HIZBIYYAH LUQMAN BA ‘ABDUH 2

 (Seri Dua)

 

(Terjemahan baru untuk seri dua)

 

Telah Mengidzinkan Penyebarannya:

Syaikhunal ‘Allamah Yahya bin Ali Al Hajury -hafizhohulloh- 

 

Telah diperiksa Oleh:

Syaikhunal Fadhil Abu ‘Amr Abdul Karim Al Hajury,

Syaikhunal Fadhil Abu Bilal Kholid Al Hadhromy,

Syaikhunal Fadhil Abu Abdillah Thoriq Al Khoyyath Al Ba’daniy

Dan Syaikhunal Mufid Abu Hamzah Muhammad Al Amudy,

-hafizhohumulloh-

 

 

 

Ditulis dan diterjemahkan Oleh:

Abu Fairuz Abdurrohman Al Qudsi Al Indonesiy ‘afallohu ‘anhu

Di Darul Hadits Dammaj Yaman

PENDAHULUAN

          Segala pujian yang sempurna bagi Alloh. Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Alloh limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian daripada itu:

Seri yang kedua untuk terjemahan kitab “Inbi’atsut Tanabbuh Bi Inkisyafi Hizbiyyati Luqman Ba Abduh” sudah ana tulis dan ana sebarkan sekitar dua tahun yang lalu, akan tetapi belum ana masukkan ke situs Al Ulum As Salafiyyah. Berhubung file yang ada pada ana telah rusak, dan beberapa teman yang ana kirimi file juga tidak mengirimkan salinannya pada ana setelah diminta, maka ana dengan taufiq Alloh ta’ala memulai lagi penerjemahan seri kedua, berdasarkan naskah yang telah diperiksa oleh Syaikhuna Abu Abdillah Thoriq Al Khoyyath Al Ba’daniy -hafizhohulloh-.

Dammaj, tanggal  25 Robi’ul Awwal 1431 H.

Selamat menyimak.

Bab Keenam: Pujian Luqman Terhadap Sebagian Hizbiyyin

 

          Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Asy Syaikh Abdurrohman Al ‘Adniy min afadhilil ulama di Yaman sudah dijelek-jelekkan yang tadi sudah saya ceritakan sebelumnya sedikit tentang beliau –hafizhohullohu ta’ala- sudah divonis sebagai hizbiy([1]). Bagaimana sikap masyayikh? Asy Syaikh Abdulloh dinyatakan sebagai maling… padahal kedua syaikh ini luar biasa pembelaannya terhadap manhaj dakwah Ahlussunnah, menentang ahlul batil, memiliki musuh-musuh Islam: sufi, sururiy dan yang lainnya.”

          Jawaban pertama: Kami katakan padamu sebagaimana firman Alloh ta’ala:

(ö@è%(#qè?$ydöNà6uZ»ydöç/bÎ)óOçGZà2šúüÏ%ω»|¹ÇÊÊÊÈ  

“Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (QS. Al Baqoroh: 111).

Manakah kaset-kaset dan tulisan-tulisan kedua orang itu dalam membantah tokoh-tokoh shufiyyah, sururiyyah, Abul Hasan, Sholih Al Bakriy, dan yang lainnya? Tidak mustahil kedua punya sedikit desah bantahan terhadap mereka. Akan tetapi jika dikatakan bahwa keduanya mencapai kedudukan “Pembelaan terhadap manhaj Ahlussunnah yang luar biasa” harus diteliti kembali. Barangkali itu cuma ada dalam igauan Luqman Ba Abduh yang akan didustakan oleh orang yang mengenal dekat kedua anak Mar’i tersebut dan menyertainya. Kalau Alloh menghendaki niscaya aku sebutkan ucapan-ucapan sebagian ucapan tokoh-tokoh utama Yaman yang menyebutkan lemahnya kecemburuan kedua anak Mar’i tersebut dalam memerangi hizbiyyin.

          Jawaban kedua: Sungguh Syaikhmu Abdulloh Mar’i itu maling atau koruptor, sama saja, kamu menyetujui ucapan ini atau menolaknya. Dan di antara contohnya adalah bahwasanya Abdulloh bin Mar’i telah meminta kepala Jam’iyyah Shoyyadil Khowar (jam’iyyah nelayan yang ada di Khowar) di Syihr agar Jam’iyyah ini ikut ambil bagian menyumbang pembangunan atap yang tinggi dari masjid “At Taqwa”, maka sang kepala memberinya seratus ribu real (sekitar lima juta rupiah). Namun setelah serah terima uang mestinya mereka ambil untuk membangun atap menara masjid “At Taqwa”, ternyata mereka tidak juga melaksanakan pembangunannya sedikitpun sampai sekarang (sekitar tahun 1428 H([2])) padahal sudah lewat hampir tiga tahun. (lihat risalah “At Tajawwul” karya Akhunal fadhil Muhammad Ba Roidiy Al Hadhromiy -hafizhohulloh- hal. 6-7).

Luqman berkata: “Sudah sampai marhalah (tahapan) tahdzir pada para ulama. Kasus Al Haddadiyyah pengikut Mahmud Al Haddad. Dia itu mujtahid, ada penyimpangan.”

Jawaban pertama: di sini ada semacam pujian([3]) terhadap Mahmud Al Haddad, padahal fadhilatusy Syaikh Robi’ bin hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- telah mengkritiknya di dalam kitab beliau “Tho’nul Haddad Fi ‘Ulamais Sunnah”/”Majmu’ Ba’dhir Rosail” dengan sebutan: “Al Haddad si tukang makar” (hal. 27), “Orang bodoh yang zholim yang tidak sanggup adu argumentasi dengan murjiah” (hal. 32), “Hal itu telah dilakukan oleh Al Haddad yang sangat zholim dan sangat bodoh” (hal. 35), “Kemudian kami dapati bahwasanya orang yang paling keras cercaannya di antara mereka terhadap beliau adalah orang yang bodoh tapi berlagak pintar ini, dan menampakkan diri sebagai salafiy padahal dia memerangi Salafiyyin, dan dia berusaha mengobarkan kejahatan terhadap mereka, dia adalah Mahmud Al Haddad” (Hal. 37), “Dan ini adalah bagian dari kezholimannya, dan kegelapan hati dan akalnya” (hal. 39), “Dan dia beserta para pengikutnya telah dituntut untuk menerangkan bencana-bencana ini tapi mereka tidak sanggup, dan syaikh mereka juga tak mampu menjelaskannya. Dan kelemahan ini merupakan salah satu dalil terbesar yang menunjukkan kedustaan Al Haddad…” dan seterusnya. (hal. 40)

Selesai penukilan dengan peringkasan.

Maka apakah pelaku kebatilan lagi sesat seperti orang ini dikatakan sebagai “Mujtahid yang punya ketergelinciran.”?

Jawaban kedua: Hak seorang ahlil bid’ah adalah untuk direndahkan dan dihinakan. Alloh ta’ala berfirman:

¨bÎ)tûïÏ%©!$#tbr–Š!$pt䆩!$#ÿ¼ã&s!qߙu‘ury7Í´¯»s9ré&’ÎûtûüÏj9sŒF{$#ÇËÉÈ  

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rosul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina”. (QS. Al Mujadilah: 20)

          Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- berkata: “Yang wajib bagi mereka semua adalah untuk menjadi satu tangan bersama pihak yang benar untuk menghadapi pihak yang batil, sehingga jadilah sesuatu yang diagungkan di sisi mereka adalah orang yang dinilai agung oleh Alloh dan Rosul-Nya, dan yang dikedepankan di sisi mereka adalah orang yang dikedepankan oleh Alloh dan Rosul-Nya, dan yang dicintai di sisi mereka adalah orang yang dicintai oleh Alloh dan Rosul-Nya, sementara yang terhina di sisi mereka adalah orang yang dihinakan oleh Alloh, sesuai dengan apa yang diridhoi oleh Alloh dan Rosul-Nya, bukan sesuai dengan hawa nafsu, karena barangsiapa taat pada Alloh dan Rosul-Nya maka sungguh dia telah terbimbing, tapi barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka tidaklah dia membahayakan kecuali dirinya sendiri. Maka inilah dia prinsip yang mereka harus bersandar padanya.” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 17).

          Adapun pujian terhadap ahlul batil maka hal itu merupakan penyelisihan terhadap ijma’. Al Imam Abu ‘Utsman Ash Shobuniy -rohimahulloh- menyebutkan madzhab Salaf ahlul hadits: “Bersamaan dengan itu mereka bersepakat untuk menundukkan Ahlul Bida`, menghinakan mereka, dan menjauhkan mereka, dan menjauh dari mereka, dan menghindari persahabatan dengan mereka dan pergaulan dengan mereka, dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara menjauhi mereka dan meninggalkan mereka.” (Aqidatis Salaf Ashabil Hadits” hal. 123).

Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi -rahimahulloh- berkata kepada Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya`bi –hizbi yang tersembunyi- : “Sesungguhnya pujianmu terhadap mereka, dan udzur yang kau berikan untuk mereka dan pengingkaranmu terhadap orang yang menerangkan penyelisihan mereka terhadap syari`ah Islamiyah pada umumnya, dan terhadap manhaj salaf pada khususnya, dan celaanmu terhadapnya, semua ini termasuk dalil terbesar bahwasanya engkau adalah hizbi besar.” (“Dahrul Hajmah” karya beliau hal.19).

Dan Samahatusy Syaikh Abdul Aziz Ibn Baaz -rahimahulloh- ditanya,”Apakah orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka, berarti juga mendapatkan hukuman seperti mereka?” Beliau menjawab,” Iya, tidak ada keraguan di dalamnya. Orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka maka dia itu adalah da`i (penyeru) mereka, menyeru orang untuk mengikuti mereka. Orang ini adalah termasuk da`i mereka. Kita mohon kepada Alloh keselamatan.” (“Syarh Fadhlil Islam”/dinukil oleh Kholid Adz Dzufairi -hafidhahulloh- dalam kitab “Ijma`ul Ulama” hal. 137).

 

Bab Tujuh: Berpura-pura Lembut Dan Akhlaq Yang Mulia

 

          Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata([4]): “Tentang hubungan zaujiyyah (suami istri) di depan anak-anak kecil, di depan murid-muridnya sampai ditegur oleh beberapa asatidz, kaif (bagaimana) berbicara seperti ini di depan anak-anak kecil? Dia berkata: “Di Dammaj asyaddu min hadza (lebih dahsyat daripada ini). Ana di sini mengajar “Shohih Muslim”, “Bulughul Marom”, begitu melewati masalah thoharoh pas mau melewati tentang haid nggak sanggp ana. “Bulughul Marom” juga begitu, begitu melewati babul ghusl (mandi) nggak kuat ana. Karena pembahasannya penting maka anak-anak yang masih di tahfizh tidak diikutkan baina (di antara) Maghrib wal (dan) ‘Isya. Itu hampir dua bulan, padahal itu ilmu, sayapun menyampaikannya dalam keadaan malu. Ketika menjelaskan hubungan antara suami istri, itupun ana punya haya’ (rasa malu). Tapi ini subhanalloh tanpa haya’.”

          Jawaban pertama: sejak zaman dulu anak-anak kecil dan orang besar hadir di majelis yang sama untuk mendengarkan pelajaran para syaikh. Dan sejak zaman dulu di dalam majelis-majelis ilmu dibacakan hadits “Di antara empat anggota badan wanita itu,” juga hadits tata cara mandi, juga hadits “Manakala aku duduk di antara kedua kaki wanita itu dia berkata: “Bertaqwalah engkau pada Alloh.” Juga hadits: “Kepunyaannya itu hanyalah seperti ujung kain baju ini,” dan juga hadits “Dan di kalangan mereka ada wanita dari Bani Fazaroh yang memiliki kantong dari kulit, dan bersamanya ada anak perempuannya yang termasuk wanita Arob yang paling cantik.” Dan dalil-dalil tentang hal itu banyak. Maka atas dasar apa engkau mengingkari Syaikh kami?

Jawaban kedua: tunjukkanlah pada kami dalil bahwasanya Salaf dulu pada saat menyampaikan hadits-hadits beserta penjelasannya di atas mereka melarang anak-anak kecil untuk menghadiri majelis-majelis tersebut.

Jawaban ketiga: anak-anak di dalam majelis-majelis tadi disibukkan dengan imla’ (dikte), hisab (hitung-menghitung) dan semisalnya.

Jawaban keempat: kalaupun anak-anak tadi mendengarkan pelajaran tadi yang kamu malu dengannya, maka sungguh ilmu-ilmu tadi merupakan bagian dari ilmu-ilmu syari’ah. Ilmu itu juga disampaikan kepada orang-orang dengan memperhatikan adab-adab dan akhlaq. Dan sampai sekarang kamu tidak sanggup menampilkan satu dalilpun untuk melarangnya.

Jawaban kelima: apakah telah sampai padamu kabar yang pasti bahwasanya ada satu saja dari anak-anak Muslimin yang terjatuh ke dalam kekejian dengan sebab mendengarkan penjelasan dari hadits-hadits tadi dari salah seorang imam kaum Muslimin?

Dan Luqman –hadahulloh- berkata: “Di Dammaj Al Hajuriy dia berbicara ana hadirs di majelisnya. Syaikh Kholid baca sebuh tulisan transkrip dia menceritakan rihlahnya ke Eropa tahun itu, mungkin tahun 1995, waktu dia pulang disuruh menceritakan. Syaikh Kholid menunjukkan tulisan ini ke Syaikh Robi’, Syaikh Robi’ mengatakan: “Na’udzubillah, qola man? (kita berlindung pada Alloh, siapa yang berbicara ini?)” Yahya Al Hajuriy. Syaikh Robi’ mengatakan: “La ilaha  Illalloh.” Syaikh Kholid ini menyampaikan di waktu dauroh. Maka ana bilang ke Syaikh Kholid: “Ya Syaikh, majelis ini ana hadir.” O ya? Ana dan ikhwah waktu mendengar subhanalloh bagaimana ini diceritakan? Bagaimana cara kamu bercerita? Dia (Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy) menceritakan bahwa dia di Inggris berjalan-jalan yang di sana dipenuhi dengan orang homo. Ana melewati jalan-jalan penuh dengan wanita yang ‘uryanin (telanjang), subhanalloh, yang satu dengan pacarnya, wa perempuan dengan anjingnya. Ana mau pergi tapi ini di masjid, ndak ada malu sama sekali. Thoyyib, ente ya akhi, keluar dakwah ke sana mau dakwah atau cerita syawari’ (jalan-jalan) London. Ente mau cerita jalan-jalan di sana atau cerita tentang dakwah? Atau bagaimana? Atau pelajaran? Atau masalah dakwah Ahlussunnah? Ini yang diceritakan, subhanalloh, maka tidak heran melahirkan murid yang kayak begini (Abu Hazim).”

Jawaban pertama: seluruh perselisihan itu harus dikembalikan kepada dalil, bukan kepada pendapatmu atapun pendapat orang lain. Maka datangkanlah kepada kami dalil yang melarang pemberitaan kekejian suatu kaum di dalam suatu majelis ilmu jika tujuannya tadi adalah sebagai I’tibar (mengambil pelajaran), dan menjauhkan orang dari kaum yang busuk tadi, serta bersyukur pada Alloh atas karunia-Nya pada kita yang berbentuk keterjagaan dari kerendahan, juga berbentuk kelurusan dan keselamatan.

Jawaban kedua: Kami punya dalil –dan segala pujian yang sempurna hanyalah bagi Alloh- atas bolehnya menyebutkan kebatilan orang-orang kafir. Di antaranya adalah:

1- Dari ‘Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya beliau mengabarkan:

أَنَّ النِّكَاحَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْحَاءٍ إلى قولها: – وَنِكَاحٌ آخَرُ كَانَ الرَّجُلُ يَقُولُ لاِمْرَأَتِهِ إِذَا طَهُرَتْ مِنْ طَمْثِهَا أَرْسِلِى إِلَى فُلاَنٍ فَاسْتَبْضِعِى مِنْهُ .

“Bahwasanya pernikahan pada masa Jahiliyyah memiliki empat bentuk –sampai dengan ucapannya:- dan nikah yang lain adalah: ada seseorang yang berkata pada istrinya jika dirinya telah bersih: “Pergilah engkau ke si fulan dan mintalah dia untuk menggaulimu.” Al hadits (HR. Al Bukhoriy (5127)).

2- dari Abdulloh bin ‘Amr -rodhiyallohu ‘anhuma- yang berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تقوم الساعة حتى تتسافدوا في الطريق تسافد الحمير قلت إن ذاك لكائن قال نعم ليكونن.

Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Tidak akan terjadi hari Kiamat sampai kalian berzina di jalanan seperti berzinanya keledai.”

Kukatakan: “Apakah hal itu benar-benar akan terjadi?” Beliau menjawab: “Benar, hal itu pasti akan terjadi.” (HR. Ibnu Hibban (15/hal. 162) dan dishohihkan oleh Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh-).

3- Dari ‘Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya Ummu Salamah menceritakan pada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- tentang gereja yang dilihatnya di negri Habasyah yang dinamakan sebagai “Mariyah”. Dia menyebutkan gambar-gambar yang dilihatnya di dalam gereja tadi. Maka Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ الله».

“Mereka itu adalah suatu kaum yang jika ada hamba yang sholih –atau orang yang sholih- di kalangan mereka mati mereka membangun di atas kuburannya suatu masjid, dan membikin di dalamnya gambar-gambar. Mereka itu adalah makhluk yang paling jelek di sisi Alloh.” (HR. Al Bukhoriy (434) dan Muslim (528)).

Bid’ah dan kesyirikan itu lebih buruk daripada perzinaan dan keumuman dosa besar yang lain.

Jawaban ketiga: Sesungguhnya Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- hadir pada saat Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy menyebutkan kisah tadi, tapi beliau tidak mengingkarinya. Demikian pula para hadirin yang lain. (Dan Syaikhuna Abu Bilal Al Hadhromiy -hafizhohulloh- memberikan tambahan: “Bahkan Syaikhunal Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- memuji penjelasan Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- tentang perjalanan beliau ke Brithonia.”) (Dan Syaikhuna Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- memberikan tambahan: “Bahkan Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- mendorong beliau untuk menyebarluaskannya.”). maka atas dasar apa kamu mengkhususkan serangan kepada Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh-, bukan kepada Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- dan para hadirin yang meridhoi penjelasan itu tadi? Ada apa di balik makar ini?

Jawaban keempat: Sesungguhnya penyampaian kisah safari dakwah ketika pulang sudah menjadi kebiasaan di markiz induk ini, sejak zaman Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh-. Silakan lihat -sebagai contoh- kitab beliau “Al ba’its ‘Ala Syarhil Hawadits” dan yang lainnya. Dan para ulama yang lain tidak mengingkari Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- pada zaman beliau.

Bahkan seperti ini pula yang dilakukan oleh syaikh kamu yang hizbiy yang dibanggakan: Salim Ba Muhriz Al Hadhromiy, yang mana dia menceritakan kepada kami di depan seluruh masyayikh dan pelajar Dammaj tentang apa yang dia saksikan di Indonesia –semoga Alloh memperbaikinya- yang berupa jalan-jalan, gedung-gedung, perempuan telanjang, dan dia berkata: “Seakan-akan aku ada di negri Barat.” Dan yang demikian itu –yaitu menyampaikan kisah ketika tiba dari perjalanan- juga dilakukan oleh sebagian anak buahmu para asatidzah, sebagaimana telah diketahui bersama olehku dan yang lain.

Jawaban kelima: aku tidak berdalil dengan perbuatan para tokoh, akan tetapi aku hanya ingin berkata padamu: “Sesuatu yang punya dalil di dalam syariat, dan telah menjadi kebiasaan syaikhmu Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- tanpa ada pengingkaran dari para ulama di masanya, bahkan juga dilakukan oleh syaikh kamu yang hizbiy: Salim Ba Muhriz Al Hadhromiy. Maka apa maumu menyerang Syaikhunas Salafiy Yahya -hafizhohulloh- dengan perkara tadi?

Jawaban keenam: Luqman Ba Abduh telah menampilkan diri dengan gaya akhlaq yang mulia, sebagai upaya untuk merendahkan Syaikh kita yang mulia -hafizhohulloh- dan juga orang yang berpandangan sama dengan beliau. Maka harus ada peringatan kepada manusia dari bahaya sikap berpura-puranya hizbiyyun, mubtadi’ah dan orang-orang yang lemah.

Sekedar penampilan yang baik tidaklah menunjukkan istiqomahnya seseorang. Abu Bakr Ibnu ‘Ayyasy -rohimahulloh- berkata: “Dulu aku, Sufyan Ats Tsauriy, dan Syarik pernah berjalan bersama di antara daerah Hiroh dan Kufah. Lalu kami melihat seorang tua yang rambut dan jenggotnya sudah putih, dan gayanya bagus. Maka kami mengira bahwasanya dia memiliki beberapa hadits, dan bahwasanya dirinya telah menjumpai beberapa ahlul hadits. Dan Sufyan Ats Tsauriy adalah orang yang paling gemar mencari hadits di antara kami. Maka Ats Tsauriypun menuju ke arahnya seraya berkata: “Wahai Bapak, apakah Anda memiliki barang sedikit hadits?” Maka diapun menjawab,”Kalau hadits maka aku tidak punya. Tapi aku punya tuak yang umurnya tahunan.” Maka kami perhatikan dirinya, ternyata dia itu pemabuk.” (“Al Jami’Li Akhlaqir Rowiy”/Al Khothib/4/hal. 424).

          Ja’far Ath Thoyalisiy menceritakan dari Yahya bin Ma’in yang berkata: Aku pada suatu hari mendengar dari Abdurrozzaq suatu ucapan, lalu aku gunakan ucapan tadi untuk mengetahui madzhab yang dinisbatkan kepadanya (yaitu: tasyayu’). Maka kukatakan padanya: Sesungguhnya kedua ustadzmu yang engkau mengambil ilmu dari mereka adalah para tsiqot, semuanya adalah Ahlussunnah. Maka dari mana engkau mengambil madzhab ini?” Dia menjawab: “Ja’far bin Sulaiman datang kepada kami, lalu aku lihat dia itu orang yang utama, gaya hidupnya baik, maka aku ambil madzhab ini darinya. Muhammad bin Ayyub ibnudh Dhurois berkata: Aku bertanya pada Muhammad bin Abi Bakr Al Muqoddamiy tentang suatu hadits dari Ja’far bin Sulaiman, kukatakan padanya: meriwayatkan darinya Abdurrozzaq. Maka beliau berkata: “Aku kehilangan Abdurrozzaq. Tidak ada yang merusak Ja’far selain dia –yaitu dalam tasyayyu’-“. Aku katakan: “Justru tidaklah ada yang merusak Abdurrozzaq selain Ja’far bin Sulaiman.” (“Siyar A’lamin Nubala”/9/hal. 570).

          Sekedar ketenangan, kekhusyu’an dan adanya ilmu pada seseorang tidaklah menunjukkan bagusnya aqidahnya. Ali bin Abi Kholid berkata: Saya katakan kepada Ahmad (Al Imam Ahmad bin Hanbal -rohimahulloh-): “Sesungguhnya orang tua ini (yang saat itu bersama kami) adalah seorang yang terlalu berani, aku telah menasehatinya agar menjauhi seseorang tapi dia ingin mendengar dari perkataan anda tentang orang itu (yaitu) Harits Al-Qoshir -maksudnya Harits Al-Muhasibiy- anda pernah melihatku bersamanya bertahun-tahun lamanya, kemudian anda mengatakan kepadaku: “Janganlah kamu duduk-duduk dengannya dan jangan berbicara dengannya!!” Maka sejak itu aku tidak berbicara dengannya sampai saat ini, tapi orang tua ini duduk-duduk dengannya, apa pendapatmu tentang orang ini?” Maka aku lihat Ahmad merah padam mukanya, urat leher dan matanya membesar. Aku tidak pernah melihat dia seperti itu sama sekali. Kemudian dia mengibaskan tangannya seraya berkata: “Orang itu (Harits Al-Muhasibiy) semoga Alloh memperlakukannya dengan seperti ini dan itu. Tidak ada yang mengenalnya kecuali orang yang telah bergaul dan mengenalnya dengan baik. Uwaih, uwaih, uwaih([5]), orang itu tidak ada yang mengenalnya kecuali orang yang pernah bergaul dengannya dan mengenalnya dengan baik. Orang itu berteman dengan Al-Mughoziliy, Ya’qub dan juga fulan kemudian menjerumuskan mereka ke dalam pemikiran Jahm (bin Sofwan, pencetus paham jahmiyyah), mereka binasa karena ulahnya.” Kemudian orang tua itu berkata: “Wahai Abu Abdillah, dia (Harits Al-Muhasibiy) meriwayatkan hadits, pembawaannya tenang, khusyu’ dan seperti ini dan seperti itu. Maka Abu Abdillah marah kemudian berkata: “Janganlah kamu tertipu dengan kekhusyu’an dan kelembutannya!!” dan berkata: “Janganlah tertipu karena dia menundukkan kepala, dia itu adalah seorang yang jahat, tidak ada yang mengenalnya kecuali orang yang telah bergaul dengannya. Janganlah kamu berbicara dengannya, tidak ada kemuliaan baginya. Apakah setiap orang yang membawakan hadits dari Rosululloh r tapi dia adalah seorang ahlul bid’ah kamu duduk dengannya?!! Tidak, tidak ada kemuliaan baginya” Kemudian dia terus mengatakan dia itu begini dan begitu. (kitab “Thobaqot Al-Hanabilah”/ (1/234)/ Ibnu Abi Ya’la).

Al Imam Malik -rohimahulloh- berkata tentang Abdul Karim bin Abil Mukhoriq: “Aku tertipu dengan banyaknya tangisannya di masjid.” Atau seperti itu. (“Mizanul I’tidal”/2/hal. 647).

Maka tidak pantas untuk tertipu dengan ini semua. Bahkan wajib bagi semuanya untuk memperhatikan keshohihan manhaj seseorang dan bagusnya agamanya. Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: Asy Sya’biy -rohimahulloh- berkata: “Aku menyaksikan Syuroih dalam keadaan ada seorang wanita mendatanginya sambil menangis untuk menuntut seorang pria. Maka kukatakan padanya: “Wahai Aba Umayyah, tidaklah kukira wanita ini yang malang ini kecuali dia itu terzholimi.” Maka beliau berkata: “Wahai Sya’biy, sesungguhnya saudara-saudara Yusuf mendatangi ayah mereka pada waktu ‘Isya dalam keadaan mereka menangis.”.” (“Ath Thuruqul Hukmiyyah”/1/hal. 38).

Asy Syaikh Hamud At Tuwaijiriy -rohimahulloh- berkata tentang firqoh Tabligh: “…Mereka adalah orang-orang yang mengkhianati diri sendiri, maka mereka menampakkan penampilan yang bagus di hadapan manusia, menyembunyikan dari mereka bid’ah-bid’ah, kesesatan, dan berbagai jenis penyelisihan.” (“Al Qoulul Baligh” hal. 326).

Dan Asy Syaikh Saifurrohman -rohimahulloh- berkata tentang Tablighiyyin,”Dan di antara perkara yang dikenal tentang mereka adalah bahwasanya mereka bertawadhu’ (merendahkan diri) dan menampakkan tawadhu’ yang melampaui kebiasaan, namun tawadhu’ mereka ini tiada lain kecuali bergaya semata, karena mereka hanyalah melakukannya untuk menyenangkan sesama mereka dan yang bersama mereka saja.” (“Al Qoulul Baligh” hal. 19).

Syaikhuna Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohulloh- berkata tentang keadaan hizbiyyin,”Maka mereka sekarang melancarkan makar baru yaitu mendekati ulama sunnah dan berdiam di telapak kaki mereka serta mempergunakan akhlaq palsu yang mana hal itu adalah ibarat untuk mencabut dan menyedot kemarahan si alim terhadap mereka.” (“Adhrorul Hizbiyyah”/hal. 21).

Beliau -hafizhohulloh- juga berkata: “Akhlaq itu dituntut untuk ada. Dan akhlaq yang baik itu dituntut untuk ada. Tapi bukanlah dia itu akhlaq dengan tebusan aqidahmu, dan bukan pula dengan tebusan dakwah Salafiyyah. Dia memberimu akhlaq yang baik, tapi menipu orang dengan dirimu dan menjauhkanmu dari ilmu dan sunnah.” (“Adhrorul Hizbiyyah”/hal. 42-43).

 

Bab Delapan: Tuduhan Luqman Ba Abduh Terhadap Syaikhuna -hafizhohulloh- Bahwasanya Beliau Mutasyaddid

 

          Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Muncul kelompok Al Haddadiyyah sangat keras dalam bersikap, tidak mau mengikuti petuah para ulama, para ulama disikat satu per satu. Sekarangpun mulai muncul ini, muncul kalau dulu di Saudi, sekarang di Yaman.”

          Jawaban pertama: (Tambahan dari Syaikhuna Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh-): sebagian mubtadi’ah itu munafiqun, dan Alloh ta’ala telah memerintahkan kita untuk bersikap keras kepada mereka. Alloh ta’ala berfirman:

$pkš‰r¯»tƒÓÉ<¨Z9$#ωÎg»y_u‘$¤ÿà6ø9$#tûüÉ)Ïÿ»oYßJø9$#urõáè=øñ$#uröNÍköŽn=tã4öNßg1urùtBurÞO¨Yygy_(}§ø©Î/ur玍ÅÁyJø9$#ÇÐÌÈ  

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS. At Taubah: 73)

          Jawaban kedua: ini sudah menjadi syi’ar para musuh Ahlussunnah([6]). Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Jika Muhammad Al Ghozaliy atau Al Ikhwanul Muflisun menuduh Ahlussunnah sebagai kelompok yang mutasyaddid (garis keras) karena Ahlussunnah berkata: “Kita tidak menggambar, dan kita tidak melakukan apa yang diharomkan Alloh, tidak masuk ke majelis parlemen, tidak bekerja di perpajakan, tidak melakukan perkara yang di situ ada keharoman, dan kita bersabar terhadap kemiskinan. Maka ini bukanlah termasuk sikap keras, bahkan ini merupakan sikap berpegang teguh dengan agama. Dan agama inilah yang mewajibkan kita untuk ini… dst. (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 191).

          Demikianlah orang-orang masa kini([7]), sebagaimana perkataan Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh-: “Setiap orang ini menyeretmu kepada pemikirannya, tapi jika engkau tidak terseret kepada pemikirannya diapun mencelamu dan berkata: “Mereka adalah orang-orang yang keras, yang tidak mengenal kecuali haddatsana dan akhbarona.” Dst. (Lihat “Tuhfatul Mujib”/hal. 115).

Demikian pula yang yang dilakukan oleh Abdul Majid Az Zindaniy dan yang lainnya dari Ikhwanul Muslimin, juga Abdulloh bin Gholib As Sururiy, Abul Hasan Al Mishriy, Al Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya’biy al hizbiy, Abdul Hafizh bin Malik Al Makkiy Ash Shufiy, dan Hasan Al Malikiy.

            Ketika Ibrohim bin Hasan Asy Sya’biy mencerca sebagian salafiyyin dan mengangkat syiar “Harus punya kelembutan”, Asy Syaikh Ahmad An Najmiy -rohimahulloh- berkata: “Apa yang dilakukan oleh Salafiyyun selain bahwasanya mereka itu mengingkari kebatilan, mengingkari kesyirikan dan kebid’ahan di ceramah-ceramah mereka, tulisan-tuliasn mereka dan pertemuan mereka?” (lihat Ar Roddul Muhabbir”/hal. 110).

          Jawaban ketiga: orang-orang yang bermudah-mudah dalam agama akan menuduh kita sebagai garis keras. Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Orang-orang yang berkata bahwasanya “Ini boleh, fulan itu mutasyaddid” maka wajib bagimu untuk menghindar dari mereka dan menjauh dari mereka, dan tuntutlah dalil dari mereka (atas setiap apa yang mereka dakwakan). Alloh ta’ala berfirman:

tPöqtƒurÙyètƒãNÏ9$©à9$#4’n?tãÏm÷ƒy‰tƒãAqà)tƒÓÍ_tFø‹n=»tƒßNõ‹sƒªB$#yìtBÉAqߙ§9$#Wx‹Î6y™ÇËÐÈ   4ÓtLn=÷ƒuq»tƒÓÍ_tFø‹s9óOs9õ‹ÏƒªBr&$ºRŸxèùWxŠÎ=yzÇËÑÈ   ô‰s)©9ÓÍ_¯=|Êr&Ç`tã̍ò2Ïe%!$#y‰÷èt/øŒÎ)’ÎTuä!$y_3šc%Ÿ2urß`»sÜø‹¤±9$#Ç`»|¡SM~Ï9Zwrä‹s{ÇËÒÈ  

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al Furqon: 27-29). (selesai dari “Tuhfatul Mujib”/hal. 115).    Beliau -rohimahulloh- juga berkata: “Andaikata kita mengikuti orang-orang yang hilang atau telantar tadi niscaya kita tak akan bisa merealisasikan Islam sedikitpun. Maka engkau tidak rugi jika disifati sebagai mutasyaddid (orang yang keras). Keras menurut siapa? Menurut orang yang telantar dan lembek. Pada kenyataannya sesungguhnya tasyaddud (sikap keras) itu adalah yang mengharomkan apa yang dihalalkan oleh Alloh, atau naik dengan perkara yang mustahab atau mubah kepada pengharoman. Demikian pula dengan yang mustahab dibawa ke hukum wajib, maka ini dia yang dinamakan tasyaddud.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 99).

          Jawaban keempat: Kami tidak membebaskan diri kami dari terjatuh kepada sikap keras yang terkadang bukan pada tempatnya. Akan tetapi hizbiyyun menjadikan ketergelinciran Ahlussunnah sebagai syiar untuk memperburuk citra mereka dan menjauhkan manusia dari mereka. Al Imam Al Albaniy -rohimahulloh- ditanya: “Wahai Syaikhuna, didapatkan pada sebagian Salafiyyin yang memiliki sifat keras dan tidak terbimbing. Apakah menurut Anda ciri-ciri ini adalah ciri-ciri mayoritas generasi Thoifah Manshuroh ini insya Alloh, atau Ghuroba, ataukah hal itu merupakan ciri khas sebagian individu saja? Apa nasihat Anda seputar masalah ini?

Beliau -rohimahulloh- menjawab: “Wahai saudaraku, aku berkeyakinan bahwasanya tuduhan ini ada asalnya, akan tetapi tidak sepatutnya dibesar-besarkan([8]). Kita tidak bisa membebaskan diri kita sendiri dari kekurangan ini, tetapi aku juga berkeyakinan dengan pasti bahwasanya para musuh dakwah berlebihan dalam mengukurnya. Yang demikian itu ada sebabnya: sebagiannya adalah tabiat dari jamaah ini, dan sebagiannya adalah dari pihak musuh. Adapun tabiat jama’ah ini: jika ada jama’ah yang memerintahkan perkara yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran dari kalangan Muslimin secara umum, maka jama’ah tadi adalah Thoifah Manshuroh ini. Karena itulah ketika mereka berkali-kali berbicara tentang beberapa perkara dengan amar ma’ruf nahi mungkar jadilah perkara ini menurut kelompok lain yang menyepelekan kewajiban ini sebagai suatu sikap keras, berlebihan, begini dan begitu([9]). –sampai pada ucapan beliau:- bisa jadi hal itu sebagai suatu aib bagi mereka atau sebagian dari mereka. Dan tiada satu kelompokpun atau jama’ahpun yang kosong dari sikap keras. Terkadang muncul dari mereka kekerasan, misalnya dalam perkara yang tidak sepantasnya di situ engkau marah. Akan tetapi kasus ini memang dibesar-besarkan, mencakup setiap orang yang menisbatkan diri kepada manhaj yang shohih ini…dst. (“Al fatawal Manhajiyyah”/Asilah Haulas Salafiyyah/Al Imam Al Albaniy/’Amr bin Abdul Mun’im Salim/hal. 37-38).

Jawaban kelima: Ketika Abul Hasan menyindir Salafiyyun bahwasanya mereka memakai metode cercaan keras, berkatalah Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh-:

“Dan para Salaf telah mencerca keras ahlul bida’, dan kitab-kitab mereka penuh dengan cercaan keras terhadap individu-individu dan jamaah-jamaah. Terkadang tak bisa kejahatan ahlul bida’ ditolak kecuali dengan senjata ini. Dan Rosululloh -shalallohu ‘alaihi wa sallam- telah memerintahkan Hassan untuk menyerang musuh-musuh Alloh dengan syairnya, dan beliau bersabda:“Sesungguhnya syair tersebut lebih keras bagi mereka daripada tusukan panah-panah.” Dan bukannya aku melarang orang untuk bersikap lembut dan hikmah, sebagaimana aku tidak melarang untuk menggunakan kekerasan secara mutlak. Dan pada setiap tempat ada perkataan yang sesuai dengannya. Maka kekerasan kepada ahlil batil terkadang bisa sampai pada cambukan, dan terkadang bisa mencapai tingkatan pembunuhan. Dan terkadang hukuman itu bisa dengan ucapan. Dan Syaikhul Islam dalam bab ini ada perincian yang bagus.” (“Intiqod Manhajiy” /Mamu’ur Rudud/hal. 310-311).

 

Bab Sembilan: Luqman Ba Abduh Tak Mau Menerima nasihat

 

Luqman Ba Abduh –hadahulloh- berkata: “Maka kalau anta melihat, hat (bawa kemari) ana insya Alloh sebagai seorang salafiy kalau ada penyimpangan, bid’ah, ana salah ada hizbiyyah, hat ya akhi, ana muslim butuh nasihat. Ente ya Luqman ente salah dalam hal ini, sampaikan au qolallohu kadza, qola Rosululloh kadza. Ana nggak masalah, ana yang ditahdzir. Umat kok dididik seperti ini.”

Jawaban pertama: demikianlah Luqman menampakkan gaya menerima nasihat. Demikian pulalah perbuatan sebagian hizbiyyin jika tidak sanggup mematahkan hujjah (argumentasi) dengan hujjah mereka kembali kepada syiar: “Kenapa mereka tidak menasihati diriku sebelumnya?” sebagaimana yang diperbuat oleh Abul Hasan Al Mishriy manakala mendakwakan bahwasanya Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- tidak menasihati dirinya, padahal sebenarnya Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- itu telah mencurahkan nasihat buat dirinya sejak tujuh tahun sebelumnya. Demikian disebutkan oleh Syaikhuna Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh-([10]).

          Jawaban kedua: ketahuilah bahwasanya nasihat-nasihat telah sampai kepada Luqman Ba Abduh. Malzamah-malzamah dan kaset-kaset yang dikeluarkan merupakan nasihat kepada umat. Syaikhuna Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- juga telah menasihatinya sebagaimana yang beliau katakan sendiri -hafizhohulloh-. Suratku yang kukirimkan kepada Muhaimin juga telah sampai kepadanya, di dalamnya ada penjelasan tentang kebatilan Abu Taubah dan sedikit penjelasan tentang hizbiyyah kedua anak Mar’i. Dan ternyata Luqman tidak mengambil manfaat darinya.

          Jawaban ketiga: Berpaling dari nasihat-nasihat yang benar merupakan bagian dari warisan musuh para Nabi –‘alaihimus salam-. Alloh ta’ala berfirman:

#sŒÎ)urŸ@ŠÏ%ã&s!È,¨?$#©!$#çmø?x‹s{r&äo¨“Ïèø9$#ÉOøOM}$$Î/  ÇËÉÏÈ  

“Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa.” (QS. Al Baqoroh: 206)

Al Imam Ibnu Baththoh -rohimahulloh- berkata:

إعجاب صاحب الرأي برأيه للانفصال والتفريق مع عدم قبول الحق هذا سبب تولد الأحزاب

“Kekaguman pemilik suatu pendapat dengan pendapatnya untuk melepaskan diri dan memecah-belah tanpa mau menerima kebenaran, inilah sebab lahirnya hizb-hizb (kelompok-kelompok).” (“Al Ibanatul Kubro”/1/hal. 26-27).

Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Hizbiyyun itu meskipun kebenaran itu jelas bagaikan matahari, dia tetap harus mendebat dan enggan untuk mengakui kebenaran.” (“Ghorotul Asyrithoh” 1/hal. 199)

Beliau -rohimahulloh- juga berkata: “Ada sebagian orang yang sudah kerasukan hizbiyyah, dan ada juga yang didorong dari arah hizbiyyah, andaikata engkau mendatangkan padanya seluruh ayat dan seluruh kitab dia tak mau kembali dari pendapat dan ucapannya.” (“Ghorotul Asyrithoh” 2/hal. 443).

Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata: “Mubtadi’ itu sekarang wahai saudaraku, sama saja dia itu dari pemberontak, atau dari karakter manapun dia itu tak mau kembali pada kebenaran. Engkau menegakkan belasan dalil dalam suatu kasus, dan kau datangkan ucapan ulama, mereka tak mau kembali kepada kebenaran. Inilah sifat pengekor hawa nafsu.” (“Syarh Ushulil Imam Ahmad”/hal. 87-88).

 

 

Bab Kesepuluh: Para Hizbiyyun Rakus Pada Dunia dengan Nama Dakwah

 

Luqman Ba Abduh tidak tahu bahwasanya meminta-minta dengan nama dakwah merupakan ciri-ciri hizbiyyin, dan bahwasanya barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka, sesuai dengan kadar penyerupaan tadi.

Ketahuilah juga bahwasanya sikap rakus terhadap kehidupan dunia merupakan ciri-ciri Yahudi, sebagaimana firman Alloh ta’ala:

öNåk¨Xy‰ÉftGs9uršÝtômr&Ĩ$¨Y9$#4’n?tã;o4quŠymz`ÏBuršúïÏ%©!$#(#qä.uŽõ°r&4–ŠuqtƒöNèd߉tnr&öqs9㍣Jyèãƒy#ø9r&7puZy™$tBuruqèd¾ÏmÏn̓ômt“ßJÎ/z`ÏBÉ>#x‹yèø9$#br&t£Jyèãƒ3ª!$#ur7ŽÅÁt/$yJÎ/šcqè=yJ÷ètƒÇÒÏÈ  

“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, Padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqoroh: 96)

          Dan ini merupakan sebab binasanya sebagian orang yang diberi ilmu dari kalangan umat-umat terdahulu, sebagaimana firman Alloh ta’ala:

﴿وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ﴾ [الأعراف: 175، 176]

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (ilmu), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (menggodanya), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami mau sungguh Kami akan tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, jadilah perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” [Al-A’raf: 175-176].

          Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- telah memperingatkan umatnya dari kerusakan ini. Telah shohih dari Ka’b bin Malik Al Anshoriy -rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِه».

“Tidaklah dua ekor serigala yang kelaparan diutus ke sekelompok kambing itu lebih merusak kambing-kambing tadi daripada merusaknya sikap rakus seseorang kepada harta dan kemuliaan terhadap agamanya.” (HR. At Tirmidziy (2550), hadits shohih sebagaimana dalam “Ash Shohihul Musnad”).

Penyakit ini telah menjalari hizbiyyin. Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Kita telah tertimpa musibah juga dengan adanya Jam’iyyatul Hikmah, Jam’iyyatul Ishlah, dan Jam’iyyatul Ihsan, mereka tak punya keinginan selain mengumpulkan harta untuk menopang hizbiyyah mereka.” (“Al Ba’its ‘Ala Syarhil Hawadits”/hal. 9).

Beliau -rohimahulloh- berkata: “Sesungguhnya engkau jika melihat kepada hizbiyyah-hizbiyyah ini engkau akan mendapatinya tidak menginginkan kecuali kehidupan dunia. Demikian pula jika engkau melihat kepada para pelaku hizbiyyah yang terselubung yang mencopet harta manusia, lalu mereka mempergunakan harta tadi untuk memerangi Sunnah Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- niscaya engkau akan mendapati mereka condong kepada dunia.” (“Tuhfatul Mujib”/hal. 353).

Beliau -rohimahulloh- berkata: “Jama’atul Hikmah yang di antara anggotanya dulunya adalah seorang penulis, ada juga yang dulunya adalah seorang muhaqqiq (korektor dan peneliti keabsahan naskah), di antara mereka ada yang dulunya sudah ahli. Lalu mereka menyibukkan diri mereka sendiri dengan pengumpulan uang. Aku menyesalkan seorang penuntut ilmu yang sibuk dengan mengemis, sama saja apakah dia itu dari Ikhwanul Muslimin ataukah dari Jama’ah Mar’iy (Shufiy Hubaidah), ataukah dari Jama’atul Hikmah. Alloh ta’ala berfirman:

Æìsùötƒª!$#tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäöNä3ZÏBtûïÏ%©!$#ur(#qè?ré&zOù=Ïèø9$#;M»y_u‘yŠÇÊÊÈ  

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)

Lalu dirinya menghapal ayat ini:

$tBur(#qà)ÏÿZè?ô`ÏB9Žöyz¤$uqãƒöNà6ö‹s9Î)ÇËÐËÈ  

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup.” (QS. Al Baqoroh: 272).

Juga menghapal firman Alloh ta’ala:

$tBur(#qãBÏd‰s)è?/ä3Å¡àÿRL{ô`ÏiB9Žöyzçnr߉ÅgrBy‰ZÏã«!$#uqèd#ZŽöyzzNsàôãr&ur#\ô_r&4  ÇËÉÈ  

“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. Al Muzzammil: 20).

Dia menghapal ayat ini dan memantapkan hapalannya, lalu berdiri di masjid-masjid.

Hendaknya kalian merasa malu, muliakanlah ilmu. Semoga Alloh membalas saudara kita Sa’d Al Hushoin dengan kebaikan manakala berkata dalam buku kecilnya: “Al Ikhwanul Muflisin memanfaatkan kesempatan untuk mengumpulkan harta –sampai ucapan beliau:- maka dihasilkanlah untuk mereka ghonimah (harta rampasan perang)([11]) ketika terjadi jihad di Bosnia dan Herzeg demi memperbaharui acara mengemis mereka.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 536).

Beliau -rohimahulloh- berkata: “Ambil saja oleh kalian pengeras suara dan keluarlah ke jalan-jalan. Adapun rumah-rumah Alloh, maka dia itu dibangun untuk dzikrulloh, dan bukan dibangun untuk mengemis. Dan aku katakan: Orang ini harus dikeluarkan dari masjid, yaitu orang yang berdiri di masjid untuk mengemis. Lalu setelah mereka mengumpulkan uang mereka memakainya untuk menghisap ganja([12]). Bisa jadi mereka mengirimkan sedikit dari dana tadi.

Sebagian orang yang hadir bercerita kepadaku bahwasanya setelah terjadi pengumpulan dana untuk membantu para pekerja asing, tiba-tiba saja masing-masing dari mereka tadi berkata (والعاملين عليها) “(Shodaqoh itu diberikan kepada …) dan para petugas yang mengurusinya”.

Jika kalian berkata: “Kalian sendiri punya ma’had yang mengumpulkan lebih dari seratus keluarga dan sekitar limaratus pelajar. Bukankah kalian berinfaq kepada mereka kecuali dari shodaqoh-shodaqoh?” Jawabnya adalah: ini benar, akan tetapi Alloh subhanahu wata’ala –dan hanya milik-Nya sajalah pujian dan karunia- mendatangkannya ke rumah. Kami tidak berdiri di masjid dan tidak pula menulis kepada seorangpun pada hari-hari ini bahwasanya kami kehabisan dana, Alhamdulillah. Akan tetapi Alloh itulah yang mendatangkan kebaikan ke rumah kami. Karunia dalam ini semua hanyalah milik Alloh saja. Masalah yang ada adalah pencurian. Al Mar’iy([13]) adalah pencuri di Hudaidah. Pencuri dakwah itu banyak…” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/536-537).

Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata: “Para musuh Salafiyyah pada hari ini –dan mereka adalah musuh Ibnu Taimiyyah kemarin-bertambah dengan memiliki organisasi-organisasi rahasia dengan metode Bathiniyyah dan Masoniyyah, dan juga organisasi yang bersifat terang-terangan, punya pena-pena dan lidah yang bohong, penyebarluasan berita jahat, harta yang banyak, dan tipu daya untuk mengeruk harta.” (“Jama’atun Wahidah”/hal. 76).

Beliau -hafizhohulloh- juga berkata: “Andaikata Salman –Al ‘Audah- mengetahui ini semua, niscaya dia akan tahu bahwasanya Ath Thoifatul Manshuroh An Najiyyah adalah para penyeru kepada tauhid dan sunnah, dan mereka itulah yang berhak untuk mendapatkan pertolongan yang terpuji yang dijanjikan, bukannya orang-orang yang berebut kursi pemerintahan, yang bersembunyi di balik slogan-slogan Islamiyyah. Maka mereka tadi pewaris Nabi, sementara yang ini adalah pemberontak kepada ‘Utsman -rodhiyallohu ‘anhu-, juga Al Mukhtar bin Abu ‘Ubaid, Abu Muslim Al Khurosaniy, dan Abu Abdillah Asy Syi’iy, Ali ibnul Fadhl dan semisal mereka dari kalangan orang yang bersembunyi di balik Islam tapi sasarannya adalah kerajaan dan kekuasaan, dan perkara yang ada di balik itu yang berupa harta dan syahawat duniawiyyah serta hasrat yang rusak.” (“Ahlul Hadits Humuth Thoifatul Manshuroh”/masalah kesepuluh/sisi kelima).

Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Lebih jelek dari ini adalah apa yang terjadi pada sebagian pelajar yang membuang waktunya dan menghinakan ilmu dan dakwah dengan berkeliling ke Haromain, lalu ke Kuwait, lalu ke Qothr, lalu ke Abu Dhobi, saat ditanya: “Ada apa denganmu wahai Fulan?” Dia menjawab,”Aku punya utang” atau “Aku ingin membangun masjid dan tempat tinggal untuk imam” -padahal dia itu imamnya- “Dan aku ingin punya mobil untuk dakwah, dan ingin menikah”. Sungguh disayangkan. Dan sesungguhnya pencarian ilmu yang berakhir dengan mengemis itu tidaklah ada kebaikan padanya.

Andaikata ahlul ilmi menjaga ilmu mereka, niscaya ilmu itu akan menjaga mereka.

Andaikata mereka mengagungkannya di dalam jiwa-jiwa mereka, jadi agunglah jiwa mereka.

Akan tetapi mereka menjulurkannya secara terang-terangan dan mengotori kehidupannya dengan ketamakan sehingga menjadi kasar dan jelek([14]).

Dan aku tidak melihat ada orang yang paling pintar dalam mencuri untuk mengeluarkan uang([15]) selain Ikhwanul Muslimin. Mereka menggambarkan pada manusia bahwasanya kasus yang mereka menyeru manusia kepadanya adalah Islam, dan jika dana tidak dicurahkan untuk mendukung kasus ini maka orang kafir akan mengalahkan Islam. Dan demikianlah kasus disusul oleh kasus yang lain.” (“Dzammul Mas’alah”/hal. 216).

 

Bab Kesebelas: Upaya Luqman Ba Abduh Melarikan Orang Dan Menghalangi Mereka Dari Darul Hadits Dammaj

 

Upaya Luqman untuk melarikan dan menghalangi manusia dari Darul Hadits di Dammaj markiz Dakwah Salafiyyah merupakan perkara yang telah tetap tanpa diragukan lagi, dan tak mungkin dirinya untuk mengelak. Banyak dari perbuatannya yang menunjukkan usahanya untuk membikin manusia merasa tidak butuh kepada Syaikhuna Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh-.

Yang demikian itu adalah keadaan musuh para Rosul. Alloh ta’ala berfirman:

tûïÏ%©!$#(#ÿrãxÿx.÷bÎ)!#x‹»ydHwÎ)玍ÏÜ»y™r&tû,Î!¨rF{$#ÇËÎÈ   öNèdurtböqyg÷Ytƒçm÷Ytãšcöqt«÷Ztƒurçm÷Ztã(bÎ)urtbqä3Î=ôgãƒHwÎ)öNåk|¦àÿRr&$tBurtbrããèô±o„ÇËÏÈ  

“Orang-orang kafir itu([16]) berkata: “Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu.” Dan mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Quran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari.” (QS. Al An’am: 25-26).

Alloh ta’ala berfirman tentang para munafiqun:

ãNèdtûïÏ%©!$#tbqä9qà)tƒŸw(#qà)ÏÿZè?4’n?tãô`tBy‰YÏãÉAqߙu‘«!$#4_®Lym(#q‘ÒxÿZtƒ3¬!urßûÉî!#t“yzÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚö‘F{$#ur£`Å3»s9urtûüÉ)Ïÿ»uZãKø9$#Ÿwtbqßgs)øÿtƒÇÐÈ  

“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” (QS. Al Munafiqun: 7)

Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Kami tidak mengharapkan dari ulama ilmu kalam dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang punya penyimpangan untuk mengagungkan sunnah Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam-, bahkan kebiasaan mereka adalah melarikan orang dari sunnah tadi, dan menggelari para pembawanya dengan gelar-gelar yang membikin orang lari. Ibnu Qutaibah telah menyebutkan di dalam kitabnya “Ta’wil Mukhtalaful Hadits” banyak gambaran tentang ejekan mereka terhadap Ahlussunnah, akan tetapi Alloh tidak mau kecuali menolong Ahlussunnah dan menghinakan ahlul bida’, Walhamdulillah.” (“Rudud Ahlil ‘Ilmi”/hal. 27).

          Beliau -rohimahulloh- juga berkata: “Dan hizbiyyah yang merusak para pemuda ini wajib bagi seorang Muslim untuk lari darinya bagaikan dirinya lari dari singa. Terkadang hizbiyyah tadi membawa pelakunya kepada titik puncak berupa peperangan terhadap Islam. Lihat Al Ikhwanul Muflisun itu bagaimana mereka memerangi dakwah Ahlussunnah, melarikan orang darinya, dan menggelari mereka dengan gelar-gelar yang yang membikin orang lari darinya lebih besar daripada dulunya Mu’tazilah menggelari Ahlussunnah –sampai pada ucapan beliau:- mereka tidak meninggalkan satu gelar yang bisa melarikan orang dan mereka bisa mengucapkannya kecuali mereka lemparkan kepada Ahlussunnah. Semoga Alloh memerangi hizbiyyah.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 197).

          Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata: “Demi Alloh sungguh aku mengkhawatirkan kebanyakan dari sekte-sekte, kelompok-kelompok dan orang-orang akan terjatuh ke dalam kekufuran dari sisi mereka tidak berpegang dengan kehakiman Alloh dalam pokok-pokok agama, dan bahkan dalam perkara cabangnya. Aku mengkhawatirkan banyak dari mereka jika telah tegak hujjah kepadanya, dan jelas baginya kebenaran lalu dia tetap bersikeras untuk menentang dakwah kepada tauhid dan dakwah yang memerangi syirik dan bid’ah, dan dia juga bersikeras untuk menentang para pembawanya, memerangi mereka, dan menghasung manusia untuk memerangi mereka, serta melarikan manusia dari mereka dan dari dakwah mereka, padahal itu adalah dakwah para Nabi, Rosul, orang-orang yang melakukan perbaikan, yang ikhlas dan jujur. Maka orang tadi jika telah tegak padanya hujjah dan tetap seperti itu akan terjatuh ke dalam lubang kekufuran.” (“Manhajul Anbiya fid Da’wati Ilalloh”/hal. 5).

Beliau -hafizhohulloh- juga berkata tentang sururiyyun: “Sungguh mereka telah menyelisihi Salaf di dalam pokok-pokok manhaj yang banyak dan berbahaya, di antaranya adalah: mereka memerangi Ahlussunnah, melarikan orang dari mereka, kitab-kitab dan kaset-kaset mereka, dan kebencian terhadap mereka, memusuhi mereka, serta dendam yang hebat terhadap mereka.” (kitab beliau “As Sururiyyah Khorijiyyah `Ashriyyah” hal. 2).

Beliau juga berkata tentang keadaan ahlul bida’: “Karena itulah engkau melihat mereka itu menempuh berbagai metode untuk menghalangi ahlul haq, terutama para pemuda, dari manhaj Alloh yang benar ini. Mereka punya jalan-jalan yang mereka telah ahli dalam mempergunakannya. Merka juga punya cara-cara yang mereka telah pintar memakainya, dan mereka mendidik para pemuda mereka di atasnya. Engkau dapati dirinya tidak tahu bagaimana berwudhu, tapi dia pandai untuk menyodorkan syubuhat dan membikin keraguan, merusak reputasi orang, melarikan orang dari kebenaran dan pembela kebenaran. Terkadang engkau dapati dia sangat pintar melakukan ini semua. Kita berlindung pada Alloh.” (“Al Mauqifush Shohih”/hal. 3).

          Beliau -hafizhohulloh- berkata: “telah diketahui juga bahwasanya ahlul bida’ melontarkan sifat “keras” kepada orang yang tidak demikian dengan tujuan melarikan orang darinya dan dari kebenaran yang dia menyeru kepadanya dan membela kebenaran tadi.” (pengantar beliau untuk kitab “Ijma’ul ‘Ulama ‘Alal Hajr” karya Kholid Azh Zhufairiy).

          Syaikh kami, sang bapak yang mulia, Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- berkata tentang sarana hizbiyyin dalam memerangi dakwah Salafiyyah: “Sarana kesembilan: melarikan secara langsung dari dakwah Salafiyah dengan ucapan mereka: “Orang-orang itu suka men-jarh orang, mereka itu mencela ulama, mereka itu menggunjing, mereka itu menyibukkan diri mereka dengan membicarakan manusia.” Ini merupakan upaya melarikan manusia secara langsung. Ada juga upaya yang tidak secara langsung, dan sarana ini lebih luas dan keras serta lebih berbahaya daripada yang pertama, dan dia itu satu jenis dari upaya untuk menjadikan manusia merasa tidak butuh kepada ulama sunnah dan pengambilan ilmu dari mereka, dan ceraan terhadap kemampuan ilmiyah mereka.” (“Adhrorul Hizbiyyah”/hal. 43).

Akan kunukilkan apa yang ditulis oleh sebagian pelajar di situs “Al Ulumus Salafiyyah”:

Al Akh Abul Fida As Sudaniy -hafizhohulloh- berkata bahwasanya mereka berjumpa dengan Asy Syaikhul Muhadditsul ‘Allamah Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- pada awal hari dari hari-hari ‘Idul Fithr yang diberkahi pada tahun 1429 H, lalu mereka bertanya pada beliau tentang orang yang memperingatkan manusia dari Dammaj, maka beliau berkata: “Orang ini adalah pengekor hawa nafsu.” Inilah yang dikabarkan kepadaku oleh saudara kita tersebut lewat telpon kurang lebih dua hari yang lalu.

Lalu pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan kita ini (Romadhon 1429 H) saudara kita yang mulia Aiman Asy Syiwafiy -hafizhohulloh- berkata pada Asy Syaikhul Mujahid Robi’ bin Hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- tentang orang yang memperingatkan manusia dari belajar di Dammaj, maka beliau menjawab dengan marah: “Aib, aib, aib pertanyaan seperti ini. Apakah ada orang di sana yang memperingatkan manusia dari belajar di Dammaj?” sampai di sini ucapan Asy Syaikh Robi’, dan saat itu dialog berlangsung di rumah beliau. Demikianlah saudara kita Sa’id Ad Daubahiy Al Abyaniy -hafizhohulloh-.

Al ‘Allamah al Mujahid Robi’ul khoir -hafizhohulloh- berkata tentang orang yang melemahkan semangat para pelajar yang hendak berangkat ke markiz yang agung ini: “Mereka itu sebagaimana perkataan sang penanya adalah (quththo’ thuruq) para perampok. Kenapa mereka memperingatkan manusia dari belajar di Dammaj? Dammaj adalah markiz yang di situ seluruh ilmu (agama) dipelajari. Demi Alloh tidaklah memperingatkan manusia dari belajar di situ kecuali orang yang ingin menghalangi orang dari jalan Alloh. Dan demikian pula saudara-saudaranya: Darul hadits yang lain.”

Selesai penukilan.

          Saudara kita Ghozi As Sulamiy As Sa’udiy –salah seorang murid Asy Syaikh Robi’ hafizhohumalloh- mengabari kami bahwasanya dia mendengar dari saudara kita Muhammad As Samidiy -hafizhohulloh- bahwasanya saudara kita Yunus Al Hudaidiy –salah seorang murid Asy Syaikh Robi’ hafizhohumalloh- mengunjungi Dammaj pada akhir Syawwal 1429 H dan mengabarkan bahwasanya Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- menyampaikan salam pada Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy dan menyampaikan padanya bahwasanya barangsiapa mencela Dammaj maka celalah dirinya, baik dia itu besar ataupun kecil.

 

Bab Kedua Belas: Kebencian Luqman Terhadap Penyebaran Kebenaran Yang Membongkar Jati Dirinya

 

Perkara ini merupakan perbuatan orang-orang kafir dan munafiq. Alloh ta’ala berfirman:

#sŒÎ)ur4’n?÷Gè?öNÎgøŠn=tæ$uZçF»tƒ#uä;M»oYÉit/ڒ͍÷ès?’ÎûÍnqã_ãršúïÏ%©!$#(#rãxÿx.tx6ZßJø9$#(šcrߊ%s3tƒšcqäÜó¡o„šúïÏ%©!$$Î/šcqè=÷GtƒöNÎgøŠn=tæ$uZÏG»tƒ#uä3ö@è%Nä3ã¥Îm;tRésùr&9ht±Î0`ÏiBâ/ä3Ï9ºsŒ3â‘$¨Y9$#$ydy‰tãurª!$#šúïÏ%©!$#(#rãxÿx.(}§ø©Î/ur玍ÅÁyJø9$#ÇÐËÈ  

“Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah: “Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, Yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. Al Hajj: 72).

Dari ‘Aisyah -rodhiyallohu ‘anha- yang berkata: “… mereka berkata Ibnud Dughunnah: “Perintahkan Abu Bakr untuk menyembah Robbnya di rumahnya, silakan sholat dan membaca apa yang dia mau, dan jangan mengganggu kita dengan ibadahnya itu, dan jangan melakukannya terang-terangan karena kami sungguh khawatir anak-anak dan istri kita akan terfitnah.” (HR. Al Bukhoriy (2296)).

Dan dari Usamah bin Zaid -rodhiyallohu ‘anhuma-, di dalamnya: Maka Abdulloh bin Ubayy Ibnu Salul berkata pada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-: “Wahai kamu, tidak ada yang lebih baik daripada apa yang kamu ucapkan. Jika yang kamu bacakan tadi adalah benar, maka janganlah kamu mengganggu kami dengannya di majelis kami. Pulanglah ke rumahmu, barangsiapa mendatangimu maka bacakanlah padanya.” Al hadits. (HR. Al Bukhoriy (4588) dan Muslim (1798)).

Syaikhul Islam -rohimahulloh- berbicara tentang hizb setan: “Mereka dulunya sudah berupaya untuk tidak muncul dari hizb Alloh dan Rosul-Nya suatu perkataan ataupun kitab. Lalu mereka merasa resah dengan munculnya kitab “Al Akhnaiyyah”([17]) lalu Alloh ta’ala mempekerjakan mereka hingga merekalah yang menampakkan kitab itu berlipat-lipat dari yang demikian tadi dan lebih besar, dan mengharuskan mereka untuk menelitinya dan menelaahnya, yang mana maksud mereka adalah untuk menampakkan kekurangan kitab tadi.” (“Majmu’ul Fatawa”/28/hal. 58).

          Upaya menghalangi penyebaran kebenaran juga dilakukan oleh Syi’ah, firqotut Tabligh, Sururiyyun, dan kebanyakan dari hizbiyyin. Asy Syaikh Ahmad An Najmiy -rohimahulloh- menyebutkan sebagian dari kebatilan Ikhwaniyyun: “Upaya mereka untuk membungkam setiap orang yang berbicara tentang hizbiyyah mereka dan menerangkan kejelekan dan kekurangan mereka, dan mereka menjadikannya sebagai musuh bagi mereka.” (“Ar Roddusy Syar’iy”/hal. 254).

 

Bab Ketiga Belas: Teror Pemikiran dan Upaya Membikin Takut

 

Luqman berkata: “Ana bilang kepada yang baru pulang dari Yaman itu satu di antara dua kemungkinan, imma komitmen dan akan mengalami kesulitan dalam berdakwah, atau mereka akhirnya hizbiy kayak kita([18]), tasawwul pondoknya kurang dana akhirnya kirm ke muhsinin, telpon kepada muhsinin, inikan sudah hizbiy, ini tasawwul. Imma jadi hizbiy kayak kita, wa imam sulit berdakwah. Pilih salah satu.”

Jawaban pertama: Ini merupakan perkara yang mengherankan dari Luqman dan anak buahnya. Apakah mereka tidak tahu bahwasanya dakwah Nabawiyyah Salafiyyah itu pasti akan mengalami kesusahan dan rintangan? Alloh ta’ala berfirman:

y7Ï9ºx‹x.ur$uZù=yèy_Èe@ä3Ï9@cÓÉ<tR#xr߉tãz`ÏiBtûüÏB̍ôfßJø9$#34’sx.ury7În/tÎ/$ZƒÏŠ$yd#ZŽÅÁtRurÇÌÊÈ  

“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS. Al Furqon: 31)

Alloh Jalla dzikruhu juga berfirman:

÷Pr&óOçFö6Å¡ymbr&(#qè=äzô‰s?sp¨Yyfø9$#$£Js9urNä3Ï?ùtƒã@sW¨BtûïÏ%©!$#(#öqn=yz`ÏBNä3Î=ö6s%(ãNåk÷J¡¡¨Bâä!$y™ùt7ø9$#âä!#§ŽœØ9$#ur(#qä9̓ø9ã—ur4Ó®LymtAqà)tƒãAqߙ§9$#tûïÏ%©!$#ur(#qãZtB#uä¼çmyètB4ÓtLtBçŽóÇnS«!$#3Iwr&¨bÎ)uŽóÇnS«!$#Ò=ƒÌs%ÇËÊÍÈ  

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqoroh: 214).

Adapun dakwah yang tiada kesulitan padanya maka akan timbul keraguan tentang kebenaran jalannya. Maka yang manakah yang akan kamu pilih wahai Luqman?

Jawaban kedua: di manakah tawakkalmu kepada Alloh sampai engkau mengira bahwasanya orang yang tidak mengemis di dalam dakwahnya itu akan tertimpa kesukaran dan kesulitan? Ataukah engkau berkata bahwasanya penghinaan diri dan dakwah Salafiyyah dengan dengan menyodorkan diri kepada kehinaan mengemis itulah yang akan menghilangkan kesukaran dan kesusahan dakwah? Apakah demikian sifat orang yang bertaqwa dan bertawakkal?

Robbmu telah berfirman:

`tBurÈ,­Gtƒ©!$#@yèøgs†¼ã&©!%[`tøƒxCÇËÈ   çmø%ã—ötƒurô`ÏBß]ø‹ymŸwÜ=Å¡tFøts†4`tBurö@©.uqtGtƒ’n?tã«!$#uqßgsùÿ¼çmç7ó¡ym4¨bÎ)©!$#à÷Î=»t/¾Ín̍øBr&4ô‰s%Ÿ@yèy_ª!$#Èe@ä3Ï9&äóÓx«#Y‘ô‰s%ÇÌÈ  

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

Alloh juga berfirman:

4`tBurÈ,­Gtƒ©!$#@yèøgs†¼ã&©!ô`ÏB¾Ín͐öDr&#ZŽô£ç„ÇÍÈ  

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath Tholaq:4)

Umar ibnul Khoththob -rodhiyallohu ‘anhu- berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

«لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى الله حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا».

“Andaikata kalian bertawakkal pada Alloh dengan sebenar-benar tawakkal pada-Nya pastilah Dia akan memberikan rizqi pada kalian sebagaimana memberikan rizqi pada burung-burung, mereka berangkat waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. At Tirmidziy (9/hal. 47), hasan dengan kumpulan sanad-sanadnya sebagaimana dalam “Ash Shohihul Musnad” (986 )).

          Jawaban ketiga: Apakah engkau mengira bahwasanya Alloh akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang beriman dan kokoh di atas jalan-Nya yang lurus dengan bertawakkal pada-Nya? Alloh ta’ala berfirman:

ûÉiïr(Ÿ2ur`ÏiB7p­/!#yŠžwã@ÏJøtrB$ygs%ø—Í‘ª!$#$ygè%ã—ötƒöNä.$­ƒÎ)ur4uqèdurßì‹ÏJ¡¡9$#ãLìÎ=yèø9$#ÇÏÉÈ  

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al ‘Ankabut: 60).

          Sesungguhnya Alloh memberikan rizqi pada seluruh makhluk melata –yang baik ataupun yang jahat- bahkan Alloh juga memberikan rizqi pada para setan, maka bagaimana mungkin Dia tidak memberikan rizqi pada para tentara-Nya yang beriman? Yang demikian itu benar-benar merupakan buruk sangka kepada Robbul ‘alamin.

          Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: “Maka barangsiapa mengira bahwasanya Alloh tidak menolong Rosul-Nya dan tidak menyempurnakan agama-Nya, dan tidak memperkuatnya dan tentara-Nya dan tidak meninggikan mereka dan tidak menjadikan mereka mengalahkan musuh-musuh-Nya, dan bahwasanya Dia tidak menolong agama-Nya dan kitab-Nya, dan bahwasanya Dia akan mempergilirkan kemenangan buat kesyirikan terhadap tauhid, dan kebatilan terhadap kebenaran dengan pergiliran yang terus-menerus sehingga menyebabkan tauhid dan kebenaran pupus dan tak akan tegak lagi selamanya, maka sungguh dia telah berprasangka kepada Alloh dengan persangkaan yang buruk, dan menisbatkannya kepada perkara yang menyelisihi sifat yang layak bagi kesempurnaan dan keagungan-Nya serta sifat-sifat-Nya.” Dst. (“Zadul Ma’ad”/3/hal. 204).

          Jawaban keempat: Alloh ta’ala berfirman:

!$tBz>$|¹r&`ÏB7pt6ŠÅÁ•B’ÎûÇÚö‘F{$#Ÿwurþ’ÎûöNä3Å¡àÿRr&žwÎ)’Îû5=»tGÅ2`ÏiBÈ@ö6s%br&!$ydr&uŽö9¯R4¨bÎ)šÏ9ºsŒ’n?tã«!$#׎Å¡o„ÇËËÈ  

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid: 22)

          Dari Abud Darda’ -rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

«لكل شيء حقيقة وما بلغ عبد حقيقة الإيمان حتى يعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وما أخطأه لم يكن ليصيبه».

“Segala sesuatu itu punya hakikat, dan tidaklah seorang hamba mencapai hakikat keimanan sampai dia mengetahui bahwasanya apa yang menimpanya tak akan meleset darinya, dan bahwasanya apa yang meleset darinya tak akan menimpanya.” (HR. Ahmad/6/hal. 411) dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- dalam “Ash Shohihul Musnad” (1046)).

          Maka untuk apa engkau dan para pengikutmu melakukan kehinaan demi mendapatkan rizqi yang telah ditetapkan setelah pena taqdir diangkat dan lembaran-lembaran taqdir telah kering? Mencari penghasilan itu harus dengan memperhatikan rizqi yang baik.

          Dari Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu- yang berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ: }يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ{ وَقَالَ: }يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ{». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ».(أخرجه مسلم (1015))

“Wahai manusia, sesungguhnya Alloh itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Alloh itu memerintahkan kepada para Mukminin dengan apa yang diperintahkan-Nya kepada para Rosul. Alloh berfirman: “Wahai para Rosul, makanlah dari yang baik-baik dan beramallah yang sholih, sesungguhnya Aku Mahatahu apa yang kalian amalkan.” Dan juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang Kami rizqikan pada kalian.”

Lalu Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- menyebutkan seseorang yang panjang safarnya, rambutnya kusut dan berdebu, dia menjulurkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: “Wahai Robb, wahai Robb”, sementara makanannya itu harom, minumannya harom, dan pakaiannya itu juga harom, dia juga diberi gizi dari yang harom, maka bagaimana permintaannya akan dikabulkan?” (HR. Muslim (1015)).

 

Dari Jabir bin Abdillah -rodhiyallohu ‘anhuma- yang berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:

« أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ ».

“Wahai manusia, bertaqwalah kalian pada Alloh, dan perbaguslah pada pencarian, karena sesungguhnya suatu jiwa itu tak akan mati sampai dicukupi rizqinya sekalian terasa lambat. Maka bertaqwalah kalian pada Alloh, dan perbaguslah pada pencarian, ambillah apa yang halal, dan tinggalkanlah apa yang harom.” (HR. Ibnu Majah (6/hal. 452) dan yang lainnya, hadits hasan. Dan dihasankan dengan gabungan sanadnya oleh Al Imam Al Albaniy -rohimahulloh- dalam “Ash Shohihah” (6/hal. 865)).

          Jawaban kelima: Alangkah jauhnya dirimu wahai Luqman dari kekokohan syaikhmu Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- yang berkata: “Maka dakwah itu di sisi kami lebih mulia daripada jiwa, keluarga dan harta kami. Kami siap meskipun harus makan tanah dalam keadaan kami tidak mengkhianati agama dan negri kami, dan tidak bersikap “talawwun” (muka ganda). “Talawwun” bukanlah karakter Ahlussunnah.” dst (“Al Ba’its ‘ala Syarhil Hawadits” hal. 57).

Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata pada Ibnu Abdil Kholiq: “Kebenaran itu -wahai Abdurrohman- lebih besar daripada langit dan bumi dan lebih besar daripada kelompok-kelompok yang kau bela. Dan dia itu lebih kami cintai daripada anak-anak dan kerabat. Maka tak mungkin bagi kita untuk mendiamkan kelompok ataupun partai yang menyelewengkan agama Alloh. Bahkan kami akan menampakkan kebenaran –dengan seidzin Alloh-. Dan kami mohon pada Alloh agar mencatat hal itu di dalam lembaran-lembaran kebaikan kami. Dan tak akan membahayakan kami orang ini dan itu berkata,”Ini adalah cercaan dan makian”. Ini adalah termasuk teror psikologis dan propaganda batil yang dimurkai oleh Alloh, malaikat-Nya dan para mukminin.” (“Jama’ah Wahidah”/ Syaikh Robi’/hal.  92).

Maka dakwah Salafiyyah itu sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh-: “… beban manhaj Salafiy yang berat yang tidak dipikul kecuali oleh orang-orang jujur dari para pria. Alloh ta’ala berfirman:

|=Å¡ymr&â¨$¨Z9$#br&(#þqä.uŽøIãƒbr&(#þqä9qà)tƒ$¨YtB#uäöNèdurŸwtbqãZtFøÿãƒÇËÈ  

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al ‘Ankabut: 2)

(“Jinayatu Abil Hasan”/hal. 93).

Alangkah pemberaninya Syaikhuna Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- ketika berkata: “Sungguh kami telah menghibahkan jiwa kami untuk dakwah salafiyyah dan kami tidak mencari dengannya pengganti.

}فماذا بعد الحق إلا الضلال فأنى تصرفون{

 “maka tidak ada setelah kebenaran selain kesesatan. Maka ke manakah kalian dipalingkan?”” (kitab “Adhrorul Hizbiyyah”/Syaikh Yahya -hafidhahulloh-/hal. 37-38)

          Jawaban keenam: upaya Luqman Ba Abduh untuk menakut-nakuti para Salafiyyin bukanlah perkara yang baru. Dulu dia, Muhaimin, dan Nur Wahid mengancam sebagian Salafiyyin di kota Semarang di bulan Romadhon 1429 H agar tidak menerima saudara kita Abu Hazim -hafizhohulloh- untuk mengajarkan tajwid, sebagaimana mengabarkan kepada kami saudara kita Abu Hazim, Abu Yahya dan yang lainnya -hafizhohumulloh-.

Muhaimin dan sebagian orang yang bersamanya juga mengirimkan SMS-SMS teror yang berulang-ulang dengan nomor yang berbeda-beda, akan tetapi Alloh enggan kecuali tetap berlangsungnya pelajaran tajwid tadi, walhamdulillah.

          Jawaban keenam: Perkataanmu: “Atau mereka akhirnya hizbiy kayak kita dengan tasawwul.”

Kami katakan: segala puji bagi Alloh yang menjadikan dirimu mengucapkan kebenaran sehingga engkau mengakui bahwasanya dirimu adalah hizbiy setelah engkau bersembunyi bertahun-tahun, dan setelah upaya kerasmu untuk melemahkan firasat Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy bahwasanya beliau merasa khawatir bahwasanya engkau adalah hizbiy yang disusupkan. Penyair berkata:

إذا لم يكن من الله عون للفتى

 

فأول ما يجني عليه اجتهاده

“Jika anak muda tidak mendapatkan pertolongan dari Alloh, maka yang pertama kali akan menjahatinya adalah ijtihadnya sendiri.”

          Jawaban ketujuh: Teror pemikiran merupakan perbuatan musuh para Nabi dan Rosul untuk menggoncangkan tapak-tapak kaki tentara Alloh. Dan tidaklah makar yang jelek itu menimpa kecuali kepada pelakunya sendiri. Para peneror yang ada sekarang merupakan keturunan (pewaris) dari para pendahulu yang mana Alloh ta’ala berfirman tentang mereka:

*ûÈõ©9óO©9ÏmtG^tƒtbqà)Ïÿ»oYßJø9$#tûïÏ%©!$#ur’ÎûNÎgÎ/qè=è%ÖÚt¨BšcqàÿÅ_ößJø9$#ur’ÎûÏpuZƒÏ‰yJø9$#š¨ZtƒÎøóãZs9öNÎgÎ/¢OèOŸwštRrâ‘Îr$pgä†!$pkŽÏùžwÎ)Wx‹Î=s%ÇÏÉÈ   šúüÏRqãèù=¨B($yJuZ÷ƒr&(#þqàÿÉ)èO(#rä‹Ï{é&(#qè=ÏnFè%urWx‹ÏFø)s?ÇÏÊÈ

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.” (QS. Al Ahzab: 60-61).

Dan teror psikologi macam ini juga merupakan perbuatan Salman Al ‘Audah dan Ikhwaniyyun, juga Abul Hasan Al Mishriy, Hasan bin Farhan Al Malikiy, Hamzah bin Muhammad Al Millibariy, Abdul Hafizh bin Malik Ash Shufiy, demikian pula Quthbiyyun dan ‘Adnan ‘Ar’ur.

(Syaikhunal fadhilul Mufid Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- menambahkan: terakhir, wahai Luqman, kukatakan padamu bahwasanya ini adalah dakwah para Nabi dan Rosul -shollallohu ‘alaihim wasallam-, tegak di atas kejujuran, kelurusan, keterjagaan dari kerendahan, mereka tidak meminta upah kepada manusia, bahkan masing-masing dari mereka berkata:

!$tBuröNä3è=t«ó™r&Ïmø‹n=tãô`ÏB@ô_r&(÷bÎ)y“̍ô_r&žwÎ)4’n?tãÉb>u‘tûüÏJn=»yèø9$#ÇÊÉÒÈ  

“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS. Asy Syu’aro: 109).

 

Bab Keempat Belas: Menampakkan Sikap Rujuk Atau Menyebarkan Berita Rujuk

 

Di antara kebatilan Luqman Ba Abduh adalah: manakala upayanya untuk memalingkan perhatian manusia dari Darul Hadits di Dammaj ke Darul Bathoth([19]) di Syihr tersingkap maka diapun menampakkan sikap rujuk dan berhenti. Tapi manakala dia mendapati kesempatan pada kali yang lain dan mengira bahwasanya otot-ototnya menguat kembalilah dirinya melancarkan serangan -dengan bentuk yang lebih jelas- kepada pemimpin dakwah Salafiyyah yang bersih Asy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohulloh-, dan kepada Darul Hadits yang menjadi sumber Dakwah Salafiyyah.

          Sumber dari metode rujuk politis ini adalah dari setan, lalu diambil oleh Fir’aun dan kaumnya, dan kuffar Quroisy, dan sebagian Yahudi, sebagian Nashoro, dan juga makar dari Susan Al Qodariy di Iroq, juga Ghoilan Al Qodariy, salah seorang Jahmiyyah, juga Al Hallaj, sekte Bathoihiyyah, juga Muhammad Taufiq Al ‘Aqlaniy, Abdurrohman Abdil Kholiq, dan Abul Hasan Al Mishriy.

          Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata tentang Abul Hasan Al Mishriy: “Dan aku hampir bisa memastikan dengan alamat-alamat yang ada padaku dan dari ucapan-ucapannya, dan keadaannya serta keadaan orang yang seperti dirinya yang aku pelajari selama ini bahwasanya tidaklah dirinya itu melakukan koreksi terhadap kitabnya itu kecuali sekedar makar untuk bisa meneruskan peperangan terhadap Ahlussunnah dalam bentuk orang yang bertobat dan bersih. Maka sikap rujuk seperti ini menyerupai sikap rujuknya ‘Adnan ‘Ar’ur dan yang semisal dengannya dari orang-orang yang sengaja berbuat salah dan bersikeras menentang kebenaran. Orang ini walaupun menampakkan sikap rujuk dalam perkara ini akan tetapi dia tidak rujuk dari manhajnya yang rusak itu.” (“Jinayat Abil Hasan”/hal. 93-95).

Dan ini juga merupakan bagian dari siasat Sholih Al Bakri dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang menyerang Dakwah Salafiyyah dan menyerang para penjaga bentengnya.

 

Bab Kelima Belas: Pengkaburan dan Rusaknya Timbangan Kebenaran

 

          Barangsiapa mendengar perkataan Luqman Ba Abduh –hadahulloh- di dalam kaset tersebut dia akan tahu bahwasanya orang ini pandai dalam melontarkan syubuhat (pengkaburan). Di antara pengkaburan yang dilontarkannya adalah:

Perkataan dia: “Hadza Al Imamul Barbahariy dikatakan: hadza Imam indahu naz’ah takfiriyyah, indahu syathohat, Alloh akbar. Al Imamul Barbahariy penulis kitab Syarhus Sunnah yang kitab ini turn-temurun di syaroh oleh para ulama dinyatakan punya pemikiran takfir, dia punya penyimpangan-penyimpangan. Buktikan! Kita ini para tholabul ilmi bukan orang pasar. Ada takfir hat buktinya?! Siapa pendahulu ente (Asy Syaikh Yahya)?”

            Jawaban pertama: tunjukkan dulu bukti yang menetapkan bahwasanya Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh- berkata demikian tentang Al Imam Al Barbahariy.

Jawaban kedua: jika memang Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- mengucapkan itu, maka ketahuilah bahwasanya beliau itu mujtahid, memperhatikan perkataan para tokoh lalu memaparkannya kepada Al Qur’an dan As Sunnah serta manhaj Salaf, lalu beliau menghukuminya sesuai dengan apa yang nampak bagi beliau sebagai bagian dari ibadah pada Alloh dan nasihat bagi umat Islam. Jika penilaian beliau itu benar, maka beliau mendapatkan dua pahala, dan jika salah beliau mendapatkan satu pahala. Maka untuk apa engkau membantahnya demi menjatuhkannya dengan metode ini?

Jawaban ketiga: Jika benar bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- mengucapkan itu, engkau telah tahu bahwasanya para masyayikh hafizhohumulloh –bahkan Al Imam Al Wadi’iy rohimahulloh- mengakui bahwasanya beliau itu tidak berbicara atas dasar hawa nafsunya([20]). Kita tidak mengangkat beliau sampai ke derajat ma’shum (terjaga dari kesalahan), akan tetapi kenyataan dan para tokoh di zamannya bersaksi atas apa yang kami sebutkan tadi. Beliau itu berbicara dengan ilmu dan hujjah. Jika engkau mau melihat kembali pada “Syarhus Sunnah” Al Imam Al Barbahariy engkau akan dapati dalil yang menunjukkan adanya perkara-perkara yang butuh pada penakwilan agar tidak ada orang yang menyangka bahwasanya beliau ini –Al Barbahariy rohimahulloh- mudah mengkafirkan orang. Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- juga mendoakan rohmat bagi beliau, dan kitab ini masih terus-menerus diajarkan di markiz ini. Maka mengapa engkau membantah beliau dengan cara ini dalam upayamu untuk menjatuhkannya dan menjatuhkan kerja keras beliau dalam membela sunnah yang murni?

(Syaikhunal fadhil Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh-: Bahkan Syaikh kami mengajarkan kitab tadi, memberikan catatan kaki dengan catatan-catatan yang berharga, dan saat itu ada di zaman Syaikhunal Imam Al Mujaddid Al Wadi’iy -rohimahulloh-. Demikian pula Asy Syaikh Al Mujahid Ahmad An Najmiy -rohimahulloh- punya catatan kaki dan kritikan terhadap kitab “Syarhus Sunnah” tersebut, maka waspadalah. Demikian pula Syaikhunal Wadi’iy -rohimahulloh- punya perkataan yang mendekati perkataan Syaikhuna Yahya –ro’ahulloh-. Maka apa lagi wahai Ruwaibidhoh?([21])).

Jawaban keempat: Tiada seorangpun dari para imam –selain para Nabi- yang terjaga dari ketergelinciran. Ibnu Hajm telah terjatuh ke dalam pemikiran Jahmiyyah, Abul Hasan Al Asy’ariy terpengaruh oleh ilmu kalam. Al Qodhi ‘Iyadh, Al Maziriy, Al Qurthubiy penulis “Al Jami’” dan Al Qurthubiy penulis “Al Mufhim”, An Nawawiy, Ibnu Hajr dan Ibnul Atsir terjatuh dalam pengaruh As’ariyyah. Fairuz Abadiy (pengarang “Al Qomusul Muhith”) dan Al Alusiy pengarang “Ruhul Ma’aniy” terjatuh ke dalam tashowwuf. Contoh-contoh dalam bab ini banyak. Apakah jika kami berkata tentang mereka dengan apa yang mereka memang pantas mendapatkannya –sebagai nasihat buat umat agar tidak terjatuh ke dalam ketergelinciran yang para imam tadi terjatuh padanya- dengan tetap menghormati mereka berarti telah menghinakan mereka?

Jawaban kelima: Apakah keadaan kitab “Syarhus Sunnah” karya Al Barbahariy yang berpidah-pindah dari generasi ke generasi di tangan Ahlussunnah itu menghalangi seorang alim yang ahli untuk memberikan kritikan yang benar? Ini dia syarh An Nawawiy terhadap Shohih Muslim ada di tangan salafiyyun dari generasi ke generasi. Demikian pula “Al ‘Aqidatuth Thohawiyyah”, “Fathul Bari”, “Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an” karya Al Qurthubiy, “Ahkamul Qur’an” karya Ibnul ‘Arobiy, “Ikmalul Mu’lim”, “Al Muhalla”, “Ihkamul Ahkam”, kitab-kitab Abu ‘Amr Ad Daniy, “Lum’atul I’tiqod”, “Al ‘Aqidatus Safariniyyah” dan yang selainnya, semua itu dipelajari di markiz-markiz Salafiyyin, tapi tidak menghalangi untuk pengarangnya dikritik oleh seorang yang alim dan penasihat. Bahkan orang yang menjelaskan kesalahan-kesalahan tadi kepada umat harus disyukuri, dan cukuplah yang demikian itu sebagai wujud nasihat bagi umat. Para penasihat ada di satu lembah, sementara Luqman Ba Abduh ada di lembah yang lain.

Jawaban keenam: Sebagian ulama telah mengkritik Qotadah bin Di’amah, Mis’ar Bin Qidam, Waki’, dan Al Hasan bin Sholih bin Hayy. Al Imam Ibnu Ma’in dan Sa’d bin Hassan telah mencela Hassan bin ‘Athiyyah dalam masalah qodar. Al Imam Al Albaniy -rohimahulloh- mengkritik Asy Syaikh Isma’il Al Anshoriy bahwasanya beliau itu bodoh tentang hadits. Asy Syaikh Robi’ -hafizhohulloh- mengomentari Al Imam As Sijziy -rohimahulloh- bahwasanya beliau goncang dalam masalah sebagian sifat Alloh. Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy juga berkata bahwasanya Al Imam Sa’d bin Ali Az Zinjaniy -rohimahulloh- terkena debu Asya’iroh. Bersamaan dengan itu para ulama tidak berkata bahwasanya para pengritik tadi telah menghina ulama. Selama faktor pendorongnya adalah ilmu, nasihat dan agama serta ijtihad, bukan hawa nafsu ataupun fanatisme, maka perkara seperti ini([22]) di antara Ahlussunnah bisa untuk tidak dibesar-besarkan. Akan tetapi hal ini memang tidak dipahami oleh para pengekor hawa nafsu dan kebodohan.

وعين الرضا عن كل عيـب كليـلة

 

كـما أن عين السـخط تبـدي المسـاويا

“Mata keridhoan itu lemah terhadap segala kekurangan, sebagaimana mata kemurkaan itu menampakkan berbagai kejelekan.”

          Jawaban ketujuh: Adapun perkataanmu terhadap Syaikhuna Yahya -hafizhohulloh-: “Siapakah pendahulumu dengan tuduhan seperti ini?” maka Asy Syaikh Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- telah menjawabnya.

Dan juga beliau itu mujtahid. Bahkan beliau adalah orang yang alim, imam, dan faqih sebagaimana telah bersaksi untuk beliau para tokoh terkemuka. Justru kamulah yang berhak untuk ditanya: “Siapakah pendahulumu dari kalangan para imam yang menyatakan bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- itu haddadiy? Orang yang paling tahu tentang kebusukan Haddadiyyah adalah Asy Syaikh Al Imam Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh-([23]) . Maka manakah ucapan beliau bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy adalah haddadiy? Tampilkanlah pada kami, dan jangan bersikap pelit.

Bahkan kamu itu termasuk orang yang paling butuh untuk merujuk kembali ucapan Al Imam Ahmad  kepada Al Maimuniy -rohimahumalloh-: “Wahai Abul Hasan, hindari olehmu berbicara tentang suatu masalah yang dirimu tidak punya imam di situ.” (“Siyar A’lamin Nubala”/11/hal. 296).

Dan apakah engkau telah mencapai derajat imam, faqih, alim, dan mujtahid hingga engkau berkata yang demikian tadi?

          Jawaban kedelapan: (Asy Syaikh Abu Hamzah Al ‘Amudiy -hafizhohulloh- menambahkan: Syaikhuna Yahya Al Hajuriy –ro’ahulloh- telah menyelesaikan ucapan-ucapan beliau yang menjelaskan bahayanya pemikiran haddadiyyah yang berlebihan dan menyimpang itu, dan juga menjelaskan bahayanya para pelakunya terhadap dakwah Salafiyyah. Syaikh kita –semoga Alloh memeliharanya- membenci ghuluw (sikap berlebihan), menjauhkan orang darinya, dan memperingatkan manusia darinya. Gelar “Haddadiy” telah menjadi syi’ar orang yang menentang dakwah Salafiyyah yang bersih dan menentang para penjaga bentengnya, sejak zaman Abul Hasan sampai masa Abdurrohman Al ‘Adniy dan para penolongnya.)

Dengan jawaban in semua aku nasihatkan pada dirimu –wahai Luqman-: Jika rumahmu itu dari kaca, maka janganlah engkau sekali-kali melempari rumah orang dengan batu([24]).

          Di antara pengkaburan yang dilakukan Luqman Ba Abduh –hadahulloh- juga adalah ucapannya: ((أخبرني مهيمين (كان في دماج) ونور واحد: إن محسنا يتحداني أن نباهل كما في محاضرته في “سمارانج”. والذي في اليمن يتحدى الحجوري بالمباهلة كلَّ من لم يوافقه في أن عبد الرحمن حزبي. الله أكبر، هذا مضحك. –إلى قوله:- الشيخ البخاري والشيخ محمد والشيخ ربيع والشيخ عبيد كلهم يتحداهم بالمباهلة. هذه كفتنة الحدادي).)

          Jawaban kami yang pertama: sebagian dari para penasihat telah membantah para pendahulumu yang mendatangkan kritikan dan bantahan itu tadi, dan menyingkap kelemahan syubuhat mereka. Barangsiapa mengikuti malzamah-malzamah itu tadi dia akan mendapatkan jawabannya, maka aku tidak butuh untuk mengulanginya.

Jawaban kedua: aku ingin menambahimu pukulan dengan perkataan Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- : di antaranya adalah –yaitu faidah dari kisah utusan dari Najron-: bahwasanya sunnah di dalam perdebatan dengan ahlul batil jika hujjah Alloh telah tegak terhadap mereka, dan mereka tak mau rujuk tapi bahkan bersikares untuk menentang adalah: hendaknya mereka diajak untuk bermubahalah. Alloh subhanahu telah memerintahkan Rosul-Nya untuk itu, dan tidak berfirman: “Umatmu sepeninggalmu tidak boleh untuk bermubahalah.” Anak dari paman beliau –Abdulloh bin Abbas- telah mengajak bermubahalah kepada orang yang mengingkari beliau dalam beberapa masalah furu’ (cabang, bukan pokok), dan para Shohabat tidak mengingkari beliau atas tantangan tadi. Al Auza’iy telah mengajak bermubahalah dalam masalah mengangkat tangan (dalam sholat), dan Ats Tsauriy tidak mengingkarinya. Dan ajakan mubahalah ini termasuk dari kesempurnaan hujjah.” (“Zadul Ma’ad”/ kisah utusan dari Najron).

Jawaban ketiga: perselisihan di antara Ahlussunnah dengan kalian –wahai hizbiyyun Barmakiyyun- merupakan perselisihan antara para pemilik hujjah dan bukti-bukti serta kejujuran, melawan para pemilik syubuhat, pengkaburan dan kebodohan. Maka dari sisi mana kamu berkata: “Ini menggelikan”? bahkan mubahalah ini adalah bagian dari syariat. Apalah engkau menertawakan syariat Alloh?

Jawaban keempat: tunjukkanlah pada kami satu dalil yang melarang mubahalah terhadap seorang muslim yang membangkang.

Jawaban kelima: telah Nampak kekuatan dalil-dalil mubahalah, maka tidaklah tersisa untuk para pembangkang selain ejekan untuk menutupi rasa takut yang ada di dalam jiwa-jiwa mereka, maka mereka tidak mau menjawab tantangan mubahalah.

Jawaban keenam: Engkau wahai Luqman, Muhammad ‘Afifuddin, Muhaimin, Nur Wahid, dan Muhammad Barmin, kalian semua menolak hujjah-hujjah yang bercahaya dari syaikh kami terhadap hizbiyyah ibnai Mar’i, bahkan kalian membikin makar terhadap beliau. Maka tiada yang tersisa untuk syaikh kami sang mujahid kecuali kembali pada Robbnya dan Maulanya dengan memohon pada-Nya agar membenarkan kebenaran dan membatalkan kebatilan dan mubahalah yang disyariatkan. Maka datanglah kalian kemari, ke Dammaj yang dia itulah markiz induk yang menjadi sasaran hizbiyyun untuk meruntuhkannya, dan marilah kita bermubahalah dan kita berdoa semoga laknat Alloh menimpa orang-orang yang berdusta.

Jawaban ketujuh: Ucapanmu: (الشيخ فلان والشيخ فلان والشيخ فلان كلهم يتحداهم بالمباهلة إلخ)

Kami katakan: sesungguhnya orang-orang yang kamu sebutkan tadi –dengan penghormatan kami kepada mereka- tidaklah lebih tinggi daripada para ulama yang ditantang oleh Ibnu ‘Abbas pada zaman mereka. Dan tidaklah para masyayikh yang kamu sebutkan tadi lebih tinggi daripada Sufyan Ats Tsauriy padahal beliau ditantang oleh Al Auza‘iy -rohimahumalloh-. Apa ada seorangpun dari ulama yang berkata bahwa Ibnu ‘Abbas dan Al Auza’iy termasuk dari haddadiyyin?

Di antara pengkaburan yang dilakukan oleh Luqman juga ucapannya:

(وهذا مركز معبر، مركز الشيخ الإمام قال فيه الحجوري صار ملجأ للحزبيين، وقال: هذا حزبي هرب إلى معبر)

          Jawaban kami yang pertama: Abu Dzarr -rodhiyallohu ‘anhu- berkata:

أمرني خليلي بسبع : -منها:- وأمرني أن أقول بالحق وإن كان مرًّا، وأمرني أن لا أحاف في الله لومة لائم.

“Kekasihku -shollallohu ‘alaihi wasallam- memerintahkanku dengan tujuh perkara: -di antaranya adalah- “Beliau memerintahkan diriku untuk aku mengucapkan kebenaran sekalipun itu pahit, dan memerintahkan diriku untuk tidak takut di jalan Alloh pada celaan orang yang mencela.” (HR. Ahmad (5/159) dan dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- di “Ash Shohihul Musnad” no. (267)).

          Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Maksudku adalah bahwasanya para ulama kita itu tak punya pilih kasih. Bahkan salah seorang dari mereka berbicara tentang ayahnya dan berkata: “Ayahku lemah haditsnya.” Dia adalah Ali ibnul Madiniy. Yang lain berbicara tentang saudaranya, beliau adalah Zaid bin Abi Unaisah, beliau berkata: “Saudaraku Yahya pendusta.” Maka sudah seharusnya untuk menjelaskan keadaan para ahli bida’ aku menyesalkan sebagian ulama kita pelajarnya campur aduk, yang ini dari Jam’iyatul Hikmah, yang ini ikhwaniy, yang itu demikian. Dulunya sebagian ulama terdahulu berkata: “Aku merasa keberatan kepada setiap ahli bid’ah yang ada di majelisku ini, hendaknya dia pergi dari sini.” (“Tuhfatul Mujib”/hal. 293).

          Kami katakan: inilah yang benar. Sebagian hizbiyyun ketika keluar dari markiz induk Dammaj mereka lari ke Ma’bar, sejak zaman fitnah Abul Hasan, ke fitnah Sholih Al Bakriy, ke fitnah Abu Malik Ar Riyasyiy, ke fitnah kedua syaikh kamu Abdurrohman dan Abdulloh bin Mar’i.

          Jawaban kedua: Sungguh Asy Syaikh Muhammad Al Imam Ar Roimiy -hafizhohulloh- sendiri tahu tingginya kadar Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy –semoga Alloh memeliharanya-, dan kerja keras beliau dalam As Sunnah. Dan terus-menerus keduanya tukar-menukar salam dan nasihat([25]). Maka untuk apa engkau pura-pura menangis terhadap perkara yang tidak diingkari oleh Asy Syaikh Muhammad Al Imam Ar Roimiy -hafizhohulloh- itu sendiri?

          Luqman Ba Abduh punya talbisat (pengkaburan) yang banyak, sebagiannya telah disebutkan dalam risalah ini, maka aku tidak butuh untuk merincinya lagi dalam bab ini karena mencukupkan dengan bab-bab yang terdahulu.

Talbisat merupakan metode seluruh orang sesat. Alloh ta’ala berfirman:

Ÿ@÷dr¯»tƒÉ=»tGÅ3ø9$#zNÏ9šcqÝ¡Î6ù=s?¨,ysø9$#È@ÏÜ»t6ø9$$Î/tbqßJçGõ3s?ur¨,ysø9$#óOçFRr&urtbqßJn=÷ès?ÇÐÊÈ  

“Hai ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS. Ali Imron: 71).

Al Imam Sufyan Ats Tsauriy -rohimahulloh- berkata: “Tiada satu kesesatanpun kecuali dia dalam keadaan punya perhiasan.” (“Al Ibanatul Kubro”/Ibnu Baththoh/no. 447).

Syaikhul Islam -rohimahulloh- berkata: “Tidaklah kebatilan itu laku di kalangan manusia kecuali dengan campuran dari kebenaran sebagaimana ahlul kitab membungkus kebenaran dengan kebatilan disebabkan oleh sedikit kebenaran yang ada pada mereka, dengannya mereka menyesatkan makhluk yang banyak dari kebenaran yang wajib untuk diimani. Dan mereka menyerunya kepada kebatilan yang banyak yang mereka ada di atasnya. Dan kebanyakan orang yang membantah mereka dari kalangan Muslimin tidak pandai membedakan antara kebenaran dan kebatilan, dan tidak menegakkan hujjah yang melenyapkan kebatilan mereka, dan tidak menjelaskan hujjah Alloh yang telah ditegakkan-Nya dengan para Rosul-Nya. Akibat dari keadaan tadi adalah timbulnya fitnah.” (“Majmu’ul Fatawa”/35/hal. 190).

Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: “Hanyalah syubhat itu dinamakan syubhat (kekaburan) karena terkaburkannya kebenaran dengan kebatilan di dalamnya, karena syubhat tadi memakai baju kebenaran di atas badan kebatilan. Kebanyakan manusia adalah orang yang lahiriyahnya bagus, lalu orang yang melihatnya melihat kepada baju yang dipakainya, sehingga dia meyakini keshohihannya. Adapun pemilik ilmu dan keyakinan, maka dia itu tidak tertipu oleh yang demikian itu, bahkan pandangannya melampaui hingga ke bagian dalamnya dan apa yang ada di balik baju tadi, sehingga tersingkaplah untuknya hakikat syubhat tadi. Contohnya adalah dirham palsu. Orang yang tidak paham ilmu penelitian uang akan tertipu karena dia hanya melihat kepada pakaian perak yang melapisinya. Peneliti yang ulung pandangannya akan sampai kepada apa yang di balik lapisan tadi sehingga bisa mendapati kepalsuannya. Suatu lafazh yang bagus dan fasih terhadap syubhat itu bagaikan lapisan perak yang ada di atas dirham palsu tadi, sementara makna dari syubhat tadi bagaikan kuningan yang ada di bawahnya. Berapa banyak alasan seperti tadi (syubhat) sudah membunuh orang yang jumlahnya tidak ada yang bisa menghitungnya selain Alloh.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 140).

Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh- berkata tentang Hizbul Ishlah: “Dakwah merka adalah dakwah hizbiyyah, semuanya dibangun di atas talbisat (pengkaburan).” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 49).

Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholiy -hafizhohulloh- berkata tentang para pembela bid’ah muwazanah (keharusan untuk menyebutkan kebaikan orang yang dikritik kebatilannya): “Mereka adalah kaum yang syiar mereka adalah kedustaan, pengkaburan, dan kesengajaan untuk berbuat salah yang terang.” (“An Nashrul ‘Aziz”/bab: 1/pasal: 4/sesi keempat).

 

Bab Keenam Belas: Upaya Untuk Membuat Makar dan Penipuan

 

Seluruh perbuatan Luqman Ba Abduh yang berupa cercaan terhadap Syaikh kita Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh-, penghinaannya, upaya membikin manusia tidak butuh padanya, membesar-besarkan lawannya, upaya untuk menghalangi manusia dari mata air dakwah Salafiyyah Darul Hadits di Dammaj, dan dari para penjaga bentengnya, dan upaya menghalangi penyebaran malzamah-malzamah dan kaset-kaset yang dikaluarkan dari markiz ini, memboikot orang yang bersama Syaikh kita -hafizhohulloh- dalam fitnah ini, teror psikologis, berlindung di balik ulama untuk meruntuhkan fatwa-fatwa Syaikh kita([26]), membuka pintu baku tolong dengan markiz Al Yaman Al Khoir([27]) di Shon’a, dan perbuatan yang lainnya, itu semua menunjukkan makar Luqman –hadahulloh- terhadap Syaikh kita dan Darul Hadits serta dakwah untuk kembali ke jalan Salaf yang bersih.

Digabungkan dengan perbuatan yang tersebut di atas, kenyataan bahwasanya dirinya manakala upayanya untuk memalingkan perhatian manusia dari Darul Hadits di Dammaj ke Darul Bathoth([28]) di Syihr tersingkap maka diapun menampakkan sikap rujuk dan berhenti. Tapi manakala dia mendapati kesempatan pada kali yang lain dan mengira bahwasanya otot-ototnya menguat kembalilah dirinya melancarkan serangan -dengan bentuk yang lebih jelas- kepada pemimpin dakwah Salafiyyah yang bersih Asy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohulloh-. Dan jangan lupa apa yang terjadi sebelum itu, yaitu upaya kerasnya untuk membatalkan firasat syaikh yang ahli: Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- tentang dirinya. Memang Luqman itu adalah pembikin makar dan tipu daya.

Pembikinan makar merupakan kebiasan musuh para Nabi. Alloh ta’ala berfirman:

y7Ï9ºx‹x.ur$uZù=yèy_’ÎûÈe@ä.>ptƒös%uŽÉ9»Ÿ2r&$ygŠÏB̍ôfãB(#rãà6ôJu‹Ï9$ygŠÏù($tBurtbrãà6ôJtƒžwÎ)öNÍkŦàÿRrÎ/$tBurtbráãèô±o„ÇÊËÌÈ  

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (QS. Al An’am: 123).

 

Hampir semua ahli batil memiliki makar dan tipu daya terhadap kebenaran dan pembela kebenaran di sepanjang sejarah.

Demikian pula para hizbiyyun. Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh-  berkata: “Hizbiyyah itu dibangun di atas kedustaan dan penipuan.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 474).([29])

Syaikh Ahmad An Najmi rohimahulloh berkata,”Seluruh dakwah hizbiyyah dibangun di atas takattum (menyembunyikan suatu rahasia), pengkhianatan, makar, kecurangan, dan talbis.” (“Ar Roddul Muhabbir” hal. 124)

 

(Inilah akhir dari terjemahan baru seri dua untuk kitab “Inbi’atsut Tanabbuh”. Dan dengan dikeluarkannya terjemahan ini, maka terjemahan seri dua yang lama ana nyatakan tidak berlaku lagi. Wallohul muwaffiq).

 

Daftar Isi

Contents

Bab Keenam: Pujian Luqman Terhadap Sebagian Hizbiyyin. 2

Bab Tujuh: Berpura-pura Lembut Dan Akhlaq Yang Mulia. 4

Bab Delapan: Tuduhan Luqman Ba Abduh Terhadap Syaikhuna -hafizhohulloh- Bahwasanya Beliau Mutasyaddid. 9

Bab Sembilan: Luqman Ba Abduh Tak Mau Menerima nasihat 12

Bab Kesepuluh: Para Hizbiyyun Rakus Pada Dunia dengan Nama Dakwah. 13

Bab Kesebelas: Upaya Luqman Ba Abduh Melarikan Orang Dan Menghalangi Mereka Dari Darul Hadits Dammaj 17

Bab Kedua Belas: Kebencian Luqman Terhadap Penyebaran Kebenaran Yang Membongkar Jati Dirinya. 19

Bab Ketiga Belas: Teror Pemikiran dan Upaya Membikin Takut 20

Bab Keempat Belas: Menampakkan Sikap Rujuk Atau Menyebarkan Berita Rujuk. 25

Bab Kelima Belas: Pengkaburan dan Rusaknya Timbangan Kebenaran. 26

Bab Keenam Belas: Upaya Untuk Membuat Makar dan Penipuan. 32

Daftar Isi 33


([1]) Jika ada yang berkata: “Para ulama belum bersepakat bahwasanya Asy Syaikh Abdurrohman dan Abdulloh Ibnai Mar’i itu hizbiy!” Jawabnya adalah: Tiada dalil ataupun dasar dari manhaj Salaf untuk menunggu kesepakatan seluruh ulama dalam menghizbikan orang yang banyak memiliki ciri hizbiyyah. Cukuplah satu penetapan dari seorang alim yang ahli dalam masalah ini. Misalnya adalah: Abul Hasan Al Mishriy hizbiy, walaupun Asy Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad -hafizhohulloh- belum menghukuminya sebagai hizbiy. Mahmud Al Haddad adalah hizbiy meskipun belum semua ulama mamlakah Su’udiyyah menghukuminya sebagai hizbiy, sehingga Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy menyesalkan hal itu. Demikian pula kedua anak Mar’i itu hizbiy meskipun baru sekitar dua belas ulama yang menghukuminya sebagai hizbiy. (selesai tambahan penerjemah).

([2]) Adapun sekarang bulan Robi’ul Awwal 1432 H, kami tidak mendapatkan berita baru tentang itu (catt. Penerjemah)

([3]) Pujian bahwasanya dia itu mujtahid. Dan bisa jadi Luqman berpendapat bahwa mujtahid itu dapat udzur walaupun salah dalam perkara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu manakala Muhammad Al Imam mengeluarkan kitab “Al Ibanah” yang di antara isinya menyebutkan manhaj tadi, kitab ini dielu-elukan para pengikutnya seperti Luqmaniyyun. (catt. Penerjemah).

([4]) Yaitu tentang Abu Hazim -hafizhohulloh- (catt. Penerjemah)

([5])  Ini adalah ungkapan penyesalan. Lihat “Lisanul ‘Arob” (14/hal. 51) (catt. Penerjemah).

([6]) Tambahan penerjemah: bahkan ini merupakan warisan munafiqun. Al Imam Ibnul ‘Utsaimin -rohimahulloh- berkata: “Para munafiqun pada zaman kita ini jika melihat para pelaku kebaikan, dakwah dan amar ma’ruf dan nahi mungkar, mereka berkata: “Mereka adalah para mutazammitun (kelompok yang pasif), dan mereka adalah mutasyaddidun, mereka adalah ushuliyyun (fundamentalis), mereka adalah roj’iyyun (orang-orang yang terbelakang).” Dan ucapan-ucapan yang seperti itu. Maka ucapan ini semua adalah diwarisi dari para munafiqun mada masa Rosul –‘alaihsh sholatu wassalam- sampai pada hari kita ini. Jangan kau katakan,”Tiada di masa kita munafiqun” Bahkan di masa kita ada munafiqun, dan mereka punya alamat yang banyak. Dan Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- telah menyebutkan di dalam kitab beliau “Madarijus Salikin” pada juz pertama sifat-sifat yang banyak dari sifat-sifat Munafiqin. Semuanya dijelaskan dalam Kitabulloh ‘azza wajalla. Maka jika engkau melihat ada orang yang menyindir mukminin dari sana sini maka ketahuilah bahwa dia itu munafiq, wal ‘iyadzubillah.” (“Syarhu Riyadhish Sholihin”/Babush Shidq/1/hal. 127).

([7]) Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- berkata: “Sesungguhnya dakwah masa kini kebanyakannya telah menjadi dakwah-dakwah hizbiyyah.” (“Ghorotul Asyrithoh”/1/hal. 122).

([8]) Para hizbiyyun sungguh telah berlebihan dalam merusak citra Ahlussunnah dengan membesar-besarkan syiar “Mereka itu mutasyaddidun”

([9]) Sungguh benar ucapan beliau -rohimahulloh-, kebanyakan para mumayyi’in (orang-orang yang membikin lembek perkara) dan yang suka meremehkan perkara memandang sikap menampilkan kebenaran dengan metode Salafush Sholih sebagai suatu sikap keras, dan bengis.

([10])  Demikian pula dikatakan oleh Syaikhuna Thoriq Al Ba’daniy -hafizhohulloh-. (catt.  Penerjemah)

([11])  Yang beliau maksudkan di sini adalah bahwasanya kasus peperangan di Bosnia dan Herzegovina mereka manfaatkan untuk mengeruk harta muslimin dengan alasan membantu korban perang. (catt. Penerjemah).

([12])  Catt. Penerjemah: ini yang banyak dilakukan oleh sebagian hizbiyyin di Yaman.

([13])  Mar’iy Shufiy yang di Hudaidah.

([14]) Ini adalah terjemahan dari syair Ali Al Jurjaniy sebagaimana dalam “Mu’jamul Adibba” (2/hal. 92).

([15]) Maksud beliau -rohimahulloh- adalah: mengeluarkan uang Muslimin dari dompet-dompet mereka untuk dikasihkan pada Ikhwanul Muslimin. (catt. Penerjemah)

([16]) Catt. penerjemah: bukan berarti sang penulis mengkafirkan Luqman, hanya saja yang dimaksdukan di sini adalah bahwasanya upaya melarikan orang dari kebenaran adalah senjata warisan dari musuh para Rosul -‘alaihimus salam-.

([17])  Salah satu kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh-.

([18])  Ini adalah ejekan dari Luqman. Akan tetapi keadaannya seperti kata Syaikhuna Abu Amr Al Hajuriy -hafizhohulloh-: “Dalam ini ada pengakuan dari Luqman bahwasanya dirinya itu hizbiy.”

([19]) Catatan penerjemah: aslinya adalah Darul Hadits di Syihr, akan tetapi dikarenakan banyaknya proyek-proyek duniawi yang dilakukan oleh Abdulloh bin Mar’i dengan mengatasnamakan dakwah, yang seringnya justru menjerumuskan dakwah ke dalam utang yang sangat besar, maka Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- menjulukinya sebagai Darul Bathoth (pabrik pengolahan kentang).

([20]) Catatan penerjemah: yaitu dalam perkara yang terkait dengan penilaian terhadap para tokoh. Dan kita meyakini bahwasanya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy tidak ma’shum. Hanya saja jika ucapan beliau sesuai dengan hujjah dan dalil-dalil, maka hal itu menunjukkan bahwa beliau dengan itu ada di atas kebenaran.

([21]) Dua saudara kita yang utama: Irham Al Maidaniy dan Mushlih Al Jawiy -hafizhohumalloh-: “Barangkali Luqman ketika itu membolos dari pelajaran-pelajaran syaikh dia Al Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- karena kesibukannya dengan sampah.”

Catatan penerjemah: Ruwaibidhoh adalah orang yang hina tapi menyibukkan diri mengurusi perkara yang besar.

([22]) Yaitu kritikan kepada sesama Ahlussunnah yang mencari kebenaran dan bukan tipe pembangkang jika disampaikan kepadanya kebenaran. Adapun hizbiyyun dan ahlul ahwa maka mereka itu tak mau tunduk pada kebenaran walaupun telah dijelaskan dalil-dalilnya. (catt. Penerjemah)

([23]) Bukan berarti kita taqlid pada Asy Syaikh Robi’ Al Madkholiy -hafizhohulloh- untuk mengetahui seseorang itu haddadiy atau tidak. Semuanya dikembalikan kepada kekuatan hujjah. (catt. Penerjemah)

([24]) Maksud dari ungkapan ini adalah: hujjah-hujjahmu itu sangat lemah, sekali engkau meludahi Ahlussunnah maka balasannya adalah banjir hujjah dan dalil.

([25])  Ini aku tulis pada tahun 1432 H.

([26]) Fatwa yang diperkuat dengan dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang hingga kini para ulama tadi tak sanggup membantahnya dengan hujjah (catt. Penerjemah)

([27]) Yang dikelola oleh hizbiyyun pengikut Abdulloh Mar’i. (catt. Penerjemah).

([28]) Catatan penerjemah: aslinya adalah Darul Hadits di Syihr, akan tetapi dikarenakan banyaknya proyek-proyek duniawi yang dilakukan oleh Abdulloh bin Mar’i dengan mengatasnamakan dakwah, yang seringnya justru menjerumuskan dakwah ke dalam utang yang sangat besar, maka Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy -hafizhohulloh- menjulukinya sebagai Darul Bathoth (pabrik pengolahan kentang).

([29]) Syaikh kita yang utama Abu ‘Amr Al Hajuriy -hafizhohulloh- menunjukkan padaku ucapan Al Imamul Wadi’iy -rohimahulloh-: “… dikarenakan hizbiyyah itu berdiri di atas kedustaan, tipu daya, dan pengkaburan.” (“Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah”/hal. 3).