyangka bahwasanya membantah ahlul bida’ dan ahwa’ akan mematikan proses belajar yang sedang ditempuh oleh penuntut ilmu dalam perjalanannya kepada Alloh. Apakah pemahaman ini benar?”
Beliau -hafidhahulloh- menjawab: “Ini adalah pemahaman yang bathil. Dan ini termasuk metode ahlul bathil dan ahlul bida’ untuk memberangus lidah ahlus sunnah. Maka pengingkaran terhadap ahlul bida’ termasuk pintu amar ma’ruf nahi munkar yang terbesar. Dan tidaklah umat ini punya keistimewaan terhadap seluruh umat kecuali dengan keistimewaan ini.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, kalian memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar dan beriman kepada Alloh.”
Pengingkaran terhadap kemungkaran merupakan penerapan dari ilmu yang telah dipelajari oleh pemuda muslim, yaitu pemahaman dari agama alloh -tabaroka wata’ala- dan penelaahannya terhadap kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya yang mulia -‘alaihish shalatu was salam-.
Maka apabila perkara amar ma’ruf nahi munkar ini tidak diterapkan, khususnya terhadap ahlul bida’, maka dia bisa jadi masuk ke dalam firman Alloh -tabaroka wata’ala-:
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78) كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Orang-orang yang kafir dari bani Isroil telah dilaknat dengan lisan Dawud dan ‘Isa bin Maryam. Yang demikian itu adalah karena kedurhakaan mereka dan sikap mereka yang melampaui batas. Mereka dulunya tidak saling melarang dari kemungkaran yang mereka kerjakan. Sungguh jelek apa yang mereka kerjakan.”
Dan jika seseorang melihat kebid’ahan tersebar, ada penyerunya, ada pembawanya, pembelanya, dan ada orang yang memerangi ahlussunnah demi kebid’ahan itu, bagaimana dia diam saja?
Ucapan mereka,”Sesungguhnya membantah ahlul bida’ dan ahwa’ akan mematikan ilmu” ini bohong. Justru ini bagian dari ilmu dan penerapan ilmu.
Apapun yang terjadi, maka seorang penuntut ilmu itu harus mengkhususkan waktu-waktu untuk memperoleh ilmu. Dan harus bersungguh-sungguh untuk memperolehnya. Tidak bisa dia menghadapi kemungkaran kecuali dengan ilmu. Bagaimanapun keadaannya dia harus memperoleh ilmu dan sekaligus pada waktu yang sama menerapkannya.
Alloh -tabaroka wata’ala- memberkahi pelajar yang mengamalkan ilmunya ini.
Dan terkadang bisa dicabut keberkahan itu manakala dia melihat kemungkaran di depan matanya tapi dia berkata,”nggak, nggak, aku belum belajar.” Dia melihat kesesatan dan ahlul bathil mengangkat syiar kebathilan dan mengajak orang kepadanya dan menyesatkan orang, dia justru berkata,”Tidak, tidak. Aku nggak mau sibuk dengan perkara-perkara ini, aku akan menyibukkan diri dengan ilmu.” Yaitu latihan untuk berbasa-basi. Semoga Alloh memberkahi kalian.” (“Ajwibatu Fadhilatusy Syaikh Robi'” hal. 34-35)
Dan dari sisi yang lebih umum, Imam Ibnu Baaz -rahimahulloh- berkata: “Maka setiap kita memiliki kewajiban. Setiap muslim di negri Alloh, di timur dan barat, di seluruh penjuru dunia. Setiap muslim, setiap penuntut ilmu, setiap ulama, dia punya kewajiban di dalam dakwah ke jalan Alloh yang dia telah dimuliakan Alloh dengannya, dan menolak syubhat-syubhat, dan membela Islam dari kebatilan, dan membantah lawan-lawannya, dengan cara-cara dan metode yang dipandangnya bermanfaat, yang menyampaikan kebenaran dan membikin manusia berminat untuk menerima kebenaran, dan dipandangnya bisa untuk menghentikan kebatilan.
Dan termasuk dari musibah yang terbesar adalah: Seseorang berkata,”Bukanlah aku yang bertanggung jawab dengan itu.” Ini salah. Ini merupakan kemungkaran yang besar. Ini bukan perkataan orang yang berakal. Kecuali jika pada posisi yang telah dicukupi oleh orang yang lain, suatu kemungkaran yang telah dihilangkan oleh orang yang lain, suatu kebatilan yang telah diperingatkan oleh orang yang lain.” –sampai pada ucapan beliau:- “Maka setiap orang harus menunaikan kewajibannya sampai kebenaran itu tertolong, dan sampai kebatilan itu tertumpas, dan sampai tegaknya hujjah terhadap lawan-lawan Islam.” (selesai) (“Al Ghozwul Fikry” karya beliau -rahimahulloh- hal. 17)

Luqman berkata,”Ana lihat ini pembodohan, ketika ana di telpon ustadz Abdul Jabbar dia berkata itu ada syaikh-syaikh baru yang menggelikan sekali. Ustadz-ustadz yang lama yang ada di sana itu faham siapa orang-orang ini. Tapi kita khan nggak tahu, sehingga mereka mengatakan ustadz-ustadz itu nggak benar. Itu syaikh Yahya tidak didukung, itu buktinya didukung.”
Jawaban pertama: Bahkan Abu Hazim dan yang semisal dengannya -hafizhohumulloh- di dalam fitnah ini ada di atas kebenaran, cahaya dan ilmu serta keyakinan dari Robb mereka, dengan karunia dan rohmat-Nya. Dan mereka itu ada di atas bukti yang nyata dari Robb mereka. Adapun kamu dan para pengikutmu di dalam fitnah ini ada di atas kebatilan, kebutaan, hawa nafsu, kesombongan dan pengolok-olokan. Syaikhul Islam -rohimahulloh- berkata,”Dan hawa nafsu itu seringnya menjadikan orangnya itu tidak mengenal kebenaran sedikitpun. (”Majmu’ul Fatawa” 27 hal. 91)
Jawaban kedua: pelecehan kalian terhadap para masyayikh itu nyata dan tidak bisa dita’wili lagi. Apakah kalian tidak malu pada Alloh yang berfirman:
َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum itu mengejek kaum yang lain, karena bisa jadi yang diejek itu lebih baik daripada mereka.” (QS Al Hujurot 11)
Jawaban ketiga: Kembalilah kalian –wahai para asatidzah lama- ke markiz induk Dammaj, dan lihatlah para masyayikh baru itu –menurut dugaan kalian-, kemudian ukurlah diri kalian dengan mereka dalam masalah ilmu, fiqh, Al Qur’an dan hadits. Abu Bakr –seorang penyair- mengumandangkan syair:
“Kapan saja kukatakan bahwa tuanku itu lebih utama daripada orang-orang itu, berarti aku telah merendahkan orang yang lebih kuutamakan itu. Tidak tahukah engkau bahwasanya pedang ini akan dihinakan oleh anak muda jika dia berkata bahwa pedang ini lebih tajam daripada tongkat?” (“Yatimatud Dahr” karya Ats Tsa’laby -rohimahulloh- /2/ hal. 224)
Jawaban ketiga: semoga Alloh merahmati seseorang yang mengenal kadar dirinya sendiri dan bersikap rendah hati. Abu Huroiroh radhiyallohu ‘anhu berkata: Dari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- yang bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ الله
“Tidaklah shodaqoh itu mengurangi harta sedikitpun. Dan tidaklah Alloh menambahi seorang hamba dengan kemaafan kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seseorang itu merendahkan diri kepada Alloh kecuali Dia akan mengangkatnya.” (HSR Muslim (2588))
Luqman berkata,”Kemudian terjadi juga majelis di depan Yahya al Hajuri –yang hasilnya- ada empat perkara: Yang pertama kata al Hajuri tentang Abdurrahman al Mar’i : “hadza ma’ruf bahwa ini hizbi, ma yunkiru ahad yukholif hadza, tidak ada seorangpun yang mengingkari hal ini. Sampai akhirnya dikatakan : “amma Luqman Ba’abduh hadza jahil, nggak sepantasnya dijadikan sebab perselisihan antara kalian, hadza kaslan, hadza….” (Luqman tertawa).
Jawaban pertama: Lihatlah kepada ejekan Luqman buat Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad Al Imam, “Tunggu dulu, Al Hajury imam.” dan berkata,”Tidak pantas untuk jarh wat ta’dil pada zaman ini selain Syaikh Rabi’ dan Syaikh Yahya.” Dan Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- berkata,”Dan tidaklah pantas untuk memegang dakwah tersebut kecuali beliau dan yang semisalnya”
Jawaban kedua: Apakah kau kira –wahai Luqman- bahwasanya Syaikhuna -hafizhohulloh- menghukumi Ibnai Mar’y sebagai hizbi, dan juga menghukumi engkau sebagai pemalas, beliau itu menghukumi dengan hawa nafsu dan kengawuran? Para masyayikh sunnah di Yaman di dalam “Bayan Ma’bar” mereka telah mengakui bahwasanya: “Syaikh Yahya itu tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya, dan kami mensyukuri beliau atas besarnya kerja keras dan kecemburuan beliau untuk agama ini.” Dan mereka tidak menertawakan beliau ataupun mengejek beliau –semoga Alloh menjaga beliau dan mereka semua-.
Luqman berkata,”Yahya al Hajuri waktu itu masih muter-muter besi cor di kolong-kolong, dia –yaitu Yasin Al Hizby- sudah ngajar.”
Jawaban pertama: Ini adalah penghinaan yang nyata, yang tidak terselubungi oleh kelamnya malam, apalagi tertutupi oleh potongan ekor. Dan penghinaan tadi merupakan makar untuk melarikan manusia dari seorang syaikh yang sunny dan penjaga sunnah.
Alloh ta’ala berfirman:
ولا يحيق المكر السيء إلا بأهله
“Dan tidaklah makar yang buruk itu menimpa kecuali pelakunya sendiri”.
Jawaban kedua: Apakah pekerjaan yang halal itu menghalangi seseorang untuk mengajar, menerima ilmu, ataupun ibadah-ibadah yang lain? Syaikh kami itu telah menggabungkan itu semua. Dan bahkan menjadi orang yang paling berilmu di Yaman –sesuai dengan persaksian Imam jarh wat ta’dil Muqbil bin Hadi Al Wadi’y -rahimahulloh- dan jadilah beliau Imam untuk ahlussunnah –dengan persaksian Syaikh Muhammad Al Imam hafidhahulloh-.
Adapun Yasin Al ‘Adny maka sungguh dia itu terus-terusan di dalam kenistaan. Bahkan syaikhmu -wahai Luqman- Abdurrohman Al ‘Adny telah berkata bahwa Yasin itu “Tidak beradab”, “Fasiq” dan punya firasat bahwa dia itu “Aku tidak mengira dia itu akan mendapatkan taufiq”.
Pembantu Yasin yang bernama Ahmad Misybah Al ‘Adny –juga teman seperjuangannya dalam hizbiyyah ini- hadahulloh telah berkata,”Kalaulah kemaslahatan itu ada di kepala anjing pastilah Yasin akan menjilatnya.” (“Syarorotul Lahab” 2/25 karya Syaikh Muhammad Al ‘Amudy -hafidhahulloh-)
Jawaban ketiga: (Syaikhuna Abu Bilal Al Hadhromy -hafizhohulloh- memberikan catatan kaki terhadap ucapan Luqman,” Yahya al Hajuri waktu itu masih … , dia –yaitu Yasin Al Hizby- sudah ngajar.” Ini merupakan bagian dari kedustaan Luqman. Syaikhuna Yahya dulu sudah dikenal di kalangan para penuntut ilmu. Dan dulunya beliau merupakan imam bagi masjid As Sunnah di Dammaj. Dan mungkin saja hal ini sebelum Yasin mengenal Dammaj. Kemudian, pengagungan apa ini yang kamu berikan terhadap orang-orang hizbiyyin yang telantar, sekaligus upaya untuk menjatuhkan seorang imam sunnah seperti Syaikhuna Yahya? Ini tidak lain kecuali hizbiyyah yang merusak, wahai Luqman. Barangsiapa yang bersama dengan mereka, diangkatnya dia melebihi kadarnya. Tapi barangsiapa tidak bersama mereka dijatuhkannya meskipun dia merupakan seorang ulama. Kita berlindung pada Alloh dari hawa nafsu.)
Jawaban keempat: Jika pekerjaan di bidang besi atau semen merupakan kehinaan di sisimu, maka ketahuilah bahwasanya engkau lebih hina. Sebagian tokoh yang mulia seperti Akhuna An Nabil Yusuf Al Jaza’iry -hafizhohulloh- telah mengabarkan kepada kami bahwasanya engkau dulunya sibuk dengan bidang sampah. Dan Akhuna Yasir Al Hadhromy -hafizhohulloh- juga mengabarkan kepada kami bahwasanya engkau dulunya sering bepergian. Kau tinggalkan jam-jam pelajaran Imam Al Wadi’y -rohimahulloh- karena sering bepergian ke Shon’a dan Mukalla untuk bisnis madu. Juga Syaikhuna yang pemberani Abdul Hamid Al Hajury -hafizhohulloh- mengabarkan pada kami bahwa engkau itu bodoh, banyak bepergian dan sering meninggalkan jam-jam pelajaran Imam Al Wadi’y -rohimahulloh-, dan engkau sibuk dalam bidang sapu-menyapu. Bahkan akhuna Abdul Karim Al Hadhromy -hafizhohulloh- menceritakan bahwa engkau dulunya pernah memukul seorang pelajar, sampai-sampai Imam Al Wadi’y -rohimahulloh- meneriakimu di waktu pelajaran beliau,”Wahai Abu Abdillah, kenapa engkau memukul saudaramu!?” dan dengan hebatnya tipu muslihatmu engkau bisa memberikan berbagai alasan untuk itu semua.
Jawaban kelima: pekerjaan yang dijalani dalam rangka menjaga ‘iffah (harga diri) dan untuk mencukupi nafkah keluarga itu lebih tinggi, lebih terhormat, dan lebih mulia daripada kehinaan mengemis yang kau lakukan, wahai Luqman. Bahkan engkau telah menghinakan dakwah Salafiyyah -setelah kau hinakan dirimu sendiri- dengan praktek mengemis itu.
Jawaban keenam: Upaya untuk merendahkan para pembela kebenaran merupakan penyakit lama. Alloh ta’ala berfirman:
فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ
“Maka para pembesar yang kafir dari kaumnya itu berkata,”Tidaklah kami melihatmu kecuali sebagai orang biasa seperti kami, dan tidaklah kami melihatmu kecuali bahwasanya yang mengikutimu itu hanyalah orang-orang rendahan di kalangan kami, dan tidaklah kami melihat bahwasanya kalian itu memiliki keutamaan di atas kami. Bahkan kami mengira bahwa kalian itu pembohong.” (QS Hud 27)
Imam Ibnul Mubarok -rohimahulloh- berkata, ”Barangsiapa meremehkan ulama hilanglah akhiratnya. Barangsiapa meremehkan umaro’ sirnalah dunianya. Dan barangsiapa meremehkan saudaranya maka lenyaplah muru’ahnya (kewibawaannya)” (“Siyar A’lamin Nubala” 4/hal. 408)
Al Hakim An Naisabury -rohimahulloh- berkata, ”Setiap orang yang ternisbatkan kepada suatu jenis penyelewengan dan kebid’ahan, dia itu tidak memandang kepada Ath Tho’ifatul Manshuroh kecuali dengan pandangan mata kehinaan dst.” (“Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits” 1/hal. 6)
Imam Al Wadi’y -rohimahulloh- berkata,”Dan di antara alamat para hizbiyyin adalah bahwasanya mereka mengejek ulama, dan mentazhid (menjadikan orang merasa tidak butuh) dari duduk-duduk dengan ulama, dan ini merupakan perbuatan yang membikin senang musuh-musuh Islam, dan bahkan merupakan perbuatan yang menyenangkan setan-setan, Wallohul musta’an.” (“Ghorotul Asyrithoh” 1/hal. 579)

Bab lima:

Pembelaan Luqman terhadap
Beberapa Penolong Kebathilan
dan Pelakunya

Luqman berkata,”Syeikh Ubaid dinyatakan sebagai hizbi. Akhirnya siapa yang tersisa?, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab –gurunya- dilecehkan.”
Jawaban pertama: Barangkali engkau bersandarkan pada kaset palsu yang dipasok oleh mata-mata hizb baru itu. Dan kaset tersebut telah tersebar di sebagian negri Hijaz. Atau barangkali engkau bersandarkan pada berita-berita dari mata-matamu yang terus bercokol di markiz induk ini. Jika tidak demikian, maka beberkan pada kami sumber perkataan itu. Kami sendiri belum pernah mendengar Syaikh kami -hafizhohulloh- terang-terangan mengatakan bahwa Ubaid Al Jabiry itu hizby.
Jawaban kedua: sesungguhnya baku tolong antara Ubaid Al Jabiry dengan komplotan hizb baru itu sudah terkenal. Dan usaha dia untuk mengobarkan api fitnah itu nyata. Juga makar dia terhadap dakwah Salafiyyah di Yaman –pada umumnya- dan terhadap Syaikhuna Yahya hafizhohulloh –pada khususnya- itu telah terdeteksi. Juga kedholimannya dalam berdebat itu telah terungkap. Dia juga berusaha untuk mengengkaty kembali citra Sholih Al Bakry –sang hizby yang ghuluw-, padahal para Salafiyyun telah selesai dengan fitnah dia, setelah fitnah Abul Hasan.
Maka tak akan bermanfaat baginya tangisanmu buatnya sedikitpun, karena Alloh telah membongkar aibnya. Semoga Alloh menyusulinya dengan rohmat-Nya yang luas. Kalau tidak begitu, maka dia itu bukanlah orang pertama yang terjatuh di dalam kebatilan di masa tua. Sesungguhnya amalan itu berdasarkan masa penghabisannya.
Jawaban ketiga: Ucapanmu (akhirnya siapa yang tersisa?) sungguh aneh sekali. Apakah ilmu itu hanya terbatas pada Ubaid Al Jabiry, dan tidak ada di alam ini satu alimpun selain dia? Dan apakah jika Syaikhuna -hafizhohulloh- mengkritiknya dengan apa yang pantas untuk dirinya, berarti beliau telah mengkritik seluruh ulama di seantero jagad?
Jawaban keempat: Ucapanmu (Syeikh Muhammad bin abdul wahhab –gurunya- dilecehkan) sungguh aneh. Telah Nampak cercaan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushoby -waffaqohulloh- terhadap Imam Al Wadi’y -rohimahulloh-. Dan telah jelas upayanya untuk melunturkan manhaj al wala’ (loyalitas) wal baro’ (pemutusan hubungan), sehingga dia bersikap lumer dan lunak terhadap beberapa tokoh Hasaniyyun. Dan telah tersingkapkan kesombongan dirinya terhadap nasihat para Salafiyyun. Maka balasan itu sesuai dengan jenis amalannya.
Dan di antara kebatilan Syaikh Muhammad Al Wushoby -hadahulloh- : dia itu mencerca Imam Al Wadi’y -rohimahulloh-. Berikut ini adalah persaksian dari Abdul Hadi Al Mathory yang akan dinukilkan dari tulisan tangannya sendiri: “Dulu kami pernah mengunjungi Syaikh Muhammad bin abdul wahab Al Wushoby sekitar tahun 1414 H. setelah kami makan siang bersama Syeikh Muhammad Al Wushoby, aku, Husain Al Mathory, Hasan Al Wushoby dan Ali Adz Dzary … Syaikh Muhammad berkata tentang Syaikh kami Muqbil –dan beliau saat itu masih hidup-,””Buku-buku Syaikh Muqbil kebanyakannya adalah harokiyyah (pergerakan).” Lalu aku dengan sengaja berkata,”Mengapa? Ash Shohihul Musnad? Al Musnad? Asy Syafaat? Ijabatus Sa’il?” Dia menjawab,”Yang aku maksud adalah Al Makhroj, As Suyuful Batiroh, Fadhoihul Mudzabdzabin” dan yang lainnya. Buku ini tidak memberikan faidah kepada para penuntut ilmu dan tidak pula bagi para pencari kebaikan. Seandainya dia menempuh jalan sebagaimana Syaikh Ibnu Baz akan terjadi kebaikan dan tersebar manfaat. Maka kau dapati semua orang akan mengambil faidah, Ikhwani, orang awam, surury, apalagi sunny, Datang pertanyaan dari sana sini, fatwa, dakwah, kebaikan yang banyak. Syaikh Muqbil sulit diterima oleh masyarakat dan banyak yang tidak menyukai. Syaikh adalah orang yang berilmu, tidak layak baginya untuk membuang waktunya untuk buku-buku dan kaset-kaset yang seperti ini.!”
Inilah yang saya ingat wallohu a’lam.
Ditulis oleh Abdul Hadi Al Mathory.
(risalah “At Ta’mid wat Tad’im” hal. 17 karya Syaikhuna Kamal bin Tsabit Al ‘Adny -hafizhohulloh-)
Dan di antara kebatilannya juga adalah bahwasanya dia mencerca dua Imam Ahlussunnah pada zaman ini: Syaikh Sholih Fauzan dan Syaikh Robi’ Al Madkholy -hafizhohumalloh-. Dia berkata, ”Sesungguhnya Syaikh Sholih Fauzan dan Syaikh Robi’ itu jawasis (intel/mata-mata).” Ucapan ini banyak tersebar di kalangan orang-orang yang bermajelis dengan Syeikh Muhammad Al Wushoby -hadahulloh- di Hudaidah dan daerah lain. Dan orang yang paling banyak menyebarkan ketergelinciran ini adalah Hani’ Buroik, sebagaimana dipersaksikan oleh orang yang mengetahui ini darinya di Saudi dan tempat yang lain, dan juga Abdulloh bin Mar’i Al ‘Adny, sebagaimana dipersaksikan oleh akhuna Muhammad Al Kutsairy.
Dan juga Syaikh Muhammad Al Wushoby menuduh Syaikh Abu Abdissalam Hasan bin Qosim Ar Raimy –pemilik markiz dakwah di Ta’z, dan murid Imam Al Albany rohimahulloh- bahwasanya beliau itu jasus (intel). (risalah “At Ta’mid wat Tad’im” hal. 17)
Dan termasuk dari kebatilannya juga adalah menyelenggarakan muhadhoroh bersama Jalal bin Nashir -yang telah dihukumi sebagai mubtadi’ oleh Imam Al Wadiy rohimahulloh- dan memberinya kesempatan untuk menyampaikan ceramah di depan para Salafiyyun. Bahkan Syaikh Muhammad Al Wushoby telah memperluas daerah pergaulan sampai pada para ahli jam’iyyat seperti Abdulloh Al Marfady yang telah dihukumi sebagai hizby oleh Imam Al Wadiy rohimahulloh-. Dan Jamil Asy Syuja’ –tokoh hasany- juga berceramah di markiz Syaikh Muhammad Al Wushoby. Juga dia berkata,”Sesungguhnya perselisihan di antara kita dengan Ahmad bin Manshur Al ‘Udainy itu tidaklah besar. (risalah “At Ta’mid wat Tad’im” hal. 9-10 dan sumber yang lain)
Maka hendaknya engkau dan si Afifuddin merujuk kembali kaset-kaset dan malzamah-malzamah tersebut –yang kalian menghalangi orang-orang untuk menyebarkannya- niscaya kalian akan mendapatkan dalil-dalil yang nyata tentang sebagian kebatilan Syaikh Muhammad Al Wushoby -waffaqohulloh- sejak masih hidupnya Imam Al Wadi’y -rohimahulloh-. Dan aku tidak butuh untuk membeberkannya di sini.
Beberapa ulama telah menggunakan perkataan Syaikhul Islam -rohimahulloh- tentang kelompok wihdatul wujud, untuk menghantam para hizbiyyun secara umum. Beliau berkata,”Wajib untuk menghukum setiap orang yang menisbatkan diri kepada mereka, atau membela mereka, atau memuji mereka, atau mengagungkan kitab-kitab mereka, atau diketahui bahwasanya dirinya itu saling bantu dan saling tolong dengan mereka, atau tidak menyukai kritikan kepada mereka, atau mulai memberikan udzur untuk mereka, bahwasanya perkataan mereka itu tidak diketahui apa maksudnya, atau tidak diketahui siapakah yang menulis kitab ini, atau udzur-udzur yang seperti ini yang tidaklah mengucapkannya kecuali orang yang bodoh atau munafiq. bahkan wajib untuk menghukum orang yang tahu keadaan mereka dan tidak mau saling menolong untuk menghadapi mereka, karena perjuangan untuk menghadapi mereka merupakan termasuk kewajiban yang paling agung dst” (“Majmu’ul Fatawa” 2/132)
Syaikh Ahmad An Najmy -rahimahulloh- berkata tentang ciri-ciri hizbiyyah Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya’by,”Dan di antara yang menunjukkan terperosoknya dirimu ke dalam hizbiyyah adalah pengingkaranmu terhadap diriku, dan pengingkaranmu terhadap perkara-perkara yang kusebutkan tentang para hizbiyyun.” (“Dahrul Hajmah” hal. 13, dan seperti itu hal. 19)
Syaikh Robi’ -hafidhahulloh- berkata,”Maka penulis kitab “Al Mi’yar” dan hizbnya berusaha untuk membunuh manhaj salafy dengan cara melumerkannya, dan meremehkan nilainya, dan mencoreng para pembawanya, dan dengan pembelaan mereka terhadap ahlil bida’, dan membalas dendam untuk mereka.” (“Bayan Fasadil Mi’yar” hal. 82)



(Inilah akhir dari terjemahan seri pertama
dari kitab
“BANGKITNYA KESADARAN PENUH
DENGAN TERBONGKARNYA
HIZBIYYAH LUQMAN BA ABDUH”)

Blog di WordPress.com.

Atas ↑